Reihan menahan tangannya sebelum cika sempat keluar.
“Cika… ada yang ingin kukatakan padamu”kata Reihan tiba-tiba. Cika
terlihat gugup. “Mungkin, waktunya tidak tepat. Tapi, aku tidak bisa
menyimpannya lebih lama lagi…”. Reihan mengambil nafas panjang, kemudian
mengeluarkannya. Cika tampak tak sabar menunggu. “Sebenarnya…. Aku suka padamu”
Cika diam membisu. Ia tidak yakin dengan apa yang didengarnya.
“Aku suka padamu”ulang Reihan. “Maukah kamu menerimaku?”
Cika tetap diam. Ia tampak serius berpikir.
“Sebenarnya…. Aku juga…. Suka padamu”kata Cika. Tapi, ekspresi wajahnya
terlihat ragu. “Hanya sebagai teman”tambah Cika cepat sebelum Reihan salah
paham.
“Teman?”Reihan sepertinya tidak menerima jawaban Cika.
Cika mengangguk,”Iya, teman. Soalnya, aku mau fokus pada pelajaranku
dulu. Kalau sekarang, aku masih belum bisa berpacaran dengan siapapun”jelas
Cika.”Tidak apa, kan?”
Reihan mengangguk. Ia tidak terima dengan jawaban Cika. Tapi, ia pun
tidak bisa memaksa perasaan orang lain untuk menuruti semua kemauannya.
Reihan pergi meninggalkan Cika sendirian di UKS. Melihat kepergian
Reihan, Cika tampak sangat kesepian.
“Apa yang sedang kupikirkan?”tanya Cika. Ia pun keluar dari UKS.
~~~~~~~~
Hujan deras mewarnai hari ini.
Devi yang sedang berjalan di koridor kelas tampak lesu. Ia seperti belum
sarapan-padahal, biasanya dia memang tidak pernah sarapan-. Cika dan Dessy yang
melihatnya hanya tampak bingung.
“Devi, kamu lagi sakit?”tanya
Dessy.
Devi menggeleng lemah.
“Kok Devi kelihatan lesu pagi
ini?”tanya Cika penasaran.
Devi kembali menggeleng. Ia
malah keluar kelas.
“Alin, Devi kenapa?”tanya Dessy
saat Alin baru saja duduk dikursinya.
Alin hanya mengangkat bahunya.
“Btw, kemarin gimana?”tanya Cika
penasaran.
“Gimana apanya?”Alin mengernyit bingung.
“Itu, gimana perasaanmu
direcokin dia habis-habisan gara-gara kamu ngerjain dia”bisik Riri yang entah
sejak kapan sudah ada disitu.
Alin berbalik dan hampir
berteriak kaget saat mengetahui Riri sudah nangkring bareng mereka. Riri lebih
mirip hantu karena datang dengan tiba-tiba.
“Riri, aku ingatkan, ya lain
kali, jangan datang secara tiba-tiba. Jantungku hampir copot tau”oceh Alin
sambil mengurut-urut dadanya. Yang lain hanya tertawa melihat tingkah Riri dan
Alin.
“Ayo, dong, Lin… kamu kemarin
diapain aja sama Devi? Kamu bawa-bawa nama kita, gak?”desak Dessy yang
sepertinya paling penasaran.
Alin tampak berpikir,”Oooo……
yang kemarin itu. Hehehe, tenang aja, kok! Aku gak diapain sama dia. Cuma,
dipukul-pukuli. Gara-gara…”
“Gara apa?”serga Dessy.
Alin memberi tanda untuk
mendekat. Riri, Cika dan Dessy menurutinya.
“Gara-gara dia terlalu senang
disuruh BAGAS nontonin dia. Tapi…”
“Tapi apaan, sih? Buruan, jangan
setengah-setengah”oceh Cika.
“Tapi… acaranya udah lama
selesai”bisik Alin pelan.
Semua terdiam. Namun, beberapa
detik kemudian, mereka tertawa.
“Huahaha… Kok bisa?”tanya Dessy
yang belum bisa menghentikan tawanya.
“Ya iyalah, wong acaranya habis
jam 1, eh, kami datangnya jam 3. Mana ada oranglah”gerutu Alin.
Semua hanya ber”O” saja. tapi,
masih belum bisa menghentikan tawanya.
~~~~~~~~
Ruang basket indoor masih
terlihat sepi. Tak ada seorang pun disana. Padahal, Devi berharap saat ia
datang kesini, ada Bagas disini yang sedang menunggui dirinya (Hahaha….
Khayalan tingkat tinggi).
Karena sudah 10 menit ia
menunggu, dan tak ada tanda-tanda klau Bagas bakalan datang, ia pun berniat
pergi. Baru saja ia ingin melangkah keluar ruangan, ia mendengar ada suara
orang yang sepertinya tidak ia kenal. Tapi, ia yakin kalau itu adalah cowok-cowok
pemain basket dari SMA ini juga.
“Ya ampun, kok bisa ketinggalan
sih, Ndre?”kata cowok yang berbadan paling subur diantara yang lain.
“Yeee… ini kan bukan salah gue
juga, kali! Salahin aja tuh Bagas yang seenaknya saja meninggalkan baju tanding
gua disini”gerutu cowok yang Devi tebak namanya Andre.
Devi terus memperhatikan dua
cowok itu tanpa memperhatikan sekitarnya. Bisa ia lihat dua cowok jalan kearah
tempat dia bersembunyi. Devi melangkah mundur secara perlahan agar tidak
membuat suara. Ia terus berjalan mundur saat seseorang tiba-tiba menepuk
pundaknya.
Devi berbalik dan berteiak
kaget. Namun, dengan cepat orang itu mebekap mulut Devi. Namun, teriakan Devi
tadi cukup keras, membuat dua cowok tadi curiga.
“Bro, loe denger orang teriak
gak tadi?”tanya Andre.
Orang itu mengangguk, lalu
menggeleng.
“Loe gimana sih, Ton! Denger
atau kagak?”kata Andre sebal.
“Gua sih kayak denger suara.
Tapi, disini tidak ada orang. Atau, jangan-jangan disini ada………..” si Ton
memperhatikan isi seluruh ruangan sambil memegang tengkuknya,”Jangan-jangan
disini ada hantu”
Mereka berdua sambil bertatapan
sampai akhirnya mereka berlari sambil berteiak ketakutan.
Orang tadi melepas bekapan Devi.
Beberapa menit yang lalu, Devi menahan nafasnya dan baru sekarang ia bisa
bernafas. Bukan karena apa, ia menahan nafasnya karena shock melihat orang yang membekapnya tadi.
“Ba… Bagas?”kata Devi memecah
kesunyian. Ia berharap, Bagas tidak bisa mendengar suara detak jantungnya yang
berdetak tidak karuan itu. “Sedang apa disini?”
Bagas tersenyum kaku. Ia tampak
salting.
“Kakak sendiri?”tanyanya balik.
Giliran Devi yang salting. Ia
mencoba berpikir untuk mencari alasan yang tepat. Tiba-tiba saja ia teringat sesuatu.
“Aku sedang mencari gantungan hp
yang ada bentuk bintangnya”
Bagas merogoh saku celananya dan
mengeluarkan sesuatu yang berbentuk seperti yang Devi maksud.
“Ini”
“Iya”kata Devi senang. Ia
mengambil gantungan itu dari tangan Bagas. Ia berlari keluar dari ruangan
dengan senang. Namun, beberapa detik kemudian, dia kembali. “Thank you”katanya
sambil berlalu.
Bagas hanya menggelengkan
kepalanya melihat tingkah Devi. Ia tampak lucu sekali saat itu.
“Disini loe ternyata”suara Andre
mengagetkan Bagas.
Bagas berbalik sambil
senyam-senyum. Tandanya, ia dalam masalah besar.
“Loe cari gak baju gue, atau gue
aduin ke pelatih biar loe di keluarin”ancam Andre.
“Oke, oke, gue cari. Ganggu
acara gue aja lu”gerutu Bagas.
“Apa?”tanya Andre.
“Gak pa-pa”jawab Bagas singkat.
~~~~~~~~
“Devi”panggil Rahma.
Devi yang tampak senang
memandangi gantungan kunci pemberian Rahma menoleh kearahnya dengan pandangan
tidak percaya.
“Aku pengen ngomong sesuatu sama
kamu”kata Rahma.
“Duduk dulu”Devi menepuk-nepuk
kursi di sebelahnya-yang sebenarnya kursi Alin-menyuruhnya duduk.
“Yang kemarin itu, maaf, ya! Aku
sadar aku egois”
Devi menggeleng,”Tak apa, Rahma.
Yang berlalu, biarlah berlalu. Saatnya sambut hari yang baru”
Rahma menyerngit bingung.
“Maksudnya?”
“Maksudnya, yang kemarin-kemarin
itu lupakan saja. Saatnya kita jalani hari ini. Biarlah kemarin itu jadi
pelajaran buat kita untuk kedepannya lagi”jelas Devi.
Rahma mengangguk mengerti.
“Tapi, kenapa Devi tiba-tiba jadi puitis begini,ya? Sepertinya lagi senang
banget. Cerita, dong!”bujuk Rahma.
“Iya, cerita, dong!”kata Alin
tiba-tiba. Entah sejak kapan dia sudah ada disitu.
Wajah Devi berubah merah. Ia
menutupi wajahnya malu.
“Waduh, sepertinya sudah terjadi
sesuatu pada Devi. Cerita”kata Alin.
“Iya, Dev! Cerita, dong!”desak
Rahma.
“Oke, aku bakal cerita. Tapi
nanti, ya! Kalau sekarang, aku malu”
Alin dan Rahma mengangguk
senang. Mereka tertawa bersama, menandakan hari ini adalah hari yang baik dan
menyenangkan.
“Senang melihat mereka
berbaikan”suara Bintang mengagetkan Heri.
Heri menoleh dan mendapati
Bintang juga sedang berdiri di pintu kelas sambil melihat mereka.
“Apa?”tanya Heri pura-pura tidak
mengerti.
“Alaaa… PPTT lagi alias
‘Pura-pura tidak tahu’. Terlihat jelas kali di matamu tertulis kata-kata yang
aku bilang tadi”goda Bintang.
“Berisik, ah!”kata Heri sambil
berlalu.
~~~~~~~~
Soal-soal kimia dipapan tulis
terlihat seperti mantra-mantra sihir yang tertulis dalam huruf latin. Begitu
membingungkan. Beberapa murid dikelas XI A tertidur saking capeknya menulis
soal kimia yang penuh dengan nama unsur-unsur.
“Oke, selesai”kata Bu Yusri
dengan suara khasnya yang lembut, membuat orang yang tertidur semakin pulas
mendengarkannya. Tapi, itu seperti sengatan listrik bagi mereka jika mereka
tidak terbangun dari tidurnya.
“Kalian semua diam, ya”Bu Yusri
berjalan mendekati bangku Devi.
Semua orang yang duduk di dekat sana
terdiam menahan napas. Ada juga yang menahan tawa. Bagaimana tidak, disaat
pelajaran kimia, Beni yang duduk di depan Devi malah asyik-asyiknya
tidur-sampai ngiler lagi-.
“Beni, bangun!”perintah Bu Yusri
sambil menarik telinga Beni kuat. Tapi, Beni bergeming. “Beni, bangun!”ulang Bu
Yusri.
“Aduh, berisik amat lu! Bentar
lagi selesai”igau Beni.
Yang menahan tawa mereka
mendengarnya. Jangan sampai tawa mereka membangunkan Beni.
‘Buukkkkk’Bu Yusri memukul meja
Beni dengan kerasnya membuat semua murid yang ada di dalam kelas terkejut,
termasuk Beni-gila, tuh ibu makan apa, sih!-.
Beni menatap Bu Yusri sambil
cengar-cengir, bahkan ia masih sempat menghapus ilernya.
“Kamu ini, yang lain sibuk
menulis, eh kamu malah asyik-asyik tidur. Kamu bagaimana, sih? Kalau begitu,
kalian semua ibu kasih tugas tambahan”kata Bu Yusri.
“Yaaa…. Jangan, bu!”kata mereka
sekelas kompak.
“Siapa yang tidak mau, maju
kede[an. Nanti, ibu tambah tugasnya 2x lipat. Mau?”ancam Bu Yusri dengan suara
lembutnya, namun tegas.
Semua menggeleng.
“Kalau begitu, kerjakan tugas
halaman 212-216 bagian pilihan ganda dan essai. Ibu kasih keringanan. Kerjakan
di Microsoft Word dengan teman
sebangkumu. Awas, jangan ada yang copy-paste.
Kalau ada, ibu tambah lagi tugasnya. Dan buat kamu Beni, pulang ini kamu harus
bersihkan toilet dulu, baru boleh pulang. Mengerti?”
“Mengerti, bu!”kata mereka
kompak.
“Oke, kalau begitu, silahkan
beres-beres buat pulang. Tapi, selesaikan soal dipapan tulis ini dulu, baru
pulang. Maaf ya, nak! Ibu pulang duluan, ibu mau keluar ngurusin pekerjaan ibu
yang lain dulu. Gak apa-apa, kan?”ujar Bu Yusri.
“Gak apa-apa, bu!”kata mereka
senang.
“Kalau begitu, ibu permisi dulu.
Assalamualaikum”kata Bu Yusri sambil berlalu.
Semua murid yang ada di kelas
mulai bergemuruh, kecuali Alin. Ia hanya duduk dibangkunya sambil menatap kursi
disebelahnya yang kosong. Devi sudah kembali ke bangkunya dan sudah mau sedikit
berdamai dengan Reza. Tapi, Alin tampak kesepian. Sudah 2 hari Aldi tidak
masuk.
“Aldi”panggil Alin.
Aldi menoleh,”Apa?”
“Aku ingin tanya, kenapa kamu tiba-tiba baik denganku?”tanya Alin
penasaran.
“Itu… itu karena…”
“Karena aku mirip dengan adik angkatmu”kata Alin cepat.
“Tahu darimana?”tanya Aldi bingung.
Alin membuka kotak dari Fakhri dan mengambil salah satu foto
didalamnya.
“Ini, Fakhi yang bilang”Alin menunjuk tulisan yang ditulis Fakhri
sendiri.
Aldi mendesah,”Lupakan”. Ia membalikkan badannya dan pergi meninggalkan
Alin sendiri yang masih berdiri diam terpaku.
“Alin… Alin… halo…”Vivi
melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Alin.
Alin tersentak,”Vivi? Sejak
kapan kamu duduk disini?”
“Udah dari tadi kali. Makanya,
jangan ngelamun mulu. Emangnya lagi ngelamunin apa, sih? Lagi ngelamunin Aldi,
ya”goda Vivi.
Alin menggeleng cepat. Ia
berusaha menyembunyikan wajahnya yang malu.
“Tapi, muka Alin kok jadi merah,
ya?”goda Vivi lagi.
Alin memegangi wajahnya sambil
menggeleng. “Enggak, kok! Vivi ada-ada aja”
“Cieee….”kata Devi ikut-ikutan.
“Apaan sih kalian! Jangan
ikut-ikutan, deh!”kata Alin.
“Cieeee…. Alin…. Alin kenapa,
Vi?”tanya Devi.
Alin menarik nafas lega karena
Devi belum tahu apapun. Tapi, ia khawatir kalau Vivi mau memberitahunya. Ia
malah memelototi Vivi, mengancamnya supaya tidak memberitahu Devi.
“Hahaha… gak pa-pa, kok! Mending
siap-siap, bentar lagi pulang nih”
Benar kata Vivi, tak lama bel
pulang berbunyi. Devi kembali ketempat duduknya dengan wajah cemberut sambil
memberesi buku-bukunya yang ada dimeja.
“Nanti aku cerita”bisik Alin
pelan.
“Beneran?”tanya Devi tidak
percaya.
Alin mengangguk dan wajah Devi
kembali ceria. Ia berlari menyusul Alin yang sudah berada diluar kelas.
~~~~~~~~
Koridor yang di lewati Riri dan
Cika selalu sepi. Walaupun jam sekolah, koridor ini selalu jarang dilewati oleh
orang, kecuali jika ada yang ikut ekskul memasak. Tapi, semenjak ulang tahun
sekolah waktu itu selesai, tak pernah Riri melihat ada orang di dapur sekolah.
“Ri, ada apa? Kok dari tadi
ngelirik dapur sekolah terus?”tanya Cika penasaran.
Riri menggeleng. Ekspresi
wajahnya datar, sampai-sampai Cika tidak tahu apakah Riri berbohong atau tidak.
Apakah dia menyimpan sesuatu atau tidak. Yang pasti, air mukanya tidak
menunjukkan apa-apa sama sekali.
“Ya udah, kalau gitu, buruan
kita antar barang-barang ini kedapur sekolah. Kalau tidak, aku bakal ditinggal
jemputan”kata Cika.
Riri mengangguk. Namun,
tiba-tiba ia berubah pikiran.
“Kalau gitu, aku saja yang antar.
Cika pulang aja duluan”usul Riri.
“Serius?”tanya Cika tidak
percaya.
Riri kembali mengangguk.
“Kalau gitu, aku duluan, ya!
Bye, Ri”seru Cika sambil berlalu.
Riri mengambil kunci dapur di
kantong seragamnya dan membukanya. Namun, Riri merasa aneh. Dapur itu ternyata
tidak dikunci sama sekali.
‘Krriieekkk’ bunyi engsel pintu
dapur sama sekali belum berubah. Terdengar sangat miris sekali. Riri melangkah
masuk dan segera meletakkan barang-barang bawaanya ke dalam lemari terdekat.
Setelah itu, ia keluar.
Sebelum ia sempat melangkahkan
kakinya keluar, Riri mendengar sesuatu sedang dipotong. Ia kembali melangkah
masuk dan mencari darimana sumber suara itu berasal. Seorang laki-laki sedang
memotong wortel di bagian dapur yang lainnya. Riri terpana melihatnya. Dia
adalah orang yang ia cari selama ini.
“Hai”suara Riri mengangetkan
Ferdi. Saking kagetnya, tangan Ferdi sampai teriris.
“Aww…”rintih Ferdi. Darahnya
mulai mengucur keluar.
“Ya ampun, sorry, sorry! Aku
mengagetkanmu”kata Riri dengan rasa bersalah. Ferdi hanya merintih, tidak
menghiraukan Riri.
Riri tidak menyadari hal itu. ia
hanya berlari mengambil kotak P3K di dalam lemari disamping ia meletakkan
barang-barang tadi dan segera mengobati Ferdi.
“Aku bisa sendiri”kata Ferdi
dingin.
Riri hanya terdiam. Sedangkan,
Ferdi mengambil obat merah dan plester dari tangan Riri, lalu mengobatinya
sendiri.
“Aneh”celetuk Riri.
Ferdi hanya meliriknya sebentar,
lalu kembali mengobati tangannya.
“Loe aneh!”kata Riri lebih
keras. Ia bukan termasuk orang yang sabar.
“Aneh kenapa?”kata Ferdi tak
terima.
“Loe jelas aneh! Tiba-tiba loe
cuekin gue kayak gitu. Apa bukan kalau namanya aneh”ujar Riri. Ia berjalan
keluar tanpa menunggu penjelasan dari Ferdi lagi. Sepertinya, tak ada gunanya
ia berlama-lama disitu jika Ferdi juga tidak mengharapkan kedatangaannya
disitu.
Ferdi menatap kepergian Riri
dengan rasa bersalah.
“Seandainya kamu tahu, Ri.
Kamulah yang kelihatan aneh akhir-akhir ini”
~~~~~~~~
‘Ting tong… ting tong… ting
tong… ting tong’
Suara bel dirumah Aldi membuat
Aldi terbangun. Itu sangat mengganggu baginya. Lagipula, siapa tau itu adalah
tamu penting.
‘Ting tong...’bel rumahnya
kembali berbunyi.
“Iya, iya, tunggu
bentar’teriaknya. Ia berjalan menuju ruang depan dan segera membukakan pintu.
“Alin”serunya saat melihat Alin
berdiri di depan pintu dengan membawa beberapa buku, laptop dan peralatan
tulis.
“Hai”sapa Alin riang. Ia
melangkah masuk. Namun, pintu itu keburu tertutup. Alhasil, kepalanya menumbur
pintu itu dan menghasilkan benjol di jidatnya.
“Aww…”rintih Alin sambil
mengelus-elus kepalanya yang sakit. “Rese’ amat siih tuh orang”serunya sebal. Ia kembali memencet bel
rumah Aldi berkali-kali sampai Aldi sendiri bosan mendengarnya.
“Ada perlu apa, sih?”kata Aldi
kesal.
Alin hanya memberikan barang
bawaanya pada Aldi dan masuk kedalam rumah. Ini baru pertama kalinya ia masuk
kedalam rumah Aldi. walaupun rumah mereka saling berhadapan, ia tidak pernah
sekalipun datang kerumah Aldi, kecuali saat ia mencari kucingnya yang hilang
waktu itu(baca Guardian Angel Part 2 - Love Cat).
“Ada perlu apa, sih, loe
kesini?”
Alin menatap malas wajah Aldi
yang selalu uring-uringan itu. padahal, ia tidak ada maksud jahat, selain
mengerjakan tugas. Lagipula, tugas ini harus dikumpulkan lusa. Mana sempat
kalau mereka mengerjakan besok. Mana harus diperiksa lagi. Ditambah lagi,
soalnya itu tidak sedikit.
“Buku-buku ini mau diapain?”tanya
Aldi.
‘Gubraaakkk’ Alin menepuk
dahinya pelan. Tapi, kembali mengelusnya karena ia menepuk pas kena bagian
benjolnya.
“Ya buat ngerjain tugaslah.
Masa’ mau dipelototin aja. Kalau begitu, buat apa aku berat-berat bawa
barang-barang itu kesini”jelas Alin.
Aldi mengangguk.
“Trus, mau dikerjain
sekarang?’tanya Aldi lagi.
Alin kembali menepuk dahinya.
Nih orang ternyata LOLA BANGET alias Loadingnya Lama Banget.
“Ya iyalah! Masa’ besok?”kata
Alin tak tahan lagi.
Aldi hanya mengangguk-anggukan
kepalanya sambil sambil tersenyum menahan tawanya.
Kalau Alin lagi kesal, ternyata lucu juga, ya!, batin Aldi.
~~~~~~~~
Hari ini, café ‘Dream High’
sedang tutup. Tidak biasa-biasanya kafé milik Dessy-maksudnya punya ortunya-ini
tutup. Biasanya selalu buka setiap hari, termasuk hari minggu, atau baru tutup
saat hari libur besar. Nah, sekarang kan hari selasa, lagi gak ada acara hari libur besar
dikalender, kok bisa tutup, ya?
“Mas, kok kafenya gak buka?”tanya
Bintang pada lelaki paruh baya yang kebetulan sedang lewat.
“Oh Pak Wawan sama Bu Fitri,
mereka baru aja pergi. Katanya, mereka mau pergi ke Bandung”jawabnya.
Bintang mengangguk,”Kalau
begitu, terima kasih, pak”
“Sama-sama”sahut orsng itu
sambil berlalu.
Bintang berdiri di depan pintu
masuk kafe. Ia terlihat ragu. Setelah lama ia berdiri disitu, ia memutuskan
untuk pergi.
“BINTANG”Dessy berlari mengejar
Bintang yang sudah pergi jauh. Ia tadi melihat Bintang baru saja pergi dengan
motornya. Tapi, saat ia ingin menghampirinya, Bintang sudah pergi jauh. Seperti
bintang dilangit yang semakin tinggi hingga tak mungkin bisa
menggapainya(llleebbbbbbbbbbbayyyyy).
“Bintang kenapa kesini, ya?”tanya
Cika yang ada dibelakang Dessy.
Dessy menggeleng. Ia sendiri
kelihatan bingung.
“Tadi, ngapain Dessy ngejer
Bintang, ya?”
Dessy terdiam. Ia tidak tahu
harus menjawab apa. Yang pasti, wajah Dessy langsung berubah malu.
“Jangan-jangan, Dessy naksir
Bintang, ya?”goda Cika.
Dessy menggeleng cepat. “NO!!!”
~~~~~~~~