Rabu, 30 Mei 2012

GUARDIAN ANGEL (15)


LAUGH OR CRY? SAD OR SMILE? (́_̀) ~ (◦ˆˆ◦)


 Alin melompat turun dari panggung dan menyeruak ke dalam keramaian. Saat ia sudah berada di tengah-tengah keramaian, sepasang tangan tiba-tiba menutup kedua matanya, membuat Alin penasaran.
“Siapa ini?”. Namun, tiba-tiba ia mengeluarkan evil smilenya.
“Aww…” rintih cowok itu. ia spontan melepaskan tangannya.
“Hahaha… ternyata kamu datang juga, Fakhri”
Fakhri tersenyum,”Tentu saja! Bukankah aku sudah janji”
“Masa’, sih?” tanya Alin ragu. Kemudian mereka tertawa bersama.

~~~~~~~~
Devi sesekali membuka matanya secara diam-diam. Ia hanya ingin memastikan apakah Bagas masih ada bersamanya atau tidak. Bisa ia lihat Bagas sedang sibuk merawatnya. Padahal, ia hanya pura-pura pingsan. Rasanya ia ingin berteriak saat itu juga saat Alin menyuruh Bagas untuk merawatnya.
“Hei, kamu!” Alin menunjuk ke arah Bagas.
Devi membuka matanya sedikit. Bisa ia lihat kalau Alin menyuruh Bagas, bukan Reza. Itu membuatnya cukup senang dengan pemikiran Alin.
“Aku?” tanyanya tak percaya. Alin mengangguk cepat. Devi sedikit geram.
 “Tolong bawa dia ke UKS, ya! Aku benar-benar minta tolong” pinta Alin dengan nada memohon. Ia mengangguk cepat, membuat Devi cepat-cepat mentup matanya dan pura-pura pingsan. Kemudian, Bagas menggendongnya hingga ke UKS.

“Ah, apa kakak sudah sadar?” tanyanya dengan nada khawatir. Ternyata, tanpa sadar ia membuka matanya. Padahal, ia masih ingin disini bersama Bagas.
“I… iya…”
“Baguslah kalau begitu” kata Bagas lega. Devi tersenyum canggung.
Devi segera bangkit dari ranjang, namun ia kembali terbaring.
“Uhukkk… uhuukkk…” Devi terbatuk, membuat Bagas menjadi khawatir.
“Kakak baik-baik saja?” ia segera memeriksa dahi Devi, membuat rasa pusing di kepalanya hilang begitu saja.
Devi mengangguk pelan,“Agak panas, sih! Tapi…”
“Devi, kamu baik-baik saja?” tanya Rahma dengan nada khawatir.
Wajah Devi langsung berubah cemberut. “YA!!!” jawabnya ketus.
Rahma tampak sedang menahan tawanya melihat tingkah Devi. Namun, Vivi, Riri, Cika dan Dessy tidak mengetahuinya.
“Mmm… mungkin lebih baik aku keluar saja” kata Bagas tiba-tiba. Vivi, Riri, Cika dan Dessy yang tadi tidak menyadari keberadaan Bagas sedikit terkejut.
“Iya! Terima kasih sudah mau menjaga Devi” ucap Cika.
“Sama-sama, kak” balas Bagas sambil berjalan keluar dari ruang UKS.
“Apa tadi kami mengganggu?” tanya Vivi ragu. Devi menggeleng cepat.
“Tentu saja tidak. Oh ya, apakah pengumuman lombanya sudah di umumkam?” Devi segera mengalihkan topik. Ia tidak mau teman-temannya itu curiga.
Dessy menepik dahinya pelan,“Hampir saja lupa! Ayo, cepat! Sebentar lagi pengumuman lomba”.
Yang lain mengangguk sambil berjalan keluar dari UKS.

~~~~~~~~
Devi, Vivi, Rahma, Dessy, Cika dan Riri baru saja tiba di panggung menyanyi, dimana berbagai macam lomba malam ini di umumkan.
“Bagaimana? Apakah kita menang?” tanya Riri to the point.
“Tentu saja! Lomba baca puisi juara 1, drama juara 2, dance juara 2, menyanyi solo juara 3. Tinggal 1 lagi yang kita belum, yaitu lomba band” ujar Sasha.
“Nah, saat-saat yang paling ditunggu sudah tiba. Ini saatnya kita mengumumkan pemenang lomaba terkhir, yaitu band…” ujar pembawa acara itu dengan semangat.
Orang-orang bertepuk tangan, menambah panas suasanan acara.
“Baiklah, berhubung malam semakin larut, para tamu mungkin sudah ada yang mengantuk, kita akan langsung pada intinya. Baiklah, kita akan mengumumkan dari juara ke-3”
Alin menggenggam tangan Devi erat. Jantungnya berdetak tak menentu. Begitu juga dengan Aldi dan Reza. Devi juga jadi ikutan deg-degan.
“Juara ketiga… dimenangkan oleh… XI… F”
Bisa dilihat ekspresi wajah dari kelas XI A kecewa.
“Tenang saja. Masih ada juara 2 dan 1” hibur Satria, membuat yang lain menaruh sedikit harapan.
“Juara kedua… di menangkan oleh… XI… C”.
Kelas XI A kembali menampakan wajah kecewa. Mereka menjadi tidak yakin kalau mereka menjadi pemenang.
“Dan kelas yang menjadi pemenang malam ini dalam lomba band adalah… XI… XI apa kira-kira…”.
“XI B…”
“XI A…”
“XI D…”
“XI E…”
“Hohoho… malam yang semakin dingin ini ternyata berubah menjadi semakin panas. Baiklah, daripada kalian menunggu terlalu lama, lebih baik kita umumkan saja para juara kita. Juara pertama lomba band, diraih oleh… XI… B”
Semua murid dari kelas XI B berteriak senang. Sedangkan, kelas XI A menampakkan wajah kecewa.
“Ini semua gara-gara aku. Kalian kan tahu kalau suaraku jelek” ujar Alin kecewa.
“Enggak, kok! Siapa bilang suaramu jelek. Justru suaramu bagus, kok! Tapi, agak, sih!” hibur Fakhri.
“Iya… iya… suaramu agak bagus. Walaupun awalnya terdengar sangat fals” puji Aldi, walaupun terdengar seperti sindiran.
Namun, seorang juri mengahampiri pembawa acara sambil memberikan selembar kertas pada pembawa acara.
“Sorry, guys! Ternyata tadi terjadi kesalahan teknis” kata pembawa acara itu saat juri tadi sudah pergi. “Oke, kita lanjutkan, ya! Sorry banget buat si juara 2 dan 3. Karena ada kesalahan dalam menghitung hasil akhir tadi, ada 1 kelas yang masuk jadi juara dan 1 kelas harus tersingkir dari posisi juara. Untuk juara pertama, tetap kelas XI B. Dan untuk juara kedua, dimenangkan oleh… XI F”
Kelas XI B dan F bersorak gembira karena menjadi pemenang.
“Dan untuk juara ketiga… dari kelas yang tidak di duga-duga, yaitu… XI… A”
“Yeeaahhh” semua murid kelas XI A dan juga Fakhri meloncat dengan gembira. Walaupun mereka juara 3, yang penting kerja keras mereka membuahkan hasil.
“Selamat, ya, untuk para pemenang lomba-lomba. Dan bagi yang tidak mendapat juara, jangan berkecil hati. Mungkin ini langkah kalian untuk menjadi yang lebih baik. Baiklah kalau begitu, sekarang nikmati lagu penutup dari band ‘Ungu’. Semoga kalian terhibur dari yang dibawa mereka. Selamat malam, dan sampai jumpa”.
Lagu Ungu yang berjudul ‘Percaya Padaku’ mulai mengalun indah. Alin tampak heran melihat Devi tertawa sendiri dari tadi.
“Ada apa, Dev? Apa terjadi sesuatu?” tanya Alin.
Devi mengangguk cepat,”Ya! Terjadi sesuatu yang sangat mendebarkan”
“Apa itu?” tanya Alin penasaran. Devi hanya mengarahkan pandangannya ke arah XI B, membuat Alin ikut melihat ke arah XI B.
“Si Vina, mana? Perasaan tadi dia ada, deh!” kata Alin bingung. Namun, Alin terpekik,”Hah? Jangan bilang kalau Vina pergi sama Reza! Atau… Hah? Benarkah?”
Devi mengangguk cepat.
“Kalau begitu, ayo! Jangan sampai kita ketinggalan adegan-adegan yang seru” kata Alin sambil menarik Devi pergi ke suatu tempat.

~~~~~~~~
Reza menarik tangan Vina hingga mereka berada di tempat yang sepi dan tidak banyak orang yang berlalu lalang. Vina tampak sedang berusaha melepas tangannya dari cengkraman Reza.
“Lepasin!!!”perintah Vina dengan nada membentak. Reza pun melepaskan tangan Vina dengan kasar.
“Ada apa, sih?”tanya Vina to the point.
Reza mendesah,”Sudah berapa kali aku bilang, jangan pernah mengganggu mereka. Mereka tidak bersalah sedikit pun”jelas Reza.
Alin dan Devi yang tampak asyik melihat mereka sambil membawa popcorn terkejut mendengar perkataan Reza.
“Benarkah apa yang dikatakan Reza tadi?” tanya Alin setengah tidak percaya. Ia juga tidak sadar kalau Devi sudah banyak mengambil jatah popcornnya.
“Siapa yang gangguin mereka?”ucap Vina dengan nada sewot.
Ingin rasanya Devi kesana, kemudian menjambak-jambak rambutnya. Namun, Alin segera mencegahnya. Mereka sedang mengintip. Kalau ketahuan, bisa gawat nantinya. Ujung-ujungnya, mereka juga yang bakal dihajar kelompok Vina cs.
“Tadi aku lihat sendiri, kok, kalau Voni sengaja membuat Devi tersandung dan kamu dengan sengaja mendorongnya jatuh kekolam renang. Kamu juga tahu, kan, kalau Devi tidak bisa berenang”ujar Reza panjang lebar tanpa berhenti.
Alin dan Devi ternganga mendengarnya. Apalagi Vina.
“Damn!!!” kesabaran Devi sudah mencapai puncaknya. Antara terkejut, panik dan takut, Alin tetap berusaha menenangkan Devi.
“Sabar, Dev!”hibur Alin.
Vina tertunduk membisu. Sepertinya apa yang dikatakan Reza tadi benar.
“Maaf…”kata Reza memecah kesunyian.”Untuk saat ini kita break dulu” Reza berlalu meninggalkan Vina sendiri.
Tawa Devi memecah. Terdengar seperti tawa kuntilanak, membuat Vina merinding mendengarnya.
“Ada orang tidak?”tanya Vina takut-takut. Devi benar-benar tidak bisa lagi menahan tawanya. Namun, dengan cepat Alin membekap mulut Devi.
Vina melangkah perlahan-lahan meninggalkan tempat itu, kemudian berlari sekuat tenaga sambil berteriak ketakutan.
“Hahahaha….”tawa Devi dan Alin bersamaan. Sepertinya, malam ini adalah malam yang indah buat mereka.

~~~~~~~~
Sekolah Garuda Internasional berubah menjadi sepi dan dingin. Semua orang sudah banyak yang pulang kerumah. Aldi jalan sempoyongan menuju mobil Reza.
“Alin, Devi, kalian duduk di depan, ya! Gue mau tidur di belakang” Aldi membuka pintu mobil, kemudian menutupnya.
“Mmm… kalian pulang duluan, ya! Aku pulang bareng Fakhri”ujar Alin.
“Yaaa….”Devi kecewa. Ini seperti sudah di rencanakan. Tapi, mau bagaimana lagi. Semua orang sudah pada pulang. Hanya ada dirinya, Alin, Fakhri, Aldi dan Reza. Tidak mungkin ia menyuruh mama atau kakaknya yang menjemput. Bisa-bisa ia bakalan di amuk sejalan-jalan.
Devi segera masuk kedalam mobil Reza. Begitu juga dengan Reza. Selama di perjalanan, mereka berdua hanya diam. Tiba-tiba, Devi teringat wajah Vina yang kecewa dan ketakutan tadi. Spontan ia tertawa, membuat Reza yang mendengarnya menyerngit bingung.
“Kenapa loe ketawa sendiri? Kerasukan hantu di kolam tadi, ya?”kata Reza asal.
Devi menghentikan tawanya mendengar komentar Reza.
“Yeee… enak aja kalau ngomong. Gue ketawa karena ada sebabnya”
“Ah, masa’?”tanya Reza tak percaya. Reza menyentuh dahi Devi membuat Devi terkejut saat merasakan dinginnya tangan Reza.
“Tuh kan… panas! Sakit kali loe?”
Devi terdiam. Tidak ingin berkomentar apa-apa. Saat mengantar Aldi pulang pun mereka tetap diam.
Sesampainya di rumah Devi, ia menyuruh Reza turun. Walaupun bingung, tapi Reza tetap melakukannya. Ia turun dari mobil, kemudian sesuatu melayang kearahnya membuat Reza sedikit terkejut.
“Pakai tuh, jas! Walaupun gak bagus-bagus amat, setidaknya masih layak pakai” cerocos Devi. Reza bengong sebentar.
“Makasih, ya”ucap Reza tulus, namun dibalas tatapan dingin dari Devi.
“Jangan salah paham! Itu sebagai balas budi karena tadi kamu nolongin aku. Daripada kamu sakit dengan alasan menolongku, mending aku buat kamu menjadi tidak sakit. Aku terlalu malas untuk mendengar alasan-alasan yang tidak penting karena aku”jelas Devi panjang lebar. Kemudian, ia segera melangkah masuk kedalam rumah. “Pulang sana! Udah malam” usir Devi. Ia pun menutup pintu rumahnya, tidak peduli bagaimana reaksi-reaksi Reza selanjutnya. Yang penting ia mau tidur.
“Terima kasih”ucap Reza tulus walaupun ia tidak yakin Devi mendengarnya.

~~~~~~~~
Pagi-pagi, seperti biasanya, Dessy datang sekolah. Baru saja ia melangkah masuk kedalam kelas, ia sudah di kejutkan oleh tampang menyeramkan Rahma.
“Ada apa, Rahma? Kenapa pagi-pagi udah buat orang takut, sih?”
Rahma menggeleng pelan. Matanya sembap. Masih ada sisa-sisa air mata di sekitar matanya.
Tak lama, Alin datang dengan wajah muram. Dessy menggelengkan kepalanya. Pagi-pagi ia sudah harus melihat wajah-wajah suram teman-temannya. Bagaikan mereka tak punya masa depan yang bagus.
“Ada apa, Des?”tanya Devi mengejutkan Dessy. Dessy mengelus-elus dadanya.
“Dasar, bikin kaget orang aja. Jangan tiba-tiba, dong!”protes Dessy.
“Maaf, maaf, gak bermaksud bikin kaget. Tapi, niat sih ada”cengir Devi disambut sebuah pukulan dari Dessy.
“Udah, deh! Jangan iseng pagi-pagi. Mending tanya saja sendiri ama mereka berdua. Jangan pasang muka muram. Seram, tau!”ujar Dessy.
Devi menggelengkan kepalanya. Pusing, gara-gara tercebur kedalam kolam renang kemarin malam. Pusing, melihat teman-temannya pada sedih.
“Rahma, Alin, ada apa? Apa yang terjadi pada kalian?”tanya Devi pelan. Mereka berdua menggeleng kompak. “Ck, jangan geleng-geleng, aja! Udah, deh, kasih tahu aja masalah kalian. Siapa tau kami bisa membantu”ujar Devi geram.
Alin dan Rahma saling berpandangan. Kemudian, mereka mengangguk kompak.
“Coba baca” Rahma memberikan hp-nya pada Devi. Dessy dan Alin tampak penasaran dan ikut membaca. Mata mereka membulat setelah mereka selesai membaca sms itu.
“Rahma, ini bohongkan?”tanya Dessy tidak percaya. Rahma mengangguk.
“Rahma, apa benar pacarmu kecelakaan semalam dan dia sedang sekarat?” Alin terlihat tidak percaya.
Air mata Alin sudah menunpuk disudut matanya. Rahma kembali mengangguk. Alin segera berlari memeluk Rahma dan menangis dipelukannya.
“Yang sabar ya, Rahma. Mungkin ada hikmak dibalik semua ini”hibur  Dessy.
“Iya”balas Rahma singkat.
“Lalu, apa masalahmu?” tanya Dessy pada Alin, membuat Alin terbungkam.
“Akan kuceritakan nanti”

~~~~~~~~
Mereka bertujuh, Alin, Dessy, Devi, Cika, Vivi, Riri dan Rahma, sedang asyik jalan-jalan di mall. Mereka sedang asyik memilih dan melihat berbagai barang mulai dari baju, sepatu, tas, kacamata, aksesoris, dan juga makanan-makanan mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Tujuan mereka shoping hari ini untuk menghilangkan rasa stress. Rahma dan Alin sedang sedih hari ini. Makanya, Cika berinisiatif mengajak mereka shoping.
“Eh, lihat nih! Lucu, kan?” komentar Devi pada sebuah kalung yang bertuliskan huruf inisial namanya. Alin tertawa pelan.
“Alaa… aku tau kok kamu tuh  just look, doang! Hahaha…”ujar Alin disambut sebuah jitakan dari Devi.
“Nanti aku beli, kok! Kalau ada uangnya, sih”kata Devi malu-malu. Ia meletakkan kembali barang yang ia lihat tadi ketempatnya. Mereka kemudian beranjak dari toko aksesoris ke tempat permainan.
“Des, kesitu, yuk!” Alin menunjuk ketempat permainan basket yang berada di sudut ruangan itu.
“Ayo” Dessy segera menarik tangan Alin dan Cika ketempat situ.
“Kita kesana aja, yuk!” ajak Devi pada Rahma. Kemudian ia menarik Rahma ketempat permainan balap-balapan.
“Eh, habis main ini, kita kesana juga, ya”pinta Dessy. Alin dan Cika mengangguk senang. Kemudian mereka berlima berlari mengelilingi seluruh ruangan, mencoba satu-persatu permainan disana. Vivi dan Riri hanya menggelengkan kepala mereka melihat tingkah teman-teman mereka itu.
“Riri tidak ikut?”tanya Vivi. Riri menggeleng pelan. Vivi mengangguk tanda mengerti. Ia tahu bagaimana sifat Riri. Pendiam, berbicara saat perlu pada orang lain. Tidak terlalu suka keramaian. Tapi, kadang dia orangnya asyik diajak bercanda. Kadang, ia sering kebanyakan bicara. Intinya, Riri orangnya susah ditebak.
“Kamu sendiri?”Riri menanya balik.
“Hehe… lagi malas aja” jawab Vivi. Kemudian ia melihat teman-temannya menghampiri mereka berdua.
“Udah selesai mainnya?”tanya Riri.
“Belum puas, sih! Tapi udah capek. Lapar, lagi! Kita makan, yuk!”ajak Alin dengan manjanya. Yang lain mengangguk tanda setuju. Tampak sekali diwajah mereka kalau mereka sudah lelah.Kebetulan sekali, mereka juga belum makan dari tadi siang.
Sesampai di ‘Dream High Caffe’, yang sekarang menjadi tempat nongkrong mereka, Alin langsung memesan 2 porsi mie ayam~waduh, rakus amat~.
“Lapar banget, cuy!”komentarnya. yang lain hanya menggelengkan kepala mereka melihat tingkah teman mereka yang satu ini.
Saat makanan yang mereka pesan datang, mereka langsung melahap makanan mereka masing-masing dengan rakusnya.
Alin telah menghabiskan semua makanannya dengan cepat. Padahal, teman-temannya yang lain baru memakan setengahnya. Vivi yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya dari Alin kepintu masuk ke kafe. Ada sepasang kekasih yang baru masuk kedalam kafe itu, membuat Vivi membulatkan matanya.
“Tomy?”gumam Vivi pelan. Namun tidak untuk Alin. Alin yang tampak penasaran melihat kearah yang Vivi maksud. Kemudian ia mengangguk-angguk tidak jelas.
“Teman-teman, aku ke toilet dulu, ya”kata Alin kemudian berjalan kearah toilet. Namun, ia sedikit menyimpang. Ia berjalan kearah sepasang kekasih. Kebetulan sekali ada seorang pelayan di dekatnya. Diam-diam ia memasang kakinya, membuat pelayan itu terjatuh. Makanan dan minuman yang ia bawa tadi tepat mengenai sepasang kekasih itu. Alin tertawa pelan. Seluruh pengunjung yang datang menoleh kearah mereka. Dengan cepat Alin membantu pelayan itu berdiri. Kemudian membersihkan pakaian cewek itu yang sedang memarahi pelayan itu.
“Hei, mengapa kamu membuat pakaianku semakin kotor, HAH!!!”bentak cewek itu pada Alin, membuat jantung Alin hampir copot mendengarnya.
“Maaf, tapi aku hanya ingin membantumu”ujar Alin dengan wajah polosnya.
Cewek tadi berusaha menjambak rambut Alin, namun dicegah oleh cowok yang pergi bersamanya. Kemudian, cowok itu mengedarkan pandangannya keseluruh isi kafe. Mata cowok itu bertemu pandang dengan Vivi yang sedang menatapnya tajam.
“Sayang, ayo kita segera pergi dari sini” ajak cowok itu. Namun terlambat. Vivi sudah berada di depan mereka.
“Sayang, siapa perempuan ganjen yang ada di sampingmu itu?”Vivi memamerkan senyum palsunya. Terlihat sekali cowok itu salah tingkah.
“Sayang, kamu kenal dia? Mengapa dia memanggilmu dengan sebutan sayang?” tanya cewek itu penasaran. Sepertinya semakin seru saja.
“Mmm…” sepertinya Tomy~Alin menebak cowok itulah Tomy yang dimaksudkan Vivi tadi~terlihat panik.
“Apakah kamu pacarnya?”tanya Vivi pada cewek ganjen itu.
“Tentu”jawab cewek itu penuh percaya diri.
‘Plak’ satu tamparan mendarat bebas di pipi kiri Tomy. Semua orang terpana melihatnya, termasuk Alin. Belum puas dengan tamparan tadi, Alin mengambil gelas berisi kopi yang ada di meja yang paling dekatnya padanya, kemudian mengguyurnya dengan kopi itu. kemudian kembali menampar di pipi kanannya.
“Mulai sekarang kita ‘PUTUS’” kata Vivi dengan menekankan kata putus. Kemudian Vivi kembali ketempat duduknya diikuti dengan Alin.
Sepertinya kesialan Tomy tidak berhenti sampai disitu. Cewek yang bersamanya pun kini menampar keduan pipi Tomy sekuat tenaga. Kemudian mengguyurnya dengan air, melemparnya dengan sisa-sisa makanan, dan meninggalkannya sendirian disitu. Tomy hanya bengong. Tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, ia mengejar cewek ganjen itu.
“Huh, dramatis sekali ceritanya”komentar Devi.
“Aahh… kamu gak bilang kalau mau menamparnya. Kalau kamu bilang, aku pasti akan membantumu”tambah Rahma, namun disambut pelototan dari Cika.  
“Jangan ditahan, Vi! Kalau kamu ingin menangis, menangislah. Tak ada yang melarangmu”ucap Alin saat melihat mata Vivi sudah berkaca-kaca.
Mendengar itu, Air mata Vivi langsung jatuh tanpa bisa terbendung lagi. Dessy segera memeluk Vivi sambil berusaha menghiburnya.
“Yang sabar, Vi! Mungkin dibalik semua ini ada hikmah yang tersembunyi”hibur Dessy. Kemudian, Dessy menatap Alin yang duduk tepat di depannya. “Buat kamu, terimakasih ya, sudah membuat kekacauan di kafe ini”
“Hehe… sama-sama”ucap Alin malu-malu sambil cengar-cengir.

~~~~~~~~
Seperti biasa, kicau burung bernyanyi menyambut datangnya sang mentari. Alin melangkah masuk kedalam kelasnya. Setelah kejadian kemarin, Vivi menjadi pendiam. Dessy dan yang lain pun menjadi pendiam. Tak ada yang menegurnya saat ia masuk ke kelas. Bukan hanya teman-temannya, tapi semua orang yang ada di kelasnya benar-benar tidak peduli dengan kehadirannya.
Sampai jam pulang sekolah pun tak ada yang menegurnya. Kalau Alin mencoba mendekati mereka, mereka semua menjauh. Terlihat sekali diwajah Alin kalau ia begitu sedih, namun ia mencoba untuk tersenyum.
“Alin”panggil Bintang, membuat Alin kaget mendengarnya. Bintang adalah orang pertama yang mengajaknya berbicara hari ini.
“Ada apa?”tanya Alin, berusaha menahan rasa gembiranya.
“Mmm… ada sesuatu. Kamu harus ikut sekarang” kata Bintang.
“Kemana?” firast buruk menghampirinya.
“Ke… ke rumah… sakit”

~~~~~~~~

Minggu, 20 Mei 2012

GUARDIAN ANGEL (14)


♫..♪ LIFE WITH THE MUSIC ♪..♫ 


“Kok… Kamu bisa ada disini?” tanya Devi saat melihat Reza dan Aldi datang dengan membawa peralatan musik mereka yang sepertinya di bawa dari rumah Alin.
“Buat latihan. Kan, besok kita udah mau tampil. Jadi, hari ini kita harus latihan sambil menghibur mereka” jelas Reza sambil melirik anak jalanan itu.
Devi memutar bola matanya malas. Ingin rasanya ia pergi dari situ. Tapi, apa boleh buat. Demi besok, ia terpaksa latihan.
“Oke, tolong masukkan barang-barang itu kedalam. Devi, ikut aku kedalam. Mmm… Dessy, mana yang lainnya?” cerocos Alin tanpa henti.
“Kata mereka sebentar lagi sampai. Oh, ya, aku bantu mang Ujang dulu bawa makanan, ya” ujar Dessy disambut  anggukan oleh Alin.

~~~~~~~~
“Oke, kalian semua sudah siap?” tanya Reza dengan penuh semangat. Aldi, Alin dan Devi mengangguk serempak. “Baiklah, kalau begitu, kita mulai. 1… 2… 3… Go!”
Intro musik ‘Laskar Pelangi’ mulai mengalun indah. Para anggota 7 AppLe dan anak-anak jalanan mulai menari diantara rumput-rumput liar yang tinggi. Yah, mereka membuat konser kecil-kecilan di tengah padang rumput tinggi yang luas tak jauh dari pemukiman kumuh itu. Devi mulai mengangkat mikenya dan bersiap untuk menyanyi.

Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia
pahamilah tanpa lelah
sampai engkau meraihnya

laskar pelangi
takkan terikat waktu
bebaskan mimpimu di angkasa
raih bintang di jiwa

menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersyukurlah pada Yang kuasa
cinta kita di dunia selamanya

cinta kepada hidup
memberikan senyuman abadi
walau hidup kadang tak adil
tapi cinta lengkapi kita

lalalalaaaaa…. haaa ha haaaaa

laskar pelangi takkan terikat waktu
jangan berhenti mewarnai jutaan mimpi di bumi

menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersyukurlah pada Yang kuasa
cinta kita di dunia selamanya

laskar pelangi
takkan terikat waktu

“Plok… plok… plok…” tepuk tangan riuh mewarnai suasana konser kecil-kecilan ini. Sebuah senyuman menghiasi bibir mereka, termasuk Devi. Entah mengapa masalahnya yang tadi terjadi, kini semuanya menghilang entah kemana. Begitu juga dengan Vivi. Sedari tadi ia selalu tersenyum. Cika, Riri dan Dessy bahkan menjadi ngeri sendiri melihat sikap Vivi seperti itu. namun, berbeda dengan Alin yang tadi baru saja tertawa sambil ber-Hi five ria dengan Reza dan Aldi, kini wajahnya berubah menjadi pucat. Tidak ada yang tahu perubahan Alin yang seperti itu, hanya Gio yang tahu karena ia tadi sekilas melihat perubahan Alin. Tanpa mengundang kecurigaan yang lain, ia segera menghampiri Alin dan berbisik pelan.
“Kakak sakit, ya? Wajah kakak pucat sekali” katanya khawatir. Suaranya hampir tidak terdengar karena suasana yang berisik. Namun, Alin tahu apa yang Gio katakan tadi.
“Kakak tidak apa-apa. Hanya saja, kakak tadi kurang makan, makanya wajah kakak pucat. Mmm… kakak harus pulang sekarang, ya. Soalnya kakak buru-buru. Tolong bilang sama teman kakak yang lain, ya” ujar Alin dan langsung beranjak pergi.
“Alin mau kemana, Gio?” tanya Aldi. Ternyata sedari tadi ia memperhatikan Alin.
Gio mengangkat bahunya tidak tahu. “Sepertinya Kak Alin mau pulang”. Aldi mengangguk tanda mengerti.

~~~~~~~~
Alin terus berlari sampai ia tiba di depan gerbang rumahnya. Supirnya tadi harus menjemput papanya di bandara, jadi ia terpaksa harus jalan kaki atau lebih tepatnya lari supaya sebelum papanya sampai dirumah, ia harus lebih dulu tiba dirumah. Ia berhenti sebentar didepan gerbang rumahnya. Sepi. Berarti papanya belum sampai dirumah. Dengan cepat ia membuka pintu gerbang, lalu masuk kerumahnya.
“Hufft, untung aku tiba dengan cepat” kata Alin saat ia berada di kamarnya. Ia duduk di atas tempat tidurnya sambil mengatur nafasnya sebentar, lalu mengganti pakaiannya. Tak lama, papanya sampai dirumah tepat. Ia segera membuka pintu depan dan menyambut kepulangan papanya.
“Assalamualaikum” ucap papanya saat Alin sudah membuka pintu.
“Wa’alaikumsalam” balas Alin seraya mencium tangan papanya.
“Lihat papa mengajak siapa?” kata papanya tiba-tiba. Semenjak kecelakaan itu, hubungan Alin dan papanya jadi membaik. Walaupun membaik, tetapi papanya tetap tidak mengizinkan Alin bermain dengan anak jalanan itu. supirnya pun sudah ia suruh tutup mulut. Makanya, ia harus cepat-cepat pulang supaya papanya tidak curiga.
“Siapa, pa?” tanya Alin penasaran. Ini bukanlah sikap papanya yang biasa.
“Lihat saja” papa Alin segera berjalan masuk kedalam rumah, sehingga Alin bisa melihat siapa orang yang dimaksud papanya.
“Dedek?” pekik Alin. Bintang hanya tersenyum manis pada Alin. “Om dan tante juga ada disini?” tambah Alin saat ia melihat orangtua Bintang.
“Iya, Lin. Tapi, om dan tante tidak bisa berlama-lama disini” kata Papa Bintang.
“Kenapa, om?” tanya Alin dengan nada kecewa.
 “Suruh masuk dulu Om dan tante. Tidak baik bicara di pintu” perintah papanya.
Alin mengangguk malu. “Bagaimana bisa aku berlaku tidak sopan seperti ini?” batin Alin. Lalu, ia mempersilahkan Bintang dan kedua orangtuanya masuk dan duduk.
“Oh, ya Alin, bisakah kamu ajak Bintang ngobrol?” tanya mamanya Bintang.
“Tentu saja, tante” kata Alin sama sekali tidak keberatan. Ia memberi aba-aba pada Bintang untuk mengikutinya. Bintang segera mengikuti Alin setelah ia pamit dengan papa Alin dan kedua orangtuanya.

“Ceritakan padaku apa tujuanmu sebenarnya?” tanya Alin to the point saat mereka sudah berada di balkon kamar Alin. Bintang hanya tersenyum pada Alin membuat Alin gemas melihatnya. “Hey, aku tidak butuh senyumanmu. Yang aku butuh itu alasanmu” ujar Alin dengan nada galak.
“Emm… sebenarnya, orangtuaku …” Bintang menggantungkan kata-katanya membuat Alin penasaran.
“Cepat, kasih tau aku. Jangan sok jadi Mr.Mysterious gitu!” ujar Alin geram.
“Sebenarnya, orangtuaku …” Bintang berusaha menahan tawanya saat melihat wajah Alin yang sangat penasaran. Namun, Alin memelototinya dengan garang. “...sebenarnya, orangtuaku berniat untuk menyuruhku menginap disini”.
Mendengar itu, Alin langsung memasang tampang bete. “Malas, ah! Jangan bilang kamu juga bakalan tidur dikamarku?” tanya Alin cepat, walaupun ia sudah tahu jawaban apa yang akan dia dengar hanya dengan melihat ekspresi wajah Bintang.
Bintang terkekeh,”Hebat, kau bisa tahu apa yang ada pikiranku”.
Dengan cepat Alin menjitak kepala Bintang dengan kuat. Baginya, tidur sekamar dengan Bintang cukup membuatnya menderita. Terakhir kali ia tidur sekamar dengan waktu ia kelas 1 SMP. Waktu itu, orangtua Bintang pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan, sehingga Bintang hanya sendirian saja dirumah. Karena orangtuanya tidak mau anaknya sendirian dirumah, akhirnya mereka menitipkannya dirumah Alin.
“Apa tidur denganku membuatmu menderita?” tanya Bintang yang sepertinya tahu apa yang ada dipikiran Alin.
“Tentu saja! Kalau tidur, Dedek paling tidak bisa diam. Terus, tidurnya suka ngorok, sering ngigau, terus….”
“Stop, stop, stop! Oke, aku akui kebiasaan tidurku itu…” potong Bintang sebelum Alin sempat membocorkan kebiasaan-kebiasaan anehnya yang lain. “Tapi, itu kan dulu. Sekarang, gak lagi, kok”ujar Bintang.
“Oh, ya?” Alin terlihat ragu dengan pernyataan Bintang.
“Beneran, kok!” kata Bintang berusaha meyakinkan Alin.
“Baiklah, sebagai gantinya kamu harus ikut aku kesuatu tempat”
“Kemana?” Bintang tampak penasaran.
“Nanti kamu juga tahu”

~~~~~~~~
Rahma sampai dirumahnya tepat saat adzan maghrib terdengar. Ia terlihat lega saat ia sudah sampai di depan rumahnya. Tetapi, wajahnya kembali menegang saat melihat ibunya yang membuka pintu dengan ekspresi wajah yang sangat menakutkan baginya.
“Darimana saja kamu, Rahma? Mengapa jam segini kamu baru pulang?” tanya ibunya memulai interogasi. Rahma sudah memperkirakan hal ini akan terjadi sebelumnya. Tetapi, ia tidak tahu kalau ibunya akan semarah ini padanya.
“Maaf, bu, tadi Rahma ada tugas sekolah mendadak. Rahma tidak bisa meninggalkannya. Jadi, Rahma pulangnya agak telat” kata Rahma bohong sambil menunduk. Ia terlalu takut melihat ekspresi wajah ibunya yang sedang memarahinya.
“Kalau pulang telat, kenapa tidak telepon atau sms?” tanya Ibunya lagi.
“Tadi handphone Rahma lowbat. Jadi, gak bisa nelpon atau sms” jawabnya jujur.
“Memangnya, kamu tidak bisa pinjam punya temanmu?”. Pertanyaan ibunya membuat Rahma terdiam.
‘Mengapa hal itu tidak terpikirkan olehku sebelumnya?’,batinnya.
Ibu Rahma memandangnya curiga. “Kenapa tidak jawab?” bentak ibunya.
“Maaf, bu. Tapi, hp teman Rahma juga lowbat” ujar Rahma. ‘Alasan yang cukup bagus’, batinnya lagi.
“Baiklah…” kata ibu Rahma akhirnya “…hari ini ibu maafkan. Tapi, kalau ini terulang lagi, ibu tidak akan segan-segan menghukummu”
“Sip, bu!” kata Rahma senang sambil menyalami ibunya, lalu masuk kedalam.

~~~~~~~~
Alin dan Bintang berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang tampak sepi dan gelap malam hari. Ternyata, tidak terlalu banyak orang yang menjenguk pada malam hari. Alin tidak bisa lagi menahan tawanya melihat tingkah Bintang. Dari mereka turun dari mobil Alin sampai mereka hampir masuk ke ruang tempat Fakhri dirawat, Bintang tak pernah sedetik pun melepaskan tangan Alin. Maklum, yang ia tahu dari kecil Bintang sangat takut dengan gelap. Entah apa yang ditakutkan Bintang dengan gelap.
“Apakah kamu mentertawaiku?” tanya Bintang sambil memasang tampang bete.
“Hahaha… kok tau? Dukun, ya?” goda Alin. Ia masih tetap tertawa.
“Dinda, udah deh, gak usah ketawa” kata Bintang dengan nada memohon. Alin pun diam, sambil melirik tangannya yang sedang di pegang Bintang.
“Sampai kapan kamu mau memegang tanganku? Sakit tau! Lagipula, malu dilihat orang” ujar Alin. Bintang menatap Alin sebal sambil melepaskan tangan Alin.
“Yuk, masuk!”. Alin membuka pintu kamar Fakhri. Ruangan itu tampak sepi dan gelap. Melihat suasana didalam, Bintang menjadi merinding dan spontan memegang tangan Alin. Dengan cepat Alin memelototi Bintang yang kemudian kembali melepaskan tangan Alin.
“Please, deh! Jadi cowok itu jangan penakut” nasihat Alin. Bintang kembali memasang tampag bete pada Alin.
“Cklekk…” bunyi lampu dihidupkan. Alin dan Bintang spontan menoleh kearah pintu. Mata Alin berusaha beradaptasi pada cahaya yang masuk kematanya.
“Alin, sedang apa kamu disini?” tanya cowok yang tadi menyalakan lampu.
Alin membuka matanya. Hanya dari suaranya pun ia sudah tahu siapa orang yang ada di depannya itu.
“Fakhri, kok kamu disitu, bukannya istirahat” kata Alin. Fakhri hanya tersenyum.
“Bosan lama-lama di sini. Mana sendirian lagi” ujar Fakhri. Alin melangkah maju, kemudian menepuk pundak Fakhri pelan.
“Mau aku temani jalan-jalan?” tawar Alin disambut anggukan oleh Fakhri.
“Kalau aku gimana?” tanya Bintang yang merasa dirinya dilupakan oleh sepupunya sendiri. Alin tertawa pelan.
“Kamu disini aja sendirian, ya” kata Alin usil yang kemudian Bintang mehadiahkan sebuah jitakkan di kepala Alin. “Auww… sakit!” Alin meringis kesakitan.
“Oh, iya, kamu belum mengenalkan dia padaku, Lin” kata Fakhri.
“Oh, perkenalkan dia Dedek, eh, maksudku Bintang. Dia sepupuku”.
Fakhri mengulurkan tangannya kemudian dibalas oleh Bintang. “Fakhri, teman Alin waktu SMP”.
“Bintang, sepupu Din, eh, maksudnya Alin”. Fakhri tertawa pelan. “Kenapa tertawa?”tanya Bintang bingung.
Fakhri tertawa melihat Alin dan Bintang. Mereka berdua malah menyerngit bingung. “Kalian berdua lucu. Alin dipanggil Dinda dan Bintang dipanggil Dedek. Itu artinya adik, kan? Kok kalian memanggil seperti itu?”.
“Entahlah, aku sendiri kurang tau” komentar Alin dengan wajah polos. Ia tidak sadar mendengar komentar itu membuat Bintang sedih.
“Benar kamu tidak ingat?”. Alin menyerngit bingung, tidak mengerti maksud perkataan Bintang. “Eh, maksudku, apa kau sudah lupa kalau kita ini disebut anak kembar. Orangtua kita sendiri tidak tau siapa yang lebih dulu lahir. Oleh karena itu, kami menyebut diri kami ini adik. Benarkan?”. Alin mengangguk cepat. Ia tidak mau menambah kesedihan Bintang. Walaupun ia tidak tahu apa yang membuat Bintang sedih, tapi ia tidak mau menambah kesedihan Bintang karena ketidaktahuannya.
“Sebenarnya, apa yang membuat datang kesini, Lin?” tanya Fakhri. Ekspresi wajah Alin berubah senang, berbeda dengan yang tadi.
“Sebenarnya aku ingin kamu hadir di acara sekolahku besok malam. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu” ujar Alin dengan penuh semangat.
“Emangnya mau nunjukin apa?” tanya Fakhri datar. Namun, dalam hati ia sangat penasaran.
“Mau datang, gak?” tanya Alin dengan nada kesal mendengar tanggapan Fakhri.
“Emm.. gimana, ya? Aku…”
“Terserah, deh! Kalau mau ayo, kalau gak ya sudah” potong Alin cepat sambil berlalu pergi.

~~~~~~~~
Suasana sabtu pagi menjelang siang di SMA Garuda Internasional cukup ramai. Banyak orang dari berbagai sekolah dan kalangan datang kesekolah itu untuk melihat pertandingan olahraga yang diselenggarakan di SMA itu. Ada lomba basket, voli, sepakbola, bulu tangkis, tenis meja, dll. Tidak terkecuali Devi dan Rahma, yang merupakan bagian dari siswi SMA Garuda Internasional. Mereka datang untuk melihat perlombaan~atau lebih tepat menoton basket~yang diselenggarakan di sekolahnya. Rahma hanya menggelengkan kepalanya saat melihat Devi tampak kegirangan saat mereka mendapat bangku kosong yang letaknya paling depan, sehingga mereka bisa menonton basket lebih dekat.
“Kamu tidak marahkan denganku?” tanya Rahma disela-sela kegirangan Devi.
“Sudahlah. Yang yang berlalu, biarlah berlalu. Jangan dibahas lagi, oke?” ujar Devi sambil mengancungkan jempolnya. Rahma ikut mengancungkan jempolnya tanda mengerti dan mulai duduk sambil menonton pertandingan yang sangat ia nantikan. Ia tidak tahu kalau ada 3 cewek yang sedang memata-matainya di bangku paling depan nomor 2 yang berada tak jauh dari mereka.

~~~~~~~~
Malam yang dingin kini berubah menjadi suasana yang cukup panas. Itulah yang sedang terjadi di SMA Garuda Internasional. Berbagai perlombaan seni untuk kelas XI, seperti menari, menyanyi, drama, membaca puisi, dll akan diadakan malam ini. Ada banyak orang yang datang. Sama seperti tadi siang, namun malam ini lebih banyak lagi orang yang datang untuk melihat.
Sebuah mobil kijang hitam tiba-tiba berhenti di depan sekolah, membuat orang yang hadir saat itu melihatnya. 4 orang-2 cewek dan 2 cowok-turun dari mobil. Mereka mulai memperhatikannya mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Devi, Alin, kalian telat!” ujar Sasha yang sedang berdiri didekat pintu sambil bersandar di dinding dan melirik jam tangannya.
“Iya, deh… Maaf, maaf. Habis, Devi nih kelamaan dandan…hmmpphh…”
“Sssttt… berisik amat, sih!” dengan cepat Devi membekap mulut Alin.
“Sudah-sudah, aku gak punya waktu buat dengerin alasan kalian. Yang penting kalian berdua cepat masuk. Kalian berdua juga” ujar Sasha cepat sampai-sampai Aldi dan Reza sempat mematung di temapt mereka berdiri untuk mencerna kata-kata Sasha. Sasha menoleh kearah Reza dan Aldi yang masih mematung. “Kenapa masih disitu? Cepat ikut aku” perintahnya. Mereka semua pun masuk kedalam.

~~~~~~~~
“Wow, keren banget dekorasinya” kata Cika yang tampak kagum melihat dekorasi setiap panggung.
“Ya, dong! Siapa dulu idenya” balas Reza yang saat itu baru tiba di dekat panggung untuk lomba nyanyi. Cika, Dessy, Riri, Vivi dan Rahma menoleh ketika mendengar suara Reza. Mereka melihat semuanya memakai gaun serta jas berwarna hitam. Melihat itu, Riri tertawa pelan. “Kenapa tertawa?” Reza menyerngit bingung.
“Kalian mau lomba atau mau pergi ngelayat. Kok pake warna hitam?” tanya Riri.
“Biarin! Lagipula kalau malam-malam pakai baju warna hitam, kan lebih seru” komentar Devi. Yang lain hanya senyum-senyum saja mendengarnya.
“Udah, ah! Bentar lagi kita tampil. Mending kita siap-siap dulu”aja Vivi.
“Oh, iya! Kalau begitu, kami duluan, ya!” kata Dessy sambil melambaikan tangannya pada Devi dan Alin.
“Kita juga harus siap-siap” ujar Aldi tiba-tiba. Yang lain mengangguk sambil berjalan menuju panggung. Saat mereka berjalan melewati kolam renang-karena letak panggungnya di dekat kolam renang- seseorang dengan sengaja membuat Devi tersandung kaki orang itu, kemudian ia didorong hingga jatuh ke kolam renang.
“Devi” pekik Alin sambil menutup mulutnya. Para tamu yang lain pun tampak khawatir. Bisa ia lihat Devi berenang dengan gaya aneh. “Reza, cepat tolong Devi. Dia tidak bisa berenang” pinta Alin dengan panik. Reza masih berdiri diam. “Reza, cepat! Kalau dia tenggelam gimana?”
Tanpa pikir panjang, Reza langsung melompat kedalam dan menolong Devi. Alin melihat ke sekelilingnya, mencari dalang yang sengaja mencelakakan Devi. Dilihatnya kira-kira ada 3 orang-2 cewek dan 1 cowok-menunjukkan tatapan tidak senang saat Reza menolong Devi.
“Benarkah?” tanya Alin dalam hati. Ia mengucek-ngucek kedua matanya, merasa tidak yakin dengan apa yang ia lihat. “Kalau benar, berarti???”
“Alin, bagaimana ini?” tanya Reza yang baru keluar dari kolam renang.
“Kurasa dia tidak bisa menyanyi dengan kondisi seperti ini”kata Aldi. Reza pun mengangguk setuju. Devi tampak baru sadar dari pingsannya. Tapi, tubuhnya tampak lemah.
Alin tampak berpikir sebentar, kemudian melihat seseorang yang sepertinya bisa dimintai pertolongan. “Hei, kamu!” Alin menunjuk cowok yang dari tadi memperhatikan Devi. Orang itu sendiri tampak bingung.
“Aku?” tanyanya tak percaya. Alin mengangguk cepat.
“Tolong bawa dia ke UKS, ya! Aku benar-benar minta tolong” pinta Alin dengan nada memohon. Ia mengangguk cepat, kemudian menggendong Devi ke UKS.
“Selanjutnya, kita serahkan tugas yang hilang ini padamu” kata Aldi disertai senyum yang mengerikan bagi Alin.

~~~~~~~~
Alin berdiri diatas panggung dengan badan gemetaran. Untuk pertama kalinya ia menyanyi di depan banyak orang.
“Semangat, ya! Jangan takut. Ini semua demi XI A. Mengerti?” kata Bintang memberi semangat. Bintang terpaksa menggantikan posisi Aldi sebagai drummer. Sedangkan, Aldi menggantikan posisi Alin sebagai keyboard dan Reza tetap menjadi gitaris. Alin mengangguk mengerti. Kemudian, ia melihat kearah penonton dan tamu-tamu yang hadir. Ia menarik nafas dalam-dalam, lalu mulai bernyanyi lagu Vierra ‘Semua Tentangmu’.
semua tentangmu selalu membekas di hati ini
Alin menutup matanya, kemudian membukanya perlahan. Saat ia membuka matanya, ia terlihat tampak shock. Tetapi, tamu yang lain tidak memperhatikannya karena terlalu asyik dengan kesibukan mereka sendiri.
cerita cinta kita berdua akan selalu
semua kenangan tak mungkin bisa (ku lupakan ku hilangkan)
takkan mungkin ku biarkan cinta kita berakhir
ku tak rela, ku tak ingin kau lepaskan semua
ikatan tali cinta yang tlah kita buat selama ini
aku di sini selalu menanti
ku takkan letih menunggumu
aku di sini (aku di sini) selalu menanti (selalu menanti)
ku takkan letih menunggumu (menunggumu)
ku tak rela, ku tak ingin kau lepaskan semua
ikatan tali cinta yang tlah kita buat selama ini

“Plok…plok…plok…” bunyi tepuk tangan riuh itu mengakhiri nyanyian Alin. Setelah memberi salam penutup, Alin langsung melompat turun dari panggung dan menyeruak ke dalam keramaian. Saat ia sudah berada di tengah-tengah keramaian, sepasang tangan tiba-tiba menutup kedua matanya, membuat Alin penasaran.
“Siapa ini?”

~~~~~~~~