Sabtu, 05 Mei 2012

GUARDIAN ANGEL (13)


PROBLEM… PROBLEM… PROBLEM…


            Alin duduk di kursi piano dan mulai memainkan pianonya. Aldi tercengang mendengarnya.
“Lagu ini…lagu ini kalau tidak salah aku pernah mendengarnya ”
Alin menghentikan permainannya, lalu menoleh ke arah Aldi. “Judul lagunya ‘Bunda’. Kamu bisa mendengarnya dimana-mana” jawab Alin datar.
“Bukan, bukan itu maksudku! Sepertinya, aku pernah mendengar orang memainkannya sebelum ini. Tapi, dimana, ya?” kata Aldi. ia terlihat sedang mencoba mengingat-ingat sesuatu.
“Emangnya penting?” celetuk Alin. Ia membalikkan badannya dan kembali memainkan pianonya.
“Kalau tidak salah waktu di ruang musik sekolah” gumam Aldi pelan. Namun, tidak cukup pelan untuk Alin karena sekarang ia kembali menghentikan permainannya.

~~~~~~~~
Suasana SMA Garuda Internasional pagi ini tampak sepi. Namun, ada beberapa murid yang sudah datang kesekolah, termasuk Vivi yang kini sedang asyik mendengarkan musik lewat Ipodnya di bangku taman sekolah. Dessy sesekali berbisik pada Alin yang dari tadi memperhatikan tingkah Vivi dari koridor sekolah yang tak jauh dari tempat Vivi berada.
“Tuh anak kenapa?” tanya Dessy heran.
“Tau, tuh! Dari kemarin dia emang kayak begitu, kan?” balas Alin.
“Masa’, sih?” tanya Dessy ragu. Alin mengangkat bahunya tidak tahu.
“Lagian, ngapain dari tadi kita ngikutin Vivi?” tanya Alin yang sedari tadi bingung dengan tingkah Dessy. Tadi pagi, waktu Alin baru menginjakkan kakinya di depan pintu kelas, tiba-tiba Dessy datang menghampirinya dan langsung menyeretnya sampai di tempat mereka berdiri sekarang.
“Hah?” entah itu artinya ia tidak mendengarkan pertanyaan Alin atau apalah yang pasti, Alin sekarang sudah tampak bosan.
“Udah, ah! Kalau gak ada hal penting, aku kekelas aja” kata Alin dengan nada kesal sambil berjalan meninggalkan Dessy. Tapi, sebelum Alin sempat membalikkan badannya, Dessy sudah menahannya lebih dahulu.
“Tunggu, jangan lewatkan yang satu ini”. Kata-kata Dessy membuat Alin kembali melihat ke arah Vivi. Dan benar, ternyata ada sesuatu yang membuat Alin jadi…
“Vivi?Kak Randita? Kenapa mereka berdua?” pekik Alin membuat Dessy mebulatkan matanya mendengar nama-nama yang di sebutkan Alin.
“Apa kamu bilang? Randita?” tanya Dessy tak percaya. Alin mengangguk.
“O, jadi nama orang sombong itu Randita” gumam Dessy sambil menunjukkan senyum sinis pada cowok yang bernama Randita itu.
“Memangnya ada apa dengan Kak Randi?” tanya Alin penasaran.
Dessy memasang tampang misteriusnya, membuat Alin tambah penasaran.

~~~~~~~~
Suasana Dream High caffe malam itu tampak tenang, walaupun banyak pengunjung yang datang. Bukan pengunjung yang banyak itu yang membuat susasana kafe ini menjadi tenang, tetapi nyanyian Dessy yang membuat para pengunjung seolah-olah terhipnotis oleh suaranya. Tepuk tangan terdengar saat Dessy selesai bernyanyi. Ia menunduk hormat dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu, ia bergegas turun dari panggung dan memanggil salah satu pelayan kafe untuk membawakannya minuman.
“Ini, non!” kata pelayan itu sambil menyodorkan sebuah nampan. Dessy mengambil gelas yang ada di nampan itu lalu segera meneguknya. Sebelum ia habis meneguk minuman itu, seorang cowok, yang sepertinya menabrak secara sengaja dari arah belakang, membuat Dessy tersedak oleh minumannya. Tanpa sengaja, ia memuncratkan minuman itu pada cowok yang telah menabraknya tadi.
Cowok itu berbalik dan menatap Dessy tajam,”Hei, loe punya mata,gak? Lihat nih, baju gue jadi basah. Loe sengaja, ya?”
Dessy tidak menghiraukannya. Ia hanya terbatuk gara-gara kejadian tadi.
“Hei, loe denger, gak? Apa loe tuli?” tanya cowok itu dengan nada lebih tinggi.
Dessy menatap malas orang itu,”Loe ngomong ama gue?”
“Bukan, ngomong sama orang tuli” jawabnya ketus membuat Dessy semakin geram saja.
“Ya udah, ngomong aja sana sama orang tuli” balas Dessy sambil berjalan melewati cowok itu begitu saja.

~~~~~~~~
“Oh, jadi gitu ceritanya” kata Alin sambil mengangguk-angukkan kepalanya.
“Iya! Tuh cowok emang menyebalkan. Aku juga kaget waktu tau ternyata dia kakak kelas kita. Tapi…” Dessy menggantungkan kata-katanya.
“Tapi apa?” tanya Alin penasaran. Dessy hanya menggeleng. Tapi, yang ia pikirkan saat itu adalah saat-saat dimana ia pertama kali bertemu Bintang. Tanpa sadar, ia senyum-senyum sendiri.
“Ayo, kenapa senyum-senyum?” tanya Alin lagi dengan nada menggoda.
Dessy menggeleng cepat,”Gak apa-apa, ah! Loh, Vivi mana? Kok hilang?”
Alin melihat kursi dimana beberapa menit lalu Vivi sedang duduk disana. “Iya, dia kemana, ya?” tanya Alin. Dessy mengangkat bahunya tidak tahu.

~~~~~~~~
Vivi berlari menuju lapangan voli dimana kakak kelas yang waktu itu pernah ia temui di depan toilet dan tadi pagi baru menyapanya sedang asyik bermain voli bersama teman-teman se-klub. Sebenarnya, ia sudah tau kalau Dessy dan Alin sedang mengawasinya dari tadi. Makanya, ia menunggu mereka berdua lengah dan kabur dari pengawasan mereka. Ia takut kalau Alin dan Dessy melihatnya sedang memperhatikan kakak kelas yang nama orang itu sendiri ia tidak tau.
“Tuk…tuk….tuk…” bola voli bergulir dikakinya. Cepat-cepat ia mengambilnya, dan melemparkannya lagi ke lapangan.
“Makasih, ya!” ucap kakak kelas itu sambil tersenyum manis pada Vivi.
“Emmm, sama-sama” Vivi membalas senyumannya. Dalam hati, ia bertanya apakah ini mimpi atau nyata sambil mencubit pipinya sendiri.
“Auuwww” rintihnya membuat orang yang berjalan di dekatnya menatap aneh dirinya. Vivi tidak menghiraukan tatapan-tatapan orang aneh itu. Yang penting, ia merasa bahagia sekarang.

~~~~~~~~
“Teett….teettttt….” bel istirahat berbunyi. Murid-murid, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12 mulai keluar kelas hingga memadati koridor-koridor sekolah. Alin, Dessy dan Riri sudah lebih dulu sampai di kantin dan sudah mengambil tempat. Mereka juga sudah memesan makanan untuk  Vivi, Devi, Rahma dan Cika yang kini baru sampai di kantin.
“Lama amat!” kata Riri.
“Ramai, Ri! Kalian enak badannya imut-imut. Nah, kalau aku, sampai harus main tabrak-tabrakkan” ujar Vivi disambut tawa dengan yang lain.
“Itu kamu, ya! Aku gak ikutan” kata Rahma disela-sela tawanya.
“Terus, kenapa kamu lama?” tanya Dessy pada yang lainnya.
“Aku tadi dipanggil bu Della. Katanya di suruh ikut debat” jawab Cika.
“Kalau kalian?” tanya Riri pada Rahma dan Devi.
Rahma melirik Devi yang tampak bete,”Mmm… tadi kita ke toilet bentar. Memangnya tidak boleh?” kata Rahma membuat Riri tak berkutik.
Pesanan mereka datang. Alin baru saja ingin melahap makanannya saat Dessy menyikut Alin. Alin meliriknya.
“Ini tidak ada kaitannya dengan kejadian tadi pagi, kan?” bisik Dessy pelan.
Alin hanya bisa mengangkat bahunya. Ia ragu untuk bilang tidak. “Sepertinya” ucap Alin membuat yang lain menoleh padanya.
“Kamu tadi ngomong apa, Lin?” tanya Cika bingung.
“Nothing!” balas Alin singkat. Ia melanjutkan makannya, tak peduli orang-orang yang menatapnya dengan pandangan bingung.
“Semoga saja itu tidak benar” kata Alin dalam hati.

~~~~~~~~
Suasana kelas 11A tampak tenang, walaupun tak ada guru di dalam kelas. Rahma melirik Devi sebentar, kemudian menarik kursinya ke samping Devi.
“Dev, kenapa lesu? Yang tadi itu, tidak usah dipikirkan. Biarkan saja mereka” hibur Rahma. Devi terlihat tak peduli dan terus membaringkan kepalanya di atas meja, sama halnya dengan Alin yang terus berbaring. Sepertinya dia sudah mulai tertidur mendengar lantunan musik yang ia dengar dari hp-nya melalui headset. Rahma mulai mengarahkan pandangannya keselurh kelas.Dessy dan Cika sedang asyik dengan laptop mereka. Begitu juga dengan Vivi. Riri, dia sedang asyik ngobrol dengan Sasha dan teman-temannya. Rahma kembali menoleh ke arah Devi yang sekarang sedang menulis catatan biologi. Entah sejak kapan dia bergerak mengambil bukunya tanpa suara. Atau, Rahma yang tidak sadar apa yang sedang di lakukan Devi.
“Kenapa ngelihat aku kayak lauk gitu?” tanya Devi datar. Pandangan matanya tak lepas dari buku catatannya.
Rahma menggelengkan kepalanya,”Tolong temani aku ke toilet, ya?”
Devi meletakkan pulpennya diatas meja, lalu menoleh ke arah Rahma yang sedang menatapnya dengan tatapan memohon. “Iya, deh!”. Walaupun nada suaranya terdengar malas, tapi ia tetap menemani Rahma ke toilet.

~~~~~~~~
“Awas… awas… ada cewek ganjen lewat” seru Voni dari pintu kelas 11B. Di tengah keramaian, Rahma dan Devi menoleh serempak ke arah sumber suara. Mereka tidak tau kalau Vina dengan sengaja mengoles saos di seragam putih Devi.
“Oppsss…. Sory, gak sengaja” kata Vina dengan gaya sok imutnya. Devi menatap mereka berang. Baru saja ia ingin menghampiri mereka, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menahannya.
“Jangan sekarang, Dev!”bisik Rahma pelan. Devi menuruti perkataan Rahma dan segera pergi dari situ.
“Kenapa ngelamun?”. Pertanyaan Rahma membuyarkan lamunan Devi. Devi hanya menggeleng pelan dan memutar air keran sambil membasuh mukanya.
“Yuk, kekelas!” ajak Devi ketika ia sudah selesai. Rahma merepikan seragamnya sebentar dan keluar dari toilet.
Saat mereka berjalan di depan kelas 11B, Voni, cewek berbadan besar dan berkulit putih yang dari tadi berdiri di depan pintu tiba-tiba iseng melempar cicak main-mainan pada Devi. Devi yang benar-benar phobia pada cicak itu berteriak histeris sambil berlari menghampiri Rahma yang berjalan di belakangnya dan bersembunyi.
“Hahahaha…..”. Tawa dari orang-orang yang ada di kelas 11B pecah, terutama Voni. Devi yang kesal melihat tingkah Voni kini datang menghampirinya.
“Loe kenapa, sih? Loe gak suka sama gue? Bilang!!!” Devi mulai berapi-api.
“Gak tau juga, ya!” balas Voni sambil berkacak pinggang. Devi semakin panas, ditambah lagi Rahma tiba-tiba menghilang.
“Kemana sih tuh anak? Disaat-saat seperti ini dia kabur” kata Devi dalam hati. Devi kembali menatap Voni tajam. “Ada apa sih sebenarnya sama, loe? Loe ada masalah sama gue, hah?”.
“Sudah-sudah, ada apa sih?” tanya Vina yang datang menghampiri Voni.
“Ini,nih! Cewek ganjen yang gangguin cowok loe itu!” kata Voni sambil menunjuk-nunjuk Devi. Devi hanya bisa bengong mendengarnya.
“Gue? Gangguin cowok dia?”Devi menunjuk dirinya dan Vina. “Emangnya, siapa sih cowok dia?” tanya Devi heran. Iya benar-benar tidak mengerti maksud Voni.
“Alaaa… loe jangan pura-pura gak tau, deh! Bukannya dia duduk sebangku ama, loe?” balas Voni sambil memasang tampang yang menakutkan, bagi Devi.
            Devi mendelik kesal. Namun, ia kelihatan tampak gusar. Disisi lain, ia sangat kesal. Namun, disisi lainnya ia sedikit takut menghadapi 2 makhluk, eh, sepertinya bertambah menjadi 4 makhluk-makhluk di depannya dengan sendirian. “Dimana, sih, Rahma?” tanyanya dalam hati di sela-sela kegusarannya.
“Kenapa? Loe takut?”. Pertanyaan Voni membuat kesabaran Devi mencapai batasnya. Ia mendengus sambil melipat tangannya.
“Huh, buat apa gue takut sama loe! Lagian, loe itu tukang ikut campur urusan orang. Kan, yang punya masalah aku sama dia, BUKAN SAMA LOE!” kata Devi dengan penuh penekanan. Voni sampai melangkah harus melangkah mundur saat Devi menunjuk-nunjuk Voni dan Vina dengan penuh emosi. “Huh, sekarang, kamu yang takut, kan?” batin Devi sambil tersenyum sinis pada Voni.
Vina melangkah maju, berusaha melerai Devi dan Voni. “Udah, udah... Devi benar. Ini masalah aku sama dia”. Devi serasa mau muntah mendengar perkataan Vina. Voni melirik Devi tajam. Devi pun membalasnya.
“Loe emang baik, Vin! Tapi, kenapa ada orang yang mau jahatin kamu?”.
‘Hoeeekkk’. Devi benar-benar ingin muntah mendengarnya. Kini, giliran Vina meliriknya tajam. “Terus?”
Devi mengulurkan tangannya malas. “Gue ingin minta maaf sama loe. Yah, walaupun gue gak tau salah gue apa, tapi gue ingin minta maaf sama loe”.
Vina terlihat ragu. Namun, akhirnya ia membalas uluran tangannya. “Dimaafkan”
Devi melepas tangan Vina, lalu menatap tajam Voni. “Sekarang, urusan gue sam Vina udah selesai. So, loe gak perlu lagi gangguin hidup gue. Ngerti!”. Devi mendorong bahu Voni dengan jari telunjuknya. Lalu, segera berbalik dan terkejut melihat Rahma dan teman-teman sekelasnya berdiri mengerubuti mereka.

~~~~~~~~
Alin mengangkat kepalanya dengan malas. Sepertinya ia tadi ketiduran. Ia melihat kelasnya. SEPI. Hanya ada 4 orang cowok dan dirinya di dalam kelas.
Yang lain kemana?, batinnya bingung. Ia berusaha mengingat-ingat sesuatu. Kalau tidak salah, ia tadi sempat mendengar Rahma berteriak dengan histeris.
“Teman-teman, Devi sama Voni berantem, tuh, diluar?” kata Rahma histeris di sela-sela nafasnya yang tersengal-sengal. Orang-orang menoleh satu sama lain, lalu segera berlari keluar kelas melihat perkelahian Devi dan Voni.
“Jangan-jangan…” Alin menoleh kearah Reza yang juga menoleh kearahnya.
“Sorry, tapi aku benar-benar tidak mau ikut campur” ujar Reza sebelum Alin sempat membuka mulut.
“Terserah” ucap Alin kesal, lalu membuang mukanya. Dalam hati, ia cukup cemas dengan Devi.
Tak lama, terdengar suara tepuk tangan riuh. Sepertinya sudah selesai. Dan ternyata benar. Devi dan yang lainnya masuk kedalam kelas. Suasana kelas menjadi ramai.
“Loe hebat, Dev” kata Beni pada Devi. Tapi, Devi terlihat tidak peduli. Ia masih terlihat sangat kesal. Ia berjalan menghampiri tempat duduknya dan menghempaskan diri di bangkunya sambil memukul mejanya dengan kesal. Alin segera menghampiri Devi sebelum teman-temannya yang lain mengerubutinya.
“Sabar ya, Dev!” Alin mengipas-ngipas Devi dengan buku tulisnya untuk mengurang rasa kesalnya. Sepertinya hatinya sangat panas.
“Gak bisa, Lin! Tuh orang benar-benar kelewatan banget” kata Devi dengan penuh emosi. Lalu, ia melirik Reza yang sedang asyik mendengar musik lewat hp-nya. Devi segera melepaskan headset yang sedang digunakan Reza dengan kasar. Bisa dilihat Reza tampak terkejut dengan perlakuan Devi. Ia berusaha membalasnya, tapi melihat wajah Devi yang penuh dengan emosi, ia mengurungkan niatnya. Alin berusaha menahan tawanya saat melihat bagaimana ekspresi wajah Reza saat melihat wajah Devi. Sangat lucu.
“Kenapa tertawa?” tanya Devi datar, namun dingin. Mendengar itu, Alin berhenti tertawa. Ia tidak tahu mengapa Devi tahu ia tertawa. Mungkin, ia berhenti mengipas Devi. Alin tampak diam sebentar, lalu kembali mengipas Devi.
Devi kembali menatap Reza dengan tatapan mematikan. “Ini semua gara-gara loe tau, gak! Emangnya, loe bilang apa sih sama pacar loe itu sampai-sampai teman pacar loe itu usil gangguin gue?”.
“Sebelumnya, gue ingin minta maaf sama loe. Ini cuma salah paham doang. Sebenarnya…” Reza melirik Alin sebentar yang kini sedang memelototinya tajam dan kembali menatap Devi takut-takut. Tatapan mata Devi seolah-olah ia ingin menelannya hidup-hidup. “…sebenarnya ini semua salahku. Tapi, aku janji akan menjelaskannya pada mereka” kata Reza berusaha meyakinkan Devi.
Devi menghela napasnya. Sepertinya emosinya sudah agak reda. “Terserah!”

~~~~~~~~
Cika menyikut Dessy sambil melirik Devi yang duduk di depannya. Tadi, waktu Aldi masuk kekelas, ia terkejut saat melihat tasnya sudah berpindah tempat. Alin terpaksa menjelaskan pada Aldi supaya Devi duduk dengannya untuk hari ini dan beberapa hari kedepan.
“Kenapa?” tanya Aldi saat Alin memohon padanya supaya Devi duduk dengannya.
“Udah, gak usah banyak tanya” jawab Alin.

“Lin, dia masih marah ya sama aku?” bisik Rahma dari bangku Dessy.
Alin mengangkat bahunya, “Ntahlah! Tapi, nanti aku akan mencoba. Jangan khawatir” kata Alin berusaha menghibur Rahma.

“Teet… teeettt…teetttttt” bel pulang berbunyi. Seluruh murid SMA Garuda Internasional mulai memenuhi koridor sekolah, termasuk kelas 11 A. Devi sedang memasukkan buku-bukunya kedalam tas dengan malas saat orang-orang didalam sudah banyak yang pulang. Baru saja Devi keluar dari kelas, Alin secara tiba-tiba menyeretnya ke dalam mobilnya.
“Eh, kita mau kemana?” tanya Devi bingung.
“Udah, ikut aja! Jangan banyak tanya” jawab Alin sambil mendorong Devi masuk kedalam mobil.
“Tapi, motorku?” Devi menunjukkan kunci motornya pada Alin. Alin merebut kunci motor itu, lalu memberikannya pada Dessy yang sekarang berada di sampingnya.
“Nih, suruh Riri bawa motor Devi” perintah Alin. Dessy mengangguk tanda mengerti. Dessy segera memberi kunci motor Devi pada Riri, lalu kembali masuk kedalam mobil Alin.
“Mang, tolong antar kita ke tempat yang aku bilang tadi” kata Alin.
“Oke, BOSS!” balas mang Ujang sambil mengangkat jempolnya tanda mengerti. Kemudian, ia mulai memacukan mobilnya menuju pemukiman kumuh yang dulu pernah di datanginya. Devi terpana melihatnya. Bisa dilihat ada banyak anak-anak jalanan berkumpul menunggu kedatangan Alin. Soalnya, saat Alin turun dari mobil, semua anak-anak jalanan itu langsung berlari memeluk Alin.
“Kakak, kok lama gak datang. Gio kangen” kata anak laki-laki yang bernama Gio itu. Alin melepaskan pelukannya sebentar, lalu kembali memeluk mereka.
“Maaf, ya! Kakak baru kembali kesini. Kakak juga kangen sama kalian semua”.
Devi melirik Dessy yang sedang memperhatikan Alin dan anak jalanan. Lalu, melihat sekelilingnya.
“Maaf ya, kita telat” suara cowok itu membuat Devi menoleh. Ia memasang ekspresi terkejut saat melihat siapa yang datang.
“Kok…”

~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar