►PROBLEM… PROBLEM… PROBLEM…
Alin duduk di kursi piano dan mulai
memainkan pianonya. Aldi tercengang mendengarnya.
“Lagu
ini…lagu ini kalau tidak salah aku pernah mendengarnya ”
Alin
menghentikan permainannya, lalu menoleh ke arah Aldi. “Judul lagunya ‘Bunda’.
Kamu bisa mendengarnya dimana-mana” jawab Alin datar.
“Bukan,
bukan itu maksudku! Sepertinya, aku pernah mendengar orang memainkannya sebelum
ini. Tapi, dimana, ya?” kata Aldi. ia terlihat sedang mencoba mengingat-ingat
sesuatu.
“Emangnya
penting?” celetuk Alin. Ia membalikkan badannya dan kembali memainkan pianonya.
“Kalau
tidak salah waktu di ruang musik sekolah” gumam Aldi pelan. Namun, tidak cukup
pelan untuk Alin karena sekarang ia kembali menghentikan permainannya.
~~~~~~~~
Suasana
SMA Garuda Internasional pagi ini tampak sepi. Namun, ada beberapa murid yang
sudah datang kesekolah, termasuk Vivi yang kini sedang asyik mendengarkan musik
lewat Ipodnya di bangku taman sekolah. Dessy sesekali berbisik pada Alin yang
dari tadi memperhatikan tingkah Vivi dari koridor sekolah yang tak jauh dari
tempat Vivi berada.
“Tuh
anak kenapa?” tanya Dessy heran.
“Tau,
tuh! Dari kemarin dia emang kayak begitu, kan?” balas Alin.
“Masa’,
sih?” tanya Dessy ragu. Alin mengangkat bahunya tidak tahu.
“Lagian,
ngapain dari tadi kita ngikutin Vivi?” tanya Alin yang sedari tadi bingung
dengan tingkah Dessy. Tadi pagi, waktu Alin baru menginjakkan kakinya di depan
pintu kelas, tiba-tiba Dessy datang menghampirinya dan langsung menyeretnya
sampai di tempat mereka berdiri sekarang.
“Hah?”
entah itu artinya ia tidak mendengarkan pertanyaan Alin atau apalah yang pasti,
Alin sekarang sudah tampak bosan.
“Udah,
ah! Kalau gak ada hal penting, aku kekelas aja” kata Alin dengan nada kesal
sambil berjalan meninggalkan Dessy. Tapi, sebelum Alin sempat membalikkan
badannya, Dessy sudah menahannya lebih dahulu.
“Tunggu,
jangan lewatkan yang satu ini”. Kata-kata Dessy membuat Alin kembali melihat ke
arah Vivi. Dan benar, ternyata ada sesuatu yang membuat Alin jadi…
“Vivi?Kak
Randita? Kenapa mereka berdua?” pekik Alin membuat Dessy mebulatkan matanya
mendengar nama-nama yang di sebutkan Alin.
“Apa
kamu bilang? Randita?” tanya Dessy tak percaya. Alin mengangguk.
“O,
jadi nama orang sombong itu Randita” gumam Dessy sambil menunjukkan senyum
sinis pada cowok yang bernama Randita itu.
“Memangnya
ada apa dengan Kak Randi?” tanya Alin penasaran.
Dessy
memasang tampang misteriusnya, membuat Alin tambah penasaran.
~~~~~~~~
Suasana
Dream High caffe malam itu tampak tenang, walaupun banyak pengunjung yang
datang. Bukan pengunjung yang banyak itu yang membuat susasana kafe ini menjadi
tenang, tetapi nyanyian Dessy yang membuat para pengunjung seolah-olah
terhipnotis oleh suaranya. Tepuk tangan terdengar saat Dessy selesai bernyanyi.
Ia menunduk hormat dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu, ia bergegas turun
dari panggung dan memanggil salah satu pelayan kafe untuk membawakannya minuman.
“Ini,
non!” kata pelayan itu sambil menyodorkan sebuah nampan. Dessy mengambil gelas
yang ada di nampan itu lalu segera meneguknya. Sebelum ia habis meneguk minuman
itu, seorang cowok, yang sepertinya menabrak secara sengaja dari arah belakang,
membuat Dessy tersedak oleh minumannya. Tanpa sengaja, ia memuncratkan minuman
itu pada cowok yang telah menabraknya tadi.
Cowok
itu berbalik dan menatap Dessy tajam,”Hei, loe punya mata,gak? Lihat nih, baju
gue jadi basah. Loe sengaja, ya?”
Dessy
tidak menghiraukannya. Ia hanya terbatuk gara-gara kejadian tadi.
“Hei,
loe denger, gak? Apa loe tuli?” tanya cowok itu dengan nada lebih tinggi.
Dessy
menatap malas orang itu,”Loe ngomong ama gue?”
“Bukan,
ngomong sama orang tuli” jawabnya ketus membuat Dessy semakin geram saja.
“Ya
udah, ngomong aja sana sama orang tuli” balas Dessy sambil berjalan melewati
cowok itu begitu saja.
~~~~~~~~
“Oh,
jadi gitu ceritanya” kata Alin sambil mengangguk-angukkan kepalanya.
“Iya!
Tuh cowok emang menyebalkan. Aku juga kaget waktu tau ternyata dia kakak kelas
kita. Tapi…” Dessy menggantungkan kata-katanya.
“Tapi
apa?” tanya Alin penasaran. Dessy hanya menggeleng. Tapi, yang ia pikirkan saat
itu adalah saat-saat dimana ia pertama kali bertemu Bintang. Tanpa sadar, ia
senyum-senyum sendiri.
“Ayo,
kenapa senyum-senyum?” tanya Alin lagi dengan nada menggoda.
Dessy
menggeleng cepat,”Gak apa-apa, ah! Loh, Vivi mana? Kok hilang?”
Alin
melihat kursi dimana beberapa menit lalu Vivi sedang duduk disana. “Iya, dia
kemana, ya?” tanya Alin. Dessy mengangkat bahunya tidak tahu.
~~~~~~~~
Vivi
berlari menuju lapangan voli dimana kakak kelas yang waktu itu pernah ia temui
di depan toilet dan tadi pagi baru menyapanya sedang asyik bermain voli bersama
teman-teman se-klub. Sebenarnya, ia sudah tau kalau Dessy dan Alin sedang
mengawasinya dari tadi. Makanya, ia menunggu mereka berdua lengah dan kabur
dari pengawasan mereka. Ia takut kalau Alin dan Dessy melihatnya sedang
memperhatikan kakak kelas yang nama orang itu sendiri ia tidak tau.
“Tuk…tuk….tuk…”
bola voli bergulir dikakinya. Cepat-cepat ia mengambilnya, dan melemparkannya
lagi ke lapangan.
“Makasih,
ya!” ucap kakak kelas itu sambil tersenyum manis pada Vivi.
“Emmm,
sama-sama” Vivi membalas senyumannya. Dalam hati, ia bertanya apakah ini mimpi
atau nyata sambil mencubit pipinya sendiri.
“Auuwww”
rintihnya membuat orang yang berjalan di dekatnya menatap aneh dirinya. Vivi
tidak menghiraukan tatapan-tatapan orang aneh itu. Yang penting, ia merasa
bahagia sekarang.
~~~~~~~~
“Teett….teettttt….”
bel istirahat berbunyi. Murid-murid, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12 mulai
keluar kelas hingga memadati koridor-koridor sekolah. Alin, Dessy dan Riri
sudah lebih dulu sampai di kantin dan sudah mengambil tempat. Mereka juga sudah
memesan makanan untuk Vivi, Devi, Rahma
dan Cika yang kini baru sampai di kantin.
“Lama
amat!” kata Riri.
“Ramai,
Ri! Kalian enak badannya imut-imut. Nah, kalau aku, sampai harus main
tabrak-tabrakkan” ujar Vivi disambut tawa dengan yang lain.
“Itu
kamu, ya! Aku gak ikutan” kata Rahma disela-sela tawanya.
“Terus,
kenapa kamu lama?” tanya Dessy pada yang lainnya.
“Aku
tadi dipanggil bu Della. Katanya di suruh ikut debat” jawab Cika.
“Kalau
kalian?” tanya Riri pada Rahma dan Devi.
Rahma
melirik Devi yang tampak bete,”Mmm… tadi kita ke toilet bentar. Memangnya tidak
boleh?” kata Rahma membuat Riri tak berkutik.
Pesanan
mereka datang. Alin baru saja ingin melahap makanannya saat Dessy menyikut
Alin. Alin meliriknya.
“Ini
tidak ada kaitannya dengan kejadian tadi pagi, kan?” bisik Dessy pelan.
Alin
hanya bisa mengangkat bahunya. Ia ragu untuk bilang tidak. “Sepertinya” ucap
Alin membuat yang lain menoleh padanya.
“Kamu
tadi ngomong apa, Lin?” tanya Cika bingung.
“Nothing!”
balas Alin singkat. Ia melanjutkan makannya, tak peduli orang-orang yang
menatapnya dengan pandangan bingung.
“Semoga
saja itu tidak benar” kata Alin dalam hati.
~~~~~~~~
Suasana
kelas 11A tampak tenang, walaupun tak ada guru di dalam kelas. Rahma melirik
Devi sebentar, kemudian menarik kursinya ke samping Devi.
“Dev,
kenapa lesu? Yang tadi itu, tidak usah dipikirkan. Biarkan saja mereka” hibur
Rahma. Devi terlihat tak peduli dan terus membaringkan kepalanya di atas meja,
sama halnya dengan Alin yang terus berbaring. Sepertinya dia sudah mulai
tertidur mendengar lantunan musik yang ia dengar dari hp-nya melalui headset. Rahma
mulai mengarahkan pandangannya keselurh kelas.Dessy dan Cika sedang asyik
dengan laptop mereka. Begitu juga dengan Vivi. Riri, dia sedang asyik ngobrol
dengan Sasha dan teman-temannya. Rahma kembali menoleh ke arah Devi yang
sekarang sedang menulis catatan biologi. Entah sejak kapan dia bergerak
mengambil bukunya tanpa suara. Atau, Rahma yang tidak sadar apa yang sedang di
lakukan Devi.
“Kenapa
ngelihat aku kayak lauk gitu?” tanya Devi datar. Pandangan matanya tak lepas
dari buku catatannya.
Rahma
menggelengkan kepalanya,”Tolong temani aku ke toilet, ya?”
Devi
meletakkan pulpennya diatas meja, lalu menoleh ke arah Rahma yang sedang
menatapnya dengan tatapan memohon. “Iya, deh!”. Walaupun nada suaranya
terdengar malas, tapi ia tetap menemani Rahma ke toilet.
~~~~~~~~
“Awas… awas… ada cewek
ganjen lewat” seru Voni dari pintu kelas 11B. Di tengah keramaian, Rahma dan
Devi menoleh serempak ke arah sumber suara. Mereka tidak tau kalau Vina dengan
sengaja mengoles saos di seragam putih Devi.
“Oppsss…. Sory, gak sengaja”
kata Vina dengan gaya sok imutnya. Devi menatap mereka berang. Baru saja ia
ingin menghampiri mereka, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menahannya.
“Jangan sekarang, Dev!”bisik
Rahma pelan. Devi menuruti perkataan Rahma dan segera pergi dari situ.
“Kenapa
ngelamun?”. Pertanyaan Rahma membuyarkan lamunan Devi. Devi hanya menggeleng pelan
dan memutar air keran sambil membasuh mukanya.
“Yuk,
kekelas!” ajak Devi ketika ia sudah selesai. Rahma merepikan seragamnya
sebentar dan keluar dari toilet.
Saat
mereka berjalan di depan kelas 11B, Voni, cewek berbadan besar dan berkulit
putih yang dari tadi berdiri di depan pintu tiba-tiba iseng melempar cicak
main-mainan pada Devi. Devi yang benar-benar phobia pada cicak itu berteriak histeris sambil berlari menghampiri
Rahma yang berjalan di belakangnya dan bersembunyi.
“Hahahaha…..”.
Tawa dari orang-orang yang ada di kelas 11B pecah, terutama Voni. Devi yang
kesal melihat tingkah Voni kini datang menghampirinya.
“Loe
kenapa, sih? Loe gak suka sama gue? Bilang!!!” Devi mulai berapi-api.
“Gak
tau juga, ya!” balas Voni sambil berkacak pinggang. Devi semakin panas,
ditambah lagi Rahma tiba-tiba menghilang.
“Kemana
sih tuh anak? Disaat-saat seperti ini dia kabur” kata Devi dalam hati. Devi
kembali menatap Voni tajam. “Ada apa sih sebenarnya sama, loe? Loe ada masalah
sama gue, hah?”.
“Sudah-sudah,
ada apa sih?” tanya Vina yang datang menghampiri Voni.
“Ini,nih!
Cewek ganjen yang gangguin cowok loe itu!” kata Voni sambil menunjuk-nunjuk
Devi. Devi hanya bisa bengong mendengarnya.
“Gue?
Gangguin cowok dia?”Devi menunjuk dirinya dan Vina. “Emangnya, siapa sih cowok
dia?” tanya Devi heran. Iya benar-benar tidak mengerti maksud Voni.
“Alaaa…
loe jangan pura-pura gak tau, deh! Bukannya dia duduk sebangku ama, loe?” balas
Voni sambil memasang tampang yang menakutkan, bagi Devi.
Devi mendelik kesal. Namun, ia
kelihatan tampak gusar. Disisi lain, ia sangat kesal. Namun, disisi lainnya ia
sedikit takut menghadapi 2 makhluk, eh, sepertinya bertambah menjadi 4
makhluk-makhluk di depannya dengan sendirian. “Dimana, sih, Rahma?” tanyanya
dalam hati di sela-sela kegusarannya.
“Kenapa?
Loe takut?”. Pertanyaan Voni membuat kesabaran Devi mencapai batasnya. Ia
mendengus sambil melipat tangannya.
“Huh,
buat apa gue takut sama loe! Lagian, loe itu tukang ikut campur urusan orang.
Kan, yang punya masalah aku sama dia, BUKAN SAMA LOE!” kata Devi dengan penuh
penekanan. Voni sampai melangkah harus melangkah mundur saat Devi
menunjuk-nunjuk Voni dan Vina dengan penuh emosi. “Huh, sekarang, kamu yang
takut, kan?” batin Devi sambil tersenyum sinis pada Voni.
Vina
melangkah maju, berusaha melerai Devi dan Voni. “Udah, udah... Devi benar. Ini
masalah aku sama dia”. Devi serasa mau muntah mendengar perkataan Vina. Voni
melirik Devi tajam. Devi pun membalasnya.
“Loe
emang baik, Vin! Tapi, kenapa ada orang yang mau jahatin kamu?”.
‘Hoeeekkk’.
Devi benar-benar ingin muntah mendengarnya. Kini, giliran Vina meliriknya
tajam. “Terus?”
Devi
mengulurkan tangannya malas. “Gue ingin minta maaf sama loe. Yah, walaupun gue
gak tau salah gue apa, tapi gue ingin minta maaf sama loe”.
Vina
terlihat ragu. Namun, akhirnya ia membalas uluran tangannya. “Dimaafkan”
Devi
melepas tangan Vina, lalu menatap tajam Voni. “Sekarang, urusan gue sam Vina
udah selesai. So, loe gak perlu lagi gangguin hidup gue. Ngerti!”. Devi
mendorong bahu Voni dengan jari telunjuknya. Lalu, segera berbalik dan terkejut
melihat Rahma dan teman-teman sekelasnya berdiri mengerubuti mereka.
~~~~~~~~
Alin
mengangkat kepalanya dengan malas. Sepertinya ia tadi ketiduran. Ia melihat
kelasnya. SEPI. Hanya ada 4 orang cowok dan dirinya di dalam kelas.
Yang lain kemana?, batinnya bingung. Ia berusaha
mengingat-ingat sesuatu. Kalau tidak salah, ia tadi sempat mendengar Rahma
berteriak dengan histeris.
“Teman-teman, Devi sama
Voni berantem, tuh, diluar?” kata Rahma histeris di sela-sela nafasnya yang
tersengal-sengal. Orang-orang menoleh satu sama lain, lalu segera berlari
keluar kelas melihat perkelahian Devi dan Voni.
“Jangan-jangan…”
Alin menoleh kearah Reza yang juga menoleh kearahnya.
“Sorry,
tapi aku benar-benar tidak mau ikut campur” ujar Reza sebelum Alin sempat
membuka mulut.
“Terserah”
ucap Alin kesal, lalu membuang mukanya. Dalam hati, ia cukup cemas dengan Devi.
Tak
lama, terdengar suara tepuk tangan riuh. Sepertinya sudah selesai. Dan ternyata
benar. Devi dan yang lainnya masuk kedalam kelas. Suasana kelas menjadi ramai.
“Loe
hebat, Dev” kata Beni pada Devi. Tapi, Devi terlihat tidak peduli. Ia masih
terlihat sangat kesal. Ia berjalan menghampiri tempat duduknya dan
menghempaskan diri di bangkunya sambil memukul mejanya dengan kesal. Alin
segera menghampiri Devi sebelum teman-temannya yang lain mengerubutinya.
“Sabar
ya, Dev!” Alin mengipas-ngipas Devi dengan buku tulisnya untuk mengurang rasa
kesalnya. Sepertinya hatinya sangat panas.
“Gak
bisa, Lin! Tuh orang benar-benar kelewatan banget” kata Devi dengan penuh
emosi. Lalu, ia melirik Reza yang sedang asyik mendengar musik lewat hp-nya.
Devi segera melepaskan headset yang sedang digunakan Reza dengan kasar. Bisa
dilihat Reza tampak terkejut dengan perlakuan Devi. Ia berusaha membalasnya,
tapi melihat wajah Devi yang penuh dengan emosi, ia mengurungkan niatnya. Alin
berusaha menahan tawanya saat melihat bagaimana ekspresi wajah Reza saat melihat
wajah Devi. Sangat lucu.
“Kenapa
tertawa?” tanya Devi datar, namun dingin. Mendengar itu, Alin berhenti tertawa.
Ia tidak tahu mengapa Devi tahu ia tertawa. Mungkin, ia berhenti mengipas Devi.
Alin tampak diam sebentar, lalu kembali mengipas Devi.
Devi
kembali menatap Reza dengan tatapan mematikan. “Ini semua gara-gara loe tau,
gak! Emangnya, loe bilang apa sih sama pacar loe itu sampai-sampai teman pacar
loe itu usil gangguin gue?”.
“Sebelumnya,
gue ingin minta maaf sama loe. Ini cuma salah paham doang. Sebenarnya…” Reza
melirik Alin sebentar yang kini sedang memelototinya tajam dan kembali menatap
Devi takut-takut. Tatapan mata Devi seolah-olah ia ingin menelannya
hidup-hidup. “…sebenarnya ini semua salahku. Tapi, aku janji akan
menjelaskannya pada mereka” kata Reza berusaha meyakinkan Devi.
Devi
menghela napasnya. Sepertinya emosinya sudah agak reda. “Terserah!”
~~~~~~~~
Cika
menyikut Dessy sambil melirik Devi yang duduk di depannya. Tadi, waktu Aldi
masuk kekelas, ia terkejut saat melihat tasnya sudah berpindah tempat. Alin
terpaksa menjelaskan pada Aldi supaya Devi duduk dengannya untuk hari ini dan
beberapa hari kedepan.
“Kenapa?” tanya Aldi
saat Alin memohon padanya supaya Devi duduk dengannya.
“Udah, gak usah banyak
tanya” jawab Alin.
“Lin,
dia masih marah ya sama aku?” bisik Rahma dari bangku Dessy.
Alin
mengangkat bahunya, “Ntahlah! Tapi, nanti aku akan mencoba. Jangan khawatir”
kata Alin berusaha menghibur Rahma.
“Teet…
teeettt…teetttttt” bel pulang berbunyi. Seluruh murid SMA Garuda Internasional
mulai memenuhi koridor sekolah, termasuk kelas 11 A. Devi sedang memasukkan
buku-bukunya kedalam tas dengan malas saat orang-orang didalam sudah banyak
yang pulang. Baru saja Devi keluar dari kelas, Alin secara tiba-tiba
menyeretnya ke dalam mobilnya.
“Eh,
kita mau kemana?” tanya Devi bingung.
“Udah,
ikut aja! Jangan banyak tanya” jawab Alin sambil mendorong Devi masuk kedalam
mobil.
“Tapi,
motorku?” Devi menunjukkan kunci motornya pada Alin. Alin merebut kunci motor
itu, lalu memberikannya pada Dessy yang sekarang berada di sampingnya.
“Nih,
suruh Riri bawa motor Devi” perintah Alin. Dessy mengangguk tanda mengerti.
Dessy segera memberi kunci motor Devi pada Riri, lalu kembali masuk kedalam
mobil Alin.
“Mang,
tolong antar kita ke tempat yang aku bilang tadi” kata Alin.
“Oke,
BOSS!” balas mang Ujang sambil mengangkat jempolnya tanda mengerti. Kemudian,
ia mulai memacukan mobilnya menuju pemukiman kumuh yang dulu pernah di
datanginya. Devi terpana melihatnya. Bisa dilihat ada banyak anak-anak jalanan
berkumpul menunggu kedatangan Alin. Soalnya, saat Alin turun dari mobil, semua
anak-anak jalanan itu langsung berlari memeluk Alin.
“Kakak,
kok lama gak datang. Gio kangen” kata anak laki-laki yang bernama Gio itu. Alin
melepaskan pelukannya sebentar, lalu kembali memeluk mereka.
“Maaf,
ya! Kakak baru kembali kesini. Kakak juga kangen sama kalian semua”.
Devi
melirik Dessy yang sedang memperhatikan Alin dan anak jalanan. Lalu, melihat
sekelilingnya.
“Maaf
ya, kita telat” suara cowok itu membuat Devi menoleh. Ia memasang ekspresi
terkejut saat melihat siapa yang datang.
“Kok…”
~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar