Jumat, 15 Juni 2012

GURADIAN ANGEL (17)

GALAU (́˛̀)… GALAU (́_̀)… GALAU (,)



“Apa? Loe ngomong apa tadi?”tanya Aldi yang tidak mempercayai pendengarannya.
“Terima kasih, karena loe…”
“Alin, Aldi, kenapa kalian mengobrol. Kalian dengar tidak apa yang bapak bicarakan tadi?”tanya Pak Wisnu, guru matematika, dengan nada datar.
“I… Iya, pak!”jawab Alin dan Aldi kompak.
“Kalau begitu, Alin kerjakan soal nomor 1 sampai 5 di papan tulis. Sedangkan, Aldi kerjakan nomor 6 dan 7”perintah Pak Wisnu.
Mereka berdua mengangguk. Mereka mengambil spidol mereka masing-masing dan segera menjawab soal yang ada di papan tulis. Kedengarannya memang tidak adil. Alin dikasih 5 soal, sedangkan Aldi 2 soal. Tapi, kalau dilihat dari tingkat kesulitan, mungkin orang-orang lebih mengerjakan 5 soal yang sangat mudah, daripada 2 soal yang sangat sulit.
Dengan cepat Alin menjawab 5 soal yang ada di papan tulis. Menurutnya, 5 soal turunan limit itu tidak seberapa dari pada ia harus mengerjakan 2 soal tentang nilai stasioner dan nilai minimum serta nilai maksimum. Terima kasih, deh! Rasanya, sampai kapanpun ia tidak akan pernah mengerti bagaimana cara mencari nilai-nilai tersebut.
“Selesai, pak”kata Alin dengan senyum yang mengembang. Sedangkan, Aldi tampak sangat kesulitan mengerjakan 2 soal tersebut. Alin tampak kasihan. Tapi, mau bagaimana lagi. Ia sendiri juga tidak mengerti.
“Bagaimana anak-anak? Apakah jawabannya benar semua?”tanya Pak Wisnu.
“Benar, pak!”kata Rahmat dari barisan paling ujung.
Alin menarik nafas lega. Kalau yang bilang itu Rahmat-ia di juluki Mr. Logic dikelas-berarti, tanpa harus mikir dua kali pun Pak Wisnu percaya.
“Ya, sekarang kamu boleh duduk Alin. Dan kamu Aldi, apakah kamu sudah menyerah? Alin sudah selesai mengerjakan 5 soal dengan cepat. Dan kamu, 1 soal pun belum ada yang selesai”ujar Pak Wisnu.
“Tentu saja, soal limitkan tidak sesulit dengan soal yang gue kerjakan. Lagipula, Alin cukup pintar untuk pelajaran matematika. Mana bisa ia dibanding-banding dengan Alin” gerutu Aldi dalam hati. Ia berusaha menjawab, namun hasilnya tetap salah.
“Sepertinya kamu sudah menyerah Aldi. baiklah, ada yang mau membantu Aldi” tawar Pak Wisnu. Rahmat mengancukan tangannya. Ia pun berjalan mengahmpiri papan tulis, kemudian menjawab soal itu dengan cepat.
“Baik, terima kasih Rahmat. Sekarang kamu boleh duduk”kata Pak Wisnu sambil mepersilahkan Rahmat duduk. Aldi juga ikut duduk, tapi di cegah oleh Pak Wisnu. “Aldi, siapa yang menyuruhmu duduk? Bapak tadi hanya menyuruh Rahmat”ujar Pak Wisnu.
 Baru saja Aldi ingin berkomentar, Pak wisnu sudah lebih dulu berbicara.
“Sekarang kamu berdiri di depan kelas sampai bel pulang berbunyi sambil memperhatikan bapak. Kalau kamu duduk, nanti kamu ngobrol lagi di belakang”ujar Pak Wisnu.
Semua orang di kelas tertawa, kecuali Alin. Ia merasa sangat bersalah. Takut-takut ia memandang Aldi. namun, Aldi terlihat enjoy-enjoy aja.
“Maafin aku, Di”gumam Alin pelan.

~~~~~~~~
Langit terasa begitu kelam. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Alin berlari melawan hembusan angin. Tercium bau obat dimana-mana. Beberapa orang yang memakai seragam putih-putih ia lewati begitu saja. Ia tak begitu mempedulikan orang-orang di sekitarnya. Ia terlalu shock saat mendengar kabar dari Lidya tadi.
“Kemarin, sekitar jam 2 pagi, Fakhri kecelakaan. Lukanya tidak terlalu parah. Tapi…”belum sempat Lidya menyelesaikan kata-katanya, Alin sudah lebih dulu mematikan teleponnya.
‘Kleekk’ Alin membuka pintu kamar Fakhri. Dilihatnya seluruh keluarga Fakhri, Deka dan Lidya mengelilingi Fakhri. Ia segera melangkah masuk dan menghampiri Fakhri. Smua keluarga Fakhri keluar dari kamar, hingga yang didalam hanya ada Alin, Lidya, Deka, dan Fakhri sendiri.
“Semalam kamu kemana aja? Kamu tidak tahu berapa lama aku menunggumu, HAH?”bentak Alin pada Fakhri. Mata Alin berkaca-kaca. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangisnya. Fakhri menatapnya bingung.
“Kamu siapa?”
Alin tercengang. Begitu juga dengan Lidya dan Deka.
“Fakhri, jangan bercanda! Masa’ kamu tidak tahu siapa dia? Dia ini Alin, teman smp kita dulu”jelas Deka. Namun, Fakhri menggeleng.
“Fakhri, kamu bercandakan? Ini benar-benar tidak lucu”kata Lidya. Ia menatap Fakhri dan Alin secara bergantian.
“Aku serius. Aku sama sekali tidak mengenalnya”kata Fakhri datar.
Alin segera berlari keluar kamar. Tidak sanggup melihat Fakhri. Hatinya benar-benar sakit ketika ia mendengar sendiri dari mulut Fakhri bahwa Fakhri sama sekali tidak mengenalnya. Ia terduduk sambil bersandar di koridor depan kamar Fakhri. Lidya datang menghampirinya sambil memeluknya erat.
“Yang sabar ya, Lin”kata Lidya.
Air mata Lidya pun ikut mengalir.  Alin melepaskan pelukan Lidya dan menatap Lidya dengan tatapam memohon.
“Please, tinggalkan aku sendiri. Aku perlu waktu untuk sendiri”ucap Alin di sela-sela tangisnya.
Deka keluar dari kamar Fakhri. Ia ingin melihat keadaan Alin sekarang.
“Kalian berdua pergilah! Aku butuh waktu untuk sendiri”ucap Alin datar tanpa melihat wajah Lidya dan Deka.
Mereka berdua mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Alin sendiri. Alin kembali menangis, dengan lebih kuat. Hujan pun turun membasahi seolah ikut berduka dengan penderitaan Alin.

~~~~~~~~
Tak pernah ada yang berubah dari ‘Dream High Caffe’ ini. Dari awal Bintang bertemu Dessy sampai ia sekelas dengan Dessy pun kafe itu tetaplah sama. Disini, ia ingin memulai kisah baru. Sama seperti dengan nama kafe itu, Bintang menyimpan mimpi yang tinggi pada kafe itu. orang-orang mulai menatapnya bingung. sudah hampir setengah jam ia berdiri disana sambil melihat suasana kafe dari luar, tanpa berkeinginan untuk masuk kedalamnya.
“Hei…”panggil seseorang yang tak asing lagi bagi Bintang. “Sampai kapan kamu mau memandangi kafeku seperti itu, hah? Dasar”lanjut Dessy.
Bintang hanya tersenyum mendengarnya.
“Bisakah kamu ikut denganku sekarang? Aku punya urusan denganmu”ujar Bintang. Dessy menyerngit bingung.
“Memangnya mau kemana?”tanya Dessy penasaran.
Bintang hanya menjawab dengan senyuman. Ia menarik tangan Dessy dan membawanya ke suatu tempat.

~~~~~~~~
Entah sudah berapa jam Alin menangis di situ. Dari siang hingga malam pun, ia masih tetap berada di posisi yang sama. Ia masih duduk sambil menangis di depan kamar Fakhri. Orang-orang yang kewat di depannya memandangnya aneh. Kadang, ada sesekali orang-orang yang lewat menanyakan keadaan Alin. Namun, tidak ia hiraukan. Ia tetatp terus menangis.
Di sela-sela tangisannya, seseorang memberinya sebuah jaket dan sapu tangan. Namun, tidak ia ambil. Ia pun terlalu malas mengangkat kepalanya, sekedar untuk melihat siapa orang yang berbaik hati memberinya jaket dan sapu tangan.
“Dasar bodoh! Mau sampai kapan loe bersikap bodoh seperti ini, hah?”omel orang itu. tanpa melihat pun Alin sudah tau siapa orang itu.
“Hiks… Iya, aku bodoh. Lalu, hiks…. mengapa kamu… hiks… selalu ada disaat orang bodoh ini sedang sedih?”tanya Alin. Sesekali ia sesenggukan.
Aldi mendesah pelan. “Karena loe terlalu bodoh, makanya gue selalu datang. Coba loe gak bodoh, gue gak perlu repot-repot kesini”ujar Aldi kesal.
Alin mengangkat kepalanya. Matanya bengkak. Ada bulatan hitam dibawah matanya. Wajahnya pucat. Badannya pun menggigil. Alin berusaha untuk berdiri, namun ia kembali terjatuh. Tubuhnya begitu lemas.
“Payah”gerutu Aldi sambil membantu Alin berdiri. “Loe masih bisa jalan gak?”
Alin mengangguk lemas. Ia melepaskan tangan Aldi, dan berusaha untuk jalan sendiri. Namun, sebelum ia sempat berdiri, ia kembali terjatuh. Kondisi tubuhnya benar-benar lemah karena ia belum makan dari tadi siang.
Tanpa menunggu perintah dari Alin, ia segera menggendong Alin kedalam dekapan Aldi. Alin hanya bisa pasrah. Ia sempat menoleh ke arah pintu kamar Fakhri. Sekilas ia melihat Fakhri sedang menatapnya dengan tatapan… cemburu.
“Benarkah itu? Atau, aku hanya berhalusinasi?”tanya Alin dalam hati.

~~~~~~~~
Rahma berjalan mondar-mandir dikamar tidurnya. Ia tampak begitu resah dan gelisah. Bagaimana tidak, ia baru saja mendapat kabar dari ibunya Bintang-pacar Rahma-bahwa Bintang sekarang dalam keadaan kritis. Air matanya pun tidak bisa berhenti mengalir. Dadanya terasa nyeri. Tubuhnya bergetar hebat. Wajahnya tampak pucat. Entah apa yang ia rasakan yang pasti perasaan kehilangan selalu menghantuinya.
Ia berhenti mondar-mandir. Ia duduk di pinggiran tempat tidurnya. Ia mencoba memikirkan hal-hal positif dan hal yang bisa membuatnya bahagia. Tetapi, bayangan Bintang terus hadir di otaknya, membuatnya kembali sedih.
“Rahma, kamu udah tidur belum?”tanya ibunya di luar kamarnya.
Rahma menghapus air matanya cepat sambil mengatur nafas dan suaranya.
“Belum, bu! Tapi, baru mau tertidur”kata Rahma dengan nada lemas.
“Baiklah kalau begitu. Good night, dear! Have a nice dream”kata ibunya sambil berlalu.
Kini, Rahma kembali bersedih. Tiada yang bisa menghapus kegalauan hatinya. Ia berharap atas kesembuhan Bintang. Walau tak banyak yang bisa ia lakukan, tapi ia hanya bisa berdoa semoga Allah bisa memberikan yang terbaik untuknya dan Bintang.

~~~~~~~~
Di tempat ini, tempat yang tidak asing lagi buat Dessy. Disini ia dan Bintang pertama kali berkenalan. Kemudian, bertemu lagi. Tempat ini adalah tempat kenangan yang tak pernah terlupakan. Kini, Bintang kembali mengajaknya ke tempat ini. Kenangan itu kembali terulang dibayangannya. Tanpa sadar, ia tersenyum.
“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?”tanya Bintang.
Dessy membalasnya dengan gelengan. Ia duduk di kursi taman yang paling dekat dengannya. Bintang pun ikut duduk disebelahnya. Untuk beberapa saat mereka duduk dalam diam. Tak ada yang mau memulai pembicaraan.
“Malam ini cerah banget, ya”seru Dessy memecah kebisuan.
“Iya! Rasanya, berbeda dengan malam-malam yang lain. Atau…”Bintang menoleh sebentar ke arah Dessy, lalu kembali memandang langit.”…hanya perasaanku saja”
“Nggak, kok! Aku juga berpikir begitu”kata Dessy cepat.
Dessy memandang Bintang lama. Merasa diperhatikan, Bintang pun ikut menoleh. Beberapa saat mereka berada tatap sampai…
“Drrtt… drrrtttt….”Bintang merasa handphonenya bergetar diiringi lagu nada dering tanda telepon masuk. Pandangan Bintang teralih pada handphonenya. Ia segera merogoh sakunya, mengambil hp, kemudian mengangkatnya.
“Halo, ada apa, Di?”
“…..”
“Hah? Apa? Serius? Baiklah, aku segera kesana sekarang”Bintang meletakkan kembali hp-nya kedalam saku, lalu mengambil kunci motornya di dalam saku jaket.
“Bintang, kamu mau kemana? Apa terjadi sesuatu?”tanya Dessy dengan nada khawatir.
Bintang menoleh. Hampir saja ia lupa kalau ia sedang bersama Dessy.
“Maaf, Des. Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Tetapi, ada sesuatu yang penting. Jadi, aku harus pulang sekarang. Tidak apa-apa, kan?”ujar Bintang. Ia takut kalau Dessy tiba-tiba ngambek lagi seperti waktu kejadian dirumah sakit.
“Umm… tidak apa-apa. Ya udah, cepat pulang sana. Katanya penting!”kata Dessy dengan semangat, berusaha menymbunyikan kekecawaannya.
Bintang mengangguk, kemudian berlalu. SEPI. Kehilangan. Itulah yang Dessy rasakan saat ini. Entah perasaan apa itu. Dessy sama sekali tidak mengerti.
“Apakah aku sedang jatuh cinta?”tanya Dessy dalam hati.

~~~~~~~~
Alin membuka matanya. Dilihatnya langit masih gelap. Udara dingin mulai menusuknya. Padahal, ia sudah mengenakan jaket. Aldi masih menggendong tubuhnya sambil sesekali celingukan.
“Lagi nungguin siapa?”tanya Alin pelan karena tubuhnya terlalu lemas. Saking pelannya, suaranya hampir tidak terdengar.
Aldi tampak terkejut ketika ia mendengar suara Alin. Hampir saja ia melempar tubuh Alin saking terkejutnya.
“Eh…umm… kamu udah bangun, Lin?”Aldi malah balik bertanya.
Alin mengangguk kepalanya lemas. Ia diam dalam dekapan Aldi. bukannya apa, tapi tenaganya sama sekali tidak ada. Daun-daun kering di sekeliling mereka melayang diterbangkan angin. Semakin malam, dinginnya semakin menusuk. Alin menyerngitkan dahinya ketika melihat Bintang datang. Atau mungkin, inilah alasan Aldi diluar rumah sakit sampai-sampai tubuhnya hampir membeku gara-gara menunggu Bintang.
“Ini, tolong bawa dia ke mobil gue. Gue masih mau ke dalam. Masih ada urusan yang belum aku selesaikan”ujar Aldi cepat.
Bintang mengangguk tanda mengerti. Ia segera melakukan apa yang diperintah Aldi. Aldi segera berlari menuju rumah sakit. Namun, baru beberapa ia berlari, ia berbalik.
“Gue gak lama. Cuma 5 menit aja. Tolong jaga dia baik-baik, ya”teriak Aldi.
Bintang kembali menganggik. Mereka segera masuk ke dalam mobil. Udara di dalam mobil tidak sedingin diluar. Setidaknya, mereka tidak akan masuk angin jika berada di dalam mobil.
1 menit… 2 menit… 5 menit… telah berlalu. Alin masik sempat melirik jam tangannya. Mata Bintang tinggal beberapa watt. Sepertinya ia sudah sangat lelah. Kentara sekali di wajahnya. 7 menit telah berlalu, tetapi Aldi tak kunjung datang juga. Setelah 10 menit berlalu, barulah dia datang. Ia membuka pintu kemudi, lalu masuk kedalam. Alin langsung memejamkan matanya pura-pura tidur. Bintang sudah terlelap dari tadi. Ia jug tidak mengetahui kalau Aldi sudah datang. Aldi menyalakan mesin mobilnya. Sebelum ia melajukan mobilnya, ia sempat menoleh ke bangku belakang. Ia tertawa melihat wajah Bintang dan Alin yang sedang tidur. Lucu sekali. Tanpa sadar, ia menatap wajah Alin lama.
“Udah balik?”tanya Alin membuat Aldi terkejut.
“I… iya… tadi”kata Aldi gugup. “Mau langsung pulang?”tanya Aldi.
“Ya iyalah! Tapi, jangan pulang kerumahku, ya! Aku tidak mau melihat wajah panik mamaku”pinta Alin dengan nada memohon.
“Terus kita kemana sekarang?”
“Kerumah loe aja. Masalah barang-barang gue, biar gue suruh Bintang aja yang ngambil”cerocos Alin. Walaupun tenaganya sudah sangat minim,tapi ia masih bisa banyak bicara.
Aldi mengangguk, kemudian melajukan mobilnya kerumahnya.

~~~~~~~~
Langit kembali terlihat mendung. Angin-angin kembali menari tarian datangnya hujan. Burung-burung bersenandung nada sedih. Namun,  sudah ada tetes air jatuh di pipi Rahma. Itulah yang dilihat Dessy saat ia baru datang memasuki kelas. Alin juga yang baru datang beberapa detik kemudian tampak terkejut melihat kondisi Rahma.
“Rahma, ada apa? kenapa pagi-pagi udah nangis?”tanya Alin dengan nada khawatir.
 Rahma tidak langsung menjawab pertanyaan Alin. Malah, ia memberikan handphonenya pada Alin. Tanpa basa-basi, Alin langsung membaca sebuah pesan yang tadi ditunjukkan Rahma padanya. Melihat itu, Alin langsung membelalakkan matanya. Ia terlihat shock membacanya.
“Ada apa, Lin? Apa yang sebenarnya terjadi?”tanya Dessy ketika melihat perubahan yang terjadi pada Alin. Tapi, Alin hanya diam membuat Dessy penasaran.
“Sini”Dessy merebut handphone Rahma dari tangan Alin dan membacanya. Dessy terkesiap membacanya. Ia memandang Rahma dengab tatapan tidak percaya dan Alin yang kini sudah bersimbah air mata secara bergantian.
“Benarkah? Benarkan pesan ini? Benarkah kalau…” Dessy berusaha mengatur emosinya, menahan air mata agar tidak terjatuh.”Benarkah kalau… Bintang… meninggal?”tanya Dessy tidak percaya.
Rahma mengangguk lemah. Sedangkan, Alin… Alin berusaha mengendalikan air matanya. Ia menatap Dessy, berusaha untuk memberi pengertian pada Dessy.
“Ada apa, Lin?”tanya Dessy yang sepertinya tahu kalau Alin ingin memberitahu sesuatu padanya.
“Des… sebenarnya… Bintang itu… pacar Rahma…”
Dessy semakin shock. Kata-kata yang meluncur dari mulut Alin membuatnya tidak bisa berpikir apa-apa lagi. Sontak ia langsung berlari keluar kelas. Tak peduli dengan hujan yang baru saja turun. Kata-kata terakhir yang didengarnya benar-benar membuat emosinya membludak. Sedih, marah, kecewa, kehilangan semua campur aduk dihatinya. Bagaimana bisa Bintang pergi meninggalkannya begitu saja. Padahal, baru tadi malam mereka bertemu dan mengobrol. Padahal…
Tangis Dessy pecah. Ia berhenti dikoridor dekat gudang di lantai 2. Tempat itu jarang sekali dilalui siswa-siswi. Tempat yang sangat cocok buat Dessy menangis. Namun, entah ia salah dengar atau tidak, ia mendengar langkah kaki berjalan mendekatinya. Dessy tidak tahu pasti siapa orang itu karena ia sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya. Ia terus memeluk lututnya sambil menyembunyikan wajahnya. Terdengar langkah itu terhenti tepat di depannya. Dessy menengadahkan kepalanya sedikit, tapi tetap saja ia tidak bisa melihat dengan jelas orang itu karena air matanya menyamarkan penglihatannya.
“Mengapa kamu menangis?”tanya cowok itu. suaranya tak asing lagi bagi Dessy. Tapi, tetap saja ia tidak menyadarinya karena ia masih shock.
“Bintang…”
“Bintang? Memangnya apa yang terjadi pada Bintang?”tanya cowok itu.
“Dia…”Dessy memberanikan diri mengangkat kepalanya. Ia menghapus air matanya dan kini bisa melihat dengan jelas siapa lawan bicaranya. Dan itu semakin membuatnya shock. “LOH??? Kok…”

~~~~~~~~

Alin dan Rahma sedang tertawa sambil cekikikan di kelas. Padahal, masih ada sisa air mata yang menghiasi pipi dan mata mereka. Orang-orang yang baru datang kekelas memandang mereka dengan tatapan aneh. Cika dan Devi jadi ikut-ikutan penasaran dengan tingkah Alin dan Rahma. Bahkan, Vivi yang dari tadi hanya melihat mereka tertawa menganggap mereka berdua kalau otaknya sudah ‘ERROR’.
“Ada apa, sih? Bagi-bagi cerita, dong! kayaknya seru, nih!”seru Devi. Cika, Vivi dan Riri ikut-ikutan nimbrung, pengen minta cerita yang sebenarnya terjadi.
“Gini…”kata Alin setelah tawanya sudah berhenti. Namun, ia masih sempat cekikikan. “Tadi, aku baca sms dari ibunya pacar Rahma, bahwa dia baru saja meninggal”ujar Alin.
“Loh, pacarnya Rahma meninggal kok kalian malah cekikikan kayak kuntilanak. Gimana, sih?”komentar Cika yang merasa apa yang telah dilakukan Alin dan Rahma tadi salah. Alin dan Rahma saling bertatapan.
“Nah, itu dia masalahnya. Waktu aku baca sms itu, Dessy juga ikutan baca”
“Terus, mana Dessynya? Kok gak ada disini?”tanya Vivi.
“I-don’t-know. Soalnya tadi dia main kabur-kabur aja”kata Alin.
“Terus, apa yang lucu? Masa orang meninggal kalian malah tertawa?”ujar Riri.
Alin dan Rahma saling berhadapan. Walaupun Rahma sangat terpukul dengan kematian pacarnya, namun penjelasan Alin tadi benar-benar sedikit menghiburnya.
“Sebenarnya…”

~~~~~~~~

Senin, 11 Juni 2012

GURADIAN ANGEL (16)

BIRTHDAY SURPRISE

Alin segera berlari menuju ruang tempat Fakhri dirawat. Bintang ia tinggalkan begitu saja. Yang ia khawatirkan sekarang adalah keadaan Fakhri. Alin segera membuka pintu kamar. Kosong. Tak ada siapa pun disana. Alin kembali meneliti isi didalam ruangan. Tak ada siapapun, kecuali selembar kertas yang ada diatas meja.
‘Temui aku di gedung paling atas rumah sakit sekarang. Fakhri.’
Pesan itu membuat Alin semakin panik. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari menelusuri tangga untuk mencapai bagian paliang atas gedung ini. Saat Alin hampir mencapai tempat yang paling, ia segera memutar kenop pintu. Namun, tidak bisa dibuka. Ia kembali mencoba.
‘Kleekk’ pintu terbuka. Ekspresi wajah Alin berubah lega. Kemudian ia segera membuka pintu itu lebih besar dan masuk.
‘Byuurr’ air mengalir dari atas kepalanya, disusul jatuhnya gandum membuat seluruh tubuhnya berwarna putih. Orang-orang datang menghampirinya dengan membawa sebuah kue sambil menyanyikan sebuah lagu.
“Happy birthday, Alin… Happy birthday, Alin… Happy birthday, happy birthday… Happy birthday, Alin…”
Ada rasa kesal, haru, dan bahagia menyerbu Alin. Air matanya mengalir begitu saja dipipinya. Tak disangka temannya membuat surprise party untuknya.
“Terima kasih, teman-teman! Kalian berhasil membuatku menangis hari ini” ujar Alin. Yang lain hanya tersenyum mendengarnya.
“Maaf ya, karena kami sudah membuatmu khawatir hari ini”ucap Rahma. Alin mengangguk.
“Iya, iya, dimaafkan. Tapi, awas kalau diulangi lagi”ancam Alin.
“Sudahlah, yang penting kita potong kue dulu. Oke! Udah lapar, nih”ucap Devi, yang lain memelototinya.
“Dasar… gak sabaran”cibir Reza, namun diabaikan oleh Devi.
Alin tidak begitu mempedulikannya. Kemudian ia memotong kuenya dan diiringi lagu potong kue. Potongan kue pertamanya untuk Devi, harena ia paling dekat dengan Devi. Sebenarnya, potongan pertama itu ingin ia berikan pada Lidya. Tapi, berhubung orangnya tidak ada, jadi ia berikan pada Devi. Yang kedua Dessy. Kemudian Vivi, Rahma, Riri, Cika, Bintang, dan seterusnya. Terakhir, ia berikan pada Fakhri.
“Yah, aku dapat sisanya”protes Fakhri.
Dengan cepat Alin menjitak kepala Fakhri pelan. “Sudah, jangan banyak protes! Makan saja”Alin meenyuapkan kue itu pada Fakhri. Ia pandangi wajah Fakhri. Tampak pucat. “Wajahmu pucat… Bagaimana kalau kamu kembali saja? aku mengantarmu kekamar, ya”
“Dengan penampilan seperti itu?”tanya Fakhri ragu.
Alin memandangi seluruh tubuhnya yang putih. Ia lupa kalau tadi ia diguyuri air dan gandum. Alin tertawa pelan.
“Tentu saja tidak! Aku harus membersihkan seluruh badanku yang… iiiuuww, kotor banget! Hahaha… Oke?”ujar Alin disambut anggukan oleh Fakhri.
Alin dan Fakhri berjalan menuruni tangga. Sebelum itu, Alin sempat menoleh kearah teman-temannya.
“Guys, aku kebawah dulu, ya! Mau bersih-bersih. Lihat nih, badanku kotor semua”kata Alin dengan manjanya.
“Oke, oke. Jangan lama-lama, ya!”balas Devi dibalas anggukan oleh Alin. Kemudian Alin dan Fakhri menghilang dari hadapan mereka.

~~~~~~~~
Alin keluar dari kamar mandi yang ada di ruang tempat Fakhri dirawat. Ia sudah berganti dengan pakaian biasa. Namun, terlihat manis bagi Fakhri. Tanpa sadar, Fakhri terus memperhatikan Alin dari tempat ia duduk.
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?”tanya Alin. Bisa dilihat ia jadi salting.
“Hah?”sepertinya nyawa Fakhri baru setengah kembali. Namun, matanya masih menatap Alin.
“Woy… sadar, sadar”Alin mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Fakhri. Kali ini nyawa Fakhri sudah sepenuhnya utuh.
“Kamu ngomong apa, tadi?”tanya Fakhri. Wajahnya memerah menahan malu.
Alin tertawa pelan,”Akhirnya, kamu sudah kembali ke alam nyata. Aku tadi tanya ‘apakah ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan padaku?’”
“Oh, iya. Mmm… Apa yang paling kamu inginkan?”kata Fakhri gugup.
“Hah?”
“Adakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”tanya Fakhri lagi.
Alin tampak berpikir,”Aku ingin selalu berada disampingmu”
“Hah?”Fakhri menyerngit. Namun, wajahnya berubah muram.
Alin tertawa,”Hahaha… Aku bercanda. Hal yang paling kuinginkan, nmm… apa, ya? Mungkin sesuatu yang cantik. Memangnya kenapa?”tanya Alin penasaran.
“Ah, tidak ada. Aku hanya ingin memberikanmu kejutan nanti malam”
“Benarkah? Apa itu? aku ingin tahu”kata Alin tidak sabaran.
Fakhri menjitak kepala Alin pelan. Alin tampak meringis.
“Dasar tidak sabaran! Kalau itu, rahasia. Namanya juga kejutam. Lihat saja nanti malam. Okey?”Fakhri mengangkat jempolnya.
“Baiklah, aku tunggu nanti malam. Awas kalau bohong, ya!”ancam Alin disambut tawa oleh Fakhri. Alin menjitak kepala Fakhri pelan. “Itu balasan untukmu karena tadi telah menjitak kepalaku”
“Hei, tunggu…” Fakhri berusaha membalas. Namun, Alin sudah berlari keluar kamar. Ia juga masih sempat menjulurkan lidahnya pada Fakhri sebelum keluar kamar.
Fakhri kembali ke ranjangnya. Kamar itu kembali menjadi sepi baginya. Ia melihat keluar kamarnya. Dari kejauhan Alin berlari menuju tempat tadi. Kemudian ia menghilang dari pandangannya. Ia memegangi kepala. Rasa sakit kembali menjalari tuubuhnya. Sakit yang selalu ia simpan dari Alin, Deka, dan teman-temannya yang lain, kecuali keluarganya. Rasa sakit itu kemudian menyebar keseluruh tubuhnya, membuat ia serasa ingin mati. Ia berusaha kembali keranjangnya. Namun, sebelum ia sempat tiba keranjangnya, tubuhnya ambruk ke lantai.

~~~~~~~~
Devi, Dessy, Riri, Vivi, dan Rahma sedang bergosip ria di pinggiran pagar pembatas saat Alin baru tiba di tempat tadi. Mereka sedang asyik melihat sesuatu yang ada dibawah. Alin yang baru saja tiba segera menghampiri mereka berlima.
“Ada apa?”tanya Alin tampak penasaran. Ia juga segera melihat kearah yang tadi mereka lihat. Melihat itu, Alin langsung terkejut. “Hei, apa aku salah lihat? Cika, Cika dan Reihan… mereka berdua… Apakah mereka pacaran?”tanya Alin bingung.
Mereka berlima mengangkat bahu mereka serempak.
“Ntah tuh, si Cika! Main rahasia-rahasiaan sama kita. Malas banget, deh!”cibir Dessy. Alin hanya tersenyum mendengarnya.
“Masa’, sih? Bukankah kamu yang paling dekat dengan Cika”kata Rahma.
“Dia bilang sih, nggak! Tapi, aku masih belum percaya, deh! Masa’ nggak pacaran, tapi deket banget kayak gitu”cerocos Dessy lagi.
“Mungkin belum jadian kali. Atau, Cika punya alasan tersendiri untuk tidak memberitahu kita semua. Udah, jangan terlalu suuzon. Gak baik, tau!”ujar Alin.
“Iya, deh!”balas Dessy dengan nada sedikit dipaksakan.
“Ngomong-ngomong, kemana yang lain? Sudah pada pulang, ya?”tanya Alin sambil celingukan mencari orang.
Mereka berlima ikut celingukan. Tapi, tak ada satu pun orang kecuali mereka berenam.
“Perasaan tadi masih ada Aldi dan Bintang, deh! Tapi, kemana mereka sekarang?” tanya Rahma bingung. begitu juga dengan yang lain.
“Teman-teman, aku pulang dulu, ya! Aku masih ada kepentingan yang lain, nih! Sampai ketemu nanti malam, ya. Bye”Vivi melambaikan tangannya kepada kelima temannya yang lain. Mereka membalas lambaian tangan Vivi.
Suasana menjadi sepi. Mereka semua terdiam. Rahma menoleh kearah Alin yang dari tadi terus tersenyum.
“Hayooo… kenapa senyum-senyum sendiri? Pasti ada sesuatu. Kasih tau, dong!”kata Rahma dengan nada memohon.
Alin menggelengkan kepalanya kuat. “Gak ada, kok! Aku hanya senang saja hari ini, karena hari ini ulang tahunku. Nanti malam, kalian datangkan?”
Mereka semua mengangguk. Senyum Alin semakin merekah. Angin-angin berhembus menerbangkan rambutnya. Burung-burung berkicau menyanyikan lagu bahagia untuk Alin. Awan-awan menari diatas langit, seolah alam ikut merayakan ulang tahun Alin.
Semoga hari ini adalah hari yang paling bahagia dalam hidupku,batin Alin.

~~~~~~~~
Suasana dirumah Alin cukup ramai. Ternyata, sudah banyak orang-orang yang sudah datang kerumahnya. Kebanyakan yang datang teman sekelasnya. Orangtua Alin tampak sibuk menyambut kedatangan teman-teman mereka dan Alin. Alin sendiri sedang sibuk berdandan dikamarnya.
“Non, ibu sama bapak menyuruh nona cepat turun. Teman-teman nona sudah pada gak sabar lihat nona”kata Bi Minah, pembantu yang baru bekerja dirumah Alin hari ini.
Pintu kamar Alin terbuka. Namun, yang muncul bukanlah Alin, tapi Kak Dina, kakak perempuan Alin.
“Iya, bi! Sebentar lagi Alin turun, kok! Oh ya, dimana Kak Dimas?”tanya Kak Dina sambil celingukan.
Pintu kamar Alin ia tutup kembali. Tidak ingin ada yang melihat bagaimana penampilan Alin sekarang. Seseorang laki-laki yang kira-kira berumur 19 tahun muncul dari kamar sebelah kamar Alin. Ia tampak kesulitan memasang dasi.
“Ada yang mencariku? Aku disini”kata Kak Dimas. Pandangannya tak lepas dari dasinya. “Apakah ada yang bersedia membantuku memasang ini? Aku kesulitan untuk memasangnya”tambahnya.
Kak Dina menggelengkan kepalanya. Ia berjalan mengahampiri Kak Dimas, kemudian mengambil alihnya.
“Selesai”ucap Kak Dina sambil menepuk dasi Kak Dimas pelan. ”Sekarang kakak pergi kebawah sana. Mama dan papa tampaknya kewalahan melayani para tamu. Bilang saja, sebentar lagi tuan putri akan turun. Oke”kata Kak Dina cepat. Tanpa menunggu jawaban dari Kak Dimas, ia segera kembali memasuki kamar Alin.
Suasana makin riuh dibawah. Namun, mereka semua tiba-tiba terdiam saat melihat seorang perempuan berjalan menuruni tangga. Dalam balutan gaun hitam dengan rambut ia biarkan terurai ditambah sedikit hiasan dikepalanya, membuat Alin terlihat manis menggunakannya. Teman-temannya yang lain segera berjalan menghampirinya.
“Cantik sekali kamu Alin malam ini”puji Bintang. Alin tampak tersipu.
“Eheem… makasih. Kira-kira ada yang cemburu gak, ya?”tanya Alin sambil melirik kearah teman-temannya. Seseorang langsung mencubit perut Alin kuat. Alin tampak meringis sambil mengelus-elus perutnya yang sakit.
“Mending sambut yang lain. Tuh, lihat ada pasangan baru yang ingin memberi selamat”kata Dessy dengan nada manis. Namun, menyimpan sebuah makna tersembunyi.
“Ciee… pasangan yang baru jadian, nih! Kapan jadiannya? Kok gak undang-undang kita”goda Alin pada Reihan dan Cika. Mereka berdua tersipu malu.
“Nggak, kok! Kami belum jadian, kok!”elak Cika. Yang lain tersenyum curiga.
“O… belum jadian, ya! Tapi, nanti jadikan”goda Devi.
“Udah, ah! Gak usah bahas itu lagi. Mending, kita mulai deh acaranya. Lihat, semua orang udah pada lapar, tuh!”ujar Riri. Alin terpukau melihatnya. Ada sesuatu yang berbeda dari Riri. Ia baru menyadarinya.
“Riri, rambut di rebonding, ya? Cantik banget”puji Alin. Riri tersipu.
“Udah, jangan gangguin orang terus. Ayo, mulai saja acaranya”ujar Riri.
Alin mengangguk. Ia menoleh sebentar seperti mencari sesuatu. Namun, sepertinya tidak ada. Ia segera berjalan menuju tempat kue ulang tahunnya. Semua orang berjalan mengahmpirinya dan bernyanyi lagu ‘Selamat ulang tahun’. Setelah meniup lilin, Alin memotong kue. Kue itu ia bagi menjadi beberapa potong. Potongan pertama ia simpan secara diam-diam. Lalu, potongan kedua dan ketiga ia beri kepada kedua orangtuanya. Lalu kepada kedua kakaknya yang hari ini baru pulang dari Australia untuk menghadiri acara ulang tahunnya. Lalu, potongan selanjutnya ia berikan kepada Bintang karena ia sudah menganggapnya sebagai saudaranya sendiri. Setelah selesai, mereka semua mulai menyebar untuk memakan hidangan-hidangan yang ada. Alin berjalan keluar rumahnya. Tampak sepi. Tak lama, seseorang datang menghampirinya. Alin tersenyum melihatnya.
“Hei, Lidya! Aku kira kamu gak datang”Alin memanyunkan bibirnya. Lidya mencubit kedua pipi Alin gemas.
“Dasar! Tentu saja aku datang. Tidak mungkin aku tidak menghadiri acara ultah sahabatku yang paling kurang ajar ini. Jarang-jarangkan ini terjadi”cerocos Lidya. Alin tertawa mendengarnya.
“Lalu, mana hadiah untukku? Mana?”pinta Alin sambil mengulurkan tangannya.
“Gak ada”jawab Lidya singkat. Alin kembali cemberut. “Hahaha… bercanda, kok! Nih!”Lidya memberikan sebuah kado yang tampak besar. Alin segera meraba-raba isinya.
“Apa ini? Ah… pasti boneka, ya”tebak Alin. Lidya mengangguk.
“Disini dingin, ayo masuk!”ajak Lidya. Alin tampak berpikir. “Ada apa? apa kau sedang menunggu seseorang disini?”tanya Lidya. Alin menggeleng cepat. “Ck, sudahlah, tidak perlu disembunyikan. Aku tahu siapa yang kamu tunggu. Karena itu, aku telat datang. Ini, surat dari Fakhri. Dia menyuruhku memberinya padamu”
Alin mengambil surat dari tangan Lidya, kemudian membukanya. Mata Alin membulat. Ia segera berlari keluar rumah. Namun, sebelum ia sempat sampai di pintu gerbang, ia kembali lagi. Ia memberikan kado yang dibawa Lidya kepada Lidya.
“Ini, tolong letakkan dikamarku. Dan satu lagi, kalau ada yang mencariku, bilang aku ada urusan yang penting. Oke!”kemudian ia pergi meninggalkan rumah.
Aldi yang baru saja keluar dari rumah Alin, berjalan menghampiri Lidya.
“Mau kemana dia?”tanya Aldi penasaran.
Lidya mengangkat bahunya cepat. “Aku tidak tahu. Tapi…” Lidya mendongak keatas. Langit tampak gelap. Angin berhembus kian kencangnya. Beberapa saat, muncul kilat yang mengerjap bumi. “Tapi, tolong susul dia. Sepertinya cuaca malam ini tidak bagus. Aku takut, sesuatu terjadi padanya”ujar Lidya panjang lebar. Tanpa pikir panjang, Aldi segera berlari mengejar Alin dan meninggalkan Lidya sendiri.

~~~~~~~~
Alin baru saja tiba ditaman tak jauh dari ‘Dream High Caffe’-kare milik keluarga Dessy-. Ia melihat sekelilingnya. Ada begitu banyak lampu berbentuk bintang. Kemudian, lilin-lilin yang membentuk jalan. Alin segera berjalan menulusuri lilin itu hingga sampai di sebuah tempat yang sangat indah. Di depannya, terlihat sebuah pondok. Ada sebuah meja dan 2 kursi disana. Alin duduk disalah satu kursi tersebut. Sebatang bunga mawar dan lilin menghiasi meja itu, membuat suasana menjadi romantis. Alin segera mengambil mawar itu. ada sebuah memo yang tergantung di bunga mawar itu. alin segera membacanya.
‘Aku pergi sebentar. Jangan pergi! Tunggu aku. Aku hanya pergi sebentar saja’
Alin tersenyum membacanya. Ia kembali meletakkan mawar itu, kemudian duduk sambil menunggu kedatangan Fakhri.

~~~~~~~~
Rumah Alin mulai sepi. Orang-orang sudah banyak yang pulang. Tinggal beberapa saja yang belum pulang.
“Guys, aku dan Dessy pulang dulu, ya! Sampai bertemu nanti”ujar Devi, kemudian pergi meninggalkan yang lain.
“Aku juga harus pulang. Bye! Sampai jumpa nanti”Rahma pergi dari rumah Alin.
Vivi dan Riri juga ikut-ikutan pulang.  Yang tertinggal hanya Cika dan Reihan.
“Mau aku antar pulang?”tawar Reihan.
Cika terlihat ragu.”Memangnya aku mau pulang sama siapa? Lihat, tak ada lagi orang disini. Mau naik taksi, tapi sudah larut malam. Susah sekali mencari taksi jam segini”celoteh Cika. Reihan tertawa mendengarnya. “Kenapa tertawa? Memangnya ada yang lucu? Kalau begitu, aku jalan kaki saja”kata dengan ketus. ia kemudian berjalan keluar dari rumah Alin dengan kesal.
Angin berhembus kian kencangnya. Namun, Cika terlihat tak peduli. Ia terus berjalan dan berjalan. Beberapa menit kemudian, angin kencang berganti dengan titik-titik air yang mengguyur bumi. Dilihatnya Cika tetap pada pendiriannya, Reihan berjalan menyusul Cika. Ia melepas jaketnya, kemudian ditutupnya kepala mereka berdua dengan jaket Reihan supaya tidak kehujanan. Menyadari itu, Cika langsung berhenti. Ia menatap Reihan lama.
“Please, jangan ngambek! Aku tadi hanya bercanda. Mana mungkin aku tega meninggalkanmu seperti itu”kata Reihan dengan nada memohon.
Cika spontan tertawa, sedangkan Reihan hanya bengong.
“Terus, apa yang kita lakukan sekarang? Sekarang hujan. Kembali kerumah Alin ataupun Aldi tak ada gunanya. Mereka sekarang sedang tidak ada dirumah”ujar Cika.
“Mmm… kalau begitu, aku akan pergi mengambil motor dulu. Kamu tunggu saja disana”Reihan menunjuk kearah sebuah pondok yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Cika mengangguk mengerti.
“Aku pergi dulu”kata Reihan. Ia segera berlari menerobos derasnya tirai air yang menghujamnya. Jaketnya tadi ia berikan pada Cika.
Cika menatap kepergian Reihan. Senyumnya terkembang diwajahnya. Hari ini sudah cukup membahagiakan baginya. Walau ada sedikit rasa sakit yang merambat hatinya, namun ia berusaha mengobatinya dengan senyuman.

~~~~~~~~
Alin kembali terbangun dari tidurnya. Setiap kali ia ingin tidur, ia kembali terbangun. Takut saat Fakhri datang, ia tidak menyadarinya. Ia terus menunggu, sampai-sampai ia tidak menyadari hari sudah hujan. Semua lilin-lilin tadi padam. Lilin yang ada dimeja pun padam karena dihembus angin. Alin berangkat dari tempat duduknya. Karena pondok itu terlalu kecil, ia bisa merasakan air hujan yang terbawa oleh angin. Alin mengusap-usap lengannya dan telapak tangannya supaya tidak kedinginan. Sesaat kemudian, ia merasakan sesuatu yang sangat hangat. Seseorang memakaikannya jas supaya tidak kedinginan. Alin tersenyum senang. Sepertinya orang yang dia tunggu-tunggu datang. Ia segera berbalik dan terkejut melihat orang itu.
“Aldi”terdengar nada kecewa dari mulut Alin. Aldi hanya memandangnya sebal.
“Mau sampai kapan loe nungguin si Fakhri itu, hah? Loe gak lihat sekarang udah jam berapa?”tanya Aldi dengan galaknya.
Alin melirik jam tangannya. Sudah jam 2 pagi. Berarti, sudah 4 jam ia menunggu disini. Alin menghela nafas pelan.
“Tapi, Fakhri bilang ia hanya pergi sebentar. dia menyuruhku untuk menunggu” kata Alin dengan polosnya. Kini, giliran Aldi yang menghela nafas.
“SEBENTAR? LOE KIRA 4 JAM ITU SEBENTAR, HAH?”teriak Aldi dengan garangnya. Ia sudah tidak tahan lagi melihat kelakuan bodoh Alin itu.
Alin menutup telinganya,”Hei, loe bisa gak sih gak pake ‘TERIAK-TERIAK’? Loe kira telinga gue udah gak di pakai lagi?”bentak Alin kesal.
Aldi mendesah. “Kalau begitu, kita pulang sekarang. Kasihan ortu loe udah nunggu lama di rumah. Emangnya loe gak kasihan apa sama papa-mama loe?”
Alin terdiam sesaat. Ia terlihat sedang berpikir.
“Lalu, bagaimana dengan Fakhri?”tanya Alin ragu.
Aldi mendesah,”Udah, deh! Mending loe turutin apa kata gue. Berani bertaruh? Gue yakin dia gak akan kembali lagi”kata Aldi meyakinkan.
Alin semakin ragu. “Tapi…”
Sebelum Alin sempat menyelesaikan kata-katanya, Aldi segera menarik tangan Alin dan menyeretnya masuk kedalam mobil.

~~~~~~~~
Fakhri mengendarai mobilnya dengan sangat kencang. Ia benar-benar tidak mengangka kalau Alin lebih mempercayai perkataan Aldi dibanding percaya dengan hati nuraninya. Ia datang saat Aldi memberikan jas pada Alin. Melihat hal itu, ia jadi mengurungkan niatnya. Kemudian, Alin dan Aldi terlibat pembicaraan yang serius. Fakhri berjalan mendekat, berusaha untuk mendengar apa yang mereka bicarakan.
“Lalu, bagaimana dengan Fakhri?”tanya Alin ragu.
Aldi mendesah,”Udah, deh! Mending loe turutin apa kata gue. Berani bertaruh? Gue yakin dia gak akan kembali lagi”.
Alin semakin ragu. “Tapi…”
Sebelum Alin sempat menyelesaikan kata-katanya, Aldi segera menarik tangan Alin dan menyeretnya masuk kedalam mobil. Fakhri terdiam di tempatnya. Ia tak peduli dengan hujan yang terus menghujam dirinya.
Dadanya mulai terasa sesak mengingat kejadian itu. ia semakin mempercepat laju mobilnya. Tidak peduli dengan orang-orang yang ada di dalam kendaraan itu melihatnya aneh atau apalah, tanpa mengetahui sebuah mobil kijang yang melaju dari arah berlawanan dengan kecepatan cukup tinggi sudah berada di depannya. Melihat lampu sorot mobil kijang yang silau menyinari matanya, ia segera membanting stri ke kiri sambil menginjak rem.
‘Brukkk’ Ia tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi, karena sekarang ia sudah tidak sadarkan diri lagi.

~~~~~~~~
Dada Alin tiba-tiba terasa sakit. Wajahnya berubah pucat. Tubuhnya langsung menggigil kedinginan. Padahal, suhu diluar kelas sangat panas.
“Alin, kamu sakit? Wajahmu pucat”kata Devi yang duduk sebangku dengannya.
Alin menggeleng pelan. Tiba-tiba kepalanya menjadi pusing. Ia mengurut dahinya. Devi menatapnya khawatir.
“Udah, aku gak apa-apa, kok! Aku ini super kuat. Berani bertaruh? Kalau aku bisa bertahan sampai jam pulang, kamu harus mentraktirku pulang sekolah ini. Kalau tidak, aku akan mentraktirmu selama seminggu”tawar Alin.
Devi terlihat ragu. Tapi, ia mengangguk setuju. Aldi dan Reza menoleh bingung kearah mereka.
“Mereka kenapa, tuh?”tanya Reza penasaran.
Aldi mengangkat bahunya tidak tahu. Tapi, sesekali ia melirik kearah Alin. Ia pun mengambil minyak kayu putih di tasnya. Kemudian menulis sesuatu di kertas.
“Nih”
Aldi sambil memberikan kertas yang telah ia tulis beserta minyak kayu putih. Alin menatapnya bingung. Tidak biasanya Aldi bersikap baik padanya.
“Udah, deh! Jangan mikir yang aneh-aneh. Gue tulus kok bantuin loe”bisik Aldi pelan. Sepertinya ia tahu apa yang Alin pikirkan.
Alin mengangguk, walau terlihat masih ragu. Ia segera membuka kertas itu dan membacanya isinya.
‘Lain kali, jangan hujan-hujan. Lihat diri loe! Loe jadi sakit begitu gara-gara nungguin dia, kan? Yah, sebenarnya gue gak ada hak untuk berbuat hal itu. tapi, gue Cuma gak tahan lihat sikap bodoh loe itu’
Alin tersenyum membacanya. Giliran Aldi yang menatapnya aneh.
“Makasih”ucap Alin tulus pada Aldi.
“Apa? Loe ngomong apa tadi?”tanya Aldi yang tidak mempercayai pendengarannya.
“Terima kasih, karena loe…”

~~~~~~~~