Alin
segera berlari menuju ruang tempat Fakhri dirawat. Bintang ia tinggalkan begitu
saja. Yang ia khawatirkan sekarang adalah keadaan Fakhri. Alin segera membuka
pintu kamar. Kosong. Tak ada siapa pun disana. Alin kembali meneliti isi didalam
ruangan. Tak ada siapapun, kecuali selembar kertas yang ada diatas meja.
‘Temui aku di gedung
paling atas rumah sakit sekarang. Fakhri.’
Pesan
itu membuat Alin semakin panik. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari
menelusuri tangga untuk mencapai bagian paliang atas gedung ini. Saat Alin
hampir mencapai tempat yang paling, ia segera memutar kenop pintu. Namun, tidak
bisa dibuka. Ia kembali mencoba.
‘Kleekk’
pintu terbuka. Ekspresi wajah Alin berubah lega. Kemudian ia segera membuka
pintu itu lebih besar dan masuk.
‘Byuurr’
air mengalir dari atas kepalanya, disusul jatuhnya gandum membuat seluruh
tubuhnya berwarna putih. Orang-orang datang menghampirinya dengan membawa
sebuah kue sambil menyanyikan sebuah lagu.
“Happy
birthday, Alin… Happy birthday, Alin… Happy birthday, happy birthday… Happy
birthday, Alin…”
Ada
rasa kesal, haru, dan bahagia menyerbu Alin. Air matanya mengalir begitu saja
dipipinya. Tak disangka temannya membuat surprise party untuknya.
“Terima
kasih, teman-teman! Kalian berhasil membuatku menangis hari ini” ujar Alin.
Yang lain hanya tersenyum mendengarnya.
“Maaf
ya, karena kami sudah membuatmu khawatir hari ini”ucap Rahma. Alin mengangguk.
“Iya,
iya, dimaafkan. Tapi, awas kalau diulangi lagi”ancam Alin.
“Sudahlah,
yang penting kita potong kue dulu. Oke! Udah lapar, nih”ucap Devi, yang lain
memelototinya.
“Dasar…
gak sabaran”cibir Reza, namun diabaikan oleh Devi.
Alin
tidak begitu mempedulikannya. Kemudian ia memotong kuenya dan diiringi lagu
potong kue. Potongan kue pertamanya untuk Devi, harena ia paling dekat dengan
Devi. Sebenarnya, potongan pertama itu ingin ia berikan pada Lidya. Tapi,
berhubung orangnya tidak ada, jadi ia berikan pada Devi. Yang kedua Dessy.
Kemudian Vivi, Rahma, Riri, Cika, Bintang, dan seterusnya. Terakhir, ia berikan
pada Fakhri.
“Yah,
aku dapat sisanya”protes Fakhri.
Dengan
cepat Alin menjitak kepala Fakhri pelan. “Sudah, jangan banyak protes! Makan
saja”Alin meenyuapkan kue itu pada Fakhri. Ia pandangi wajah Fakhri. Tampak
pucat. “Wajahmu pucat… Bagaimana kalau kamu kembali saja? aku mengantarmu
kekamar, ya”
“Dengan
penampilan seperti itu?”tanya Fakhri ragu.
Alin
memandangi seluruh tubuhnya yang putih. Ia lupa kalau tadi ia diguyuri air dan
gandum. Alin tertawa pelan.
“Tentu
saja tidak! Aku harus membersihkan seluruh badanku yang… iiiuuww, kotor banget!
Hahaha… Oke?”ujar Alin disambut anggukan oleh Fakhri.
Alin
dan Fakhri berjalan menuruni tangga. Sebelum itu, Alin sempat menoleh kearah
teman-temannya.
“Guys,
aku kebawah dulu, ya! Mau bersih-bersih. Lihat nih, badanku kotor semua”kata
Alin dengan manjanya.
“Oke,
oke. Jangan lama-lama, ya!”balas Devi dibalas anggukan oleh Alin. Kemudian Alin
dan Fakhri menghilang dari hadapan mereka.
~~~~~~~~
Alin
keluar dari kamar mandi yang ada di ruang tempat Fakhri dirawat. Ia sudah
berganti dengan pakaian biasa. Namun, terlihat manis bagi Fakhri. Tanpa sadar,
Fakhri terus memperhatikan Alin dari tempat ia duduk.
“Kenapa
kamu melihatku seperti itu?”tanya Alin. Bisa dilihat ia jadi salting.
“Hah?”sepertinya
nyawa Fakhri baru setengah kembali. Namun, matanya masih menatap Alin.
“Woy…
sadar, sadar”Alin mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Fakhri. Kali ini
nyawa Fakhri sudah sepenuhnya utuh.
“Kamu
ngomong apa, tadi?”tanya Fakhri. Wajahnya memerah menahan malu.
Alin
tertawa pelan,”Akhirnya, kamu sudah kembali ke alam nyata. Aku tadi tanya
‘apakah ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan padaku?’”
“Oh,
iya. Mmm… Apa yang paling kamu inginkan?”kata Fakhri gugup.
“Hah?”
“Adakah
sesuatu yang paling kamu inginkan?”tanya Fakhri lagi.
Alin
tampak berpikir,”Aku ingin selalu berada disampingmu”
“Hah?”Fakhri
menyerngit. Namun, wajahnya berubah muram.
Alin
tertawa,”Hahaha… Aku bercanda. Hal yang paling kuinginkan, nmm… apa, ya?
Mungkin sesuatu yang cantik. Memangnya kenapa?”tanya Alin penasaran.
“Ah,
tidak ada. Aku hanya ingin memberikanmu kejutan nanti malam”
“Benarkah?
Apa itu? aku ingin tahu”kata Alin tidak sabaran.
Fakhri
menjitak kepala Alin pelan. Alin tampak meringis.
“Dasar
tidak sabaran! Kalau itu, rahasia. Namanya juga kejutam. Lihat saja nanti
malam. Okey?”Fakhri mengangkat jempolnya.
“Baiklah,
aku tunggu nanti malam. Awas kalau bohong, ya!”ancam Alin disambut tawa oleh
Fakhri. Alin menjitak kepala Fakhri pelan. “Itu balasan untukmu karena tadi
telah menjitak kepalaku”
“Hei,
tunggu…” Fakhri berusaha membalas. Namun, Alin sudah berlari keluar kamar. Ia
juga masih sempat menjulurkan lidahnya pada Fakhri sebelum keluar kamar.
Fakhri
kembali ke ranjangnya. Kamar itu kembali menjadi sepi baginya. Ia melihat
keluar kamarnya. Dari kejauhan Alin berlari menuju tempat tadi. Kemudian ia
menghilang dari pandangannya. Ia memegangi kepala. Rasa sakit kembali menjalari
tuubuhnya. Sakit yang selalu ia simpan dari Alin, Deka, dan teman-temannya yang
lain, kecuali keluarganya. Rasa sakit itu kemudian menyebar keseluruh tubuhnya,
membuat ia serasa ingin mati. Ia berusaha kembali keranjangnya. Namun, sebelum
ia sempat tiba keranjangnya, tubuhnya ambruk ke lantai.
~~~~~~~~
Devi,
Dessy, Riri, Vivi, dan Rahma sedang bergosip ria di pinggiran pagar pembatas
saat Alin baru tiba di tempat tadi. Mereka sedang asyik melihat sesuatu yang
ada dibawah. Alin yang baru saja tiba segera menghampiri mereka berlima.
“Ada
apa?”tanya Alin tampak penasaran. Ia juga segera melihat kearah yang tadi
mereka lihat. Melihat itu, Alin langsung terkejut. “Hei, apa aku salah lihat? Cika,
Cika dan Reihan… mereka berdua… Apakah mereka pacaran?”tanya Alin bingung.
Mereka
berlima mengangkat bahu mereka serempak.
“Ntah
tuh, si Cika! Main rahasia-rahasiaan sama kita. Malas banget, deh!”cibir Dessy.
Alin hanya tersenyum mendengarnya.
“Masa’,
sih? Bukankah kamu yang paling dekat dengan Cika”kata Rahma.
“Dia
bilang sih, nggak! Tapi, aku masih belum percaya, deh! Masa’ nggak pacaran,
tapi deket banget kayak gitu”cerocos Dessy lagi.
“Mungkin
belum jadian kali. Atau, Cika punya alasan tersendiri untuk tidak memberitahu
kita semua. Udah, jangan terlalu suuzon.
Gak baik, tau!”ujar Alin.
“Iya,
deh!”balas Dessy dengan nada sedikit dipaksakan.
“Ngomong-ngomong,
kemana yang lain? Sudah pada pulang, ya?”tanya Alin sambil celingukan mencari
orang.
Mereka
berlima ikut celingukan. Tapi, tak ada satu pun orang kecuali mereka berenam.
“Perasaan
tadi masih ada Aldi dan Bintang, deh! Tapi, kemana mereka sekarang?” tanya
Rahma bingung. begitu juga dengan yang lain.
“Teman-teman,
aku pulang dulu, ya! Aku masih ada kepentingan yang lain, nih! Sampai ketemu
nanti malam, ya. Bye”Vivi melambaikan tangannya kepada kelima temannya yang
lain. Mereka membalas lambaian tangan Vivi.
Suasana
menjadi sepi. Mereka semua terdiam. Rahma menoleh kearah Alin yang dari tadi
terus tersenyum.
“Hayooo…
kenapa senyum-senyum sendiri? Pasti ada sesuatu. Kasih tau, dong!”kata Rahma
dengan nada memohon.
Alin
menggelengkan kepalanya kuat. “Gak ada, kok! Aku hanya senang saja hari ini,
karena hari ini ulang tahunku. Nanti malam, kalian datangkan?”
Mereka
semua mengangguk. Senyum Alin semakin merekah. Angin-angin berhembus
menerbangkan rambutnya. Burung-burung berkicau menyanyikan lagu bahagia untuk
Alin. Awan-awan menari diatas langit, seolah alam ikut merayakan ulang tahun
Alin.
Semoga hari ini adalah
hari yang paling bahagia dalam hidupku,batin Alin.
~~~~~~~~
Suasana
dirumah Alin cukup ramai. Ternyata, sudah banyak orang-orang yang sudah datang
kerumahnya. Kebanyakan yang datang teman sekelasnya. Orangtua Alin tampak sibuk
menyambut kedatangan teman-teman mereka dan Alin. Alin sendiri sedang sibuk
berdandan dikamarnya.
“Non,
ibu sama bapak menyuruh nona cepat turun. Teman-teman nona sudah pada gak sabar
lihat nona”kata Bi Minah, pembantu yang baru bekerja dirumah Alin hari ini.
Pintu
kamar Alin terbuka. Namun, yang muncul bukanlah Alin, tapi Kak Dina, kakak
perempuan Alin.
“Iya,
bi! Sebentar lagi Alin turun, kok! Oh ya, dimana Kak Dimas?”tanya Kak Dina
sambil celingukan.
Pintu
kamar Alin ia tutup kembali. Tidak ingin ada yang melihat bagaimana penampilan
Alin sekarang. Seseorang laki-laki yang kira-kira berumur 19 tahun muncul dari
kamar sebelah kamar Alin. Ia tampak kesulitan memasang dasi.
“Ada
yang mencariku? Aku disini”kata Kak Dimas. Pandangannya tak lepas dari dasinya.
“Apakah ada yang bersedia membantuku memasang ini? Aku kesulitan untuk
memasangnya”tambahnya.
Kak
Dina menggelengkan kepalanya. Ia berjalan mengahampiri Kak Dimas, kemudian
mengambil alihnya.
“Selesai”ucap
Kak Dina sambil menepuk dasi Kak Dimas pelan. ”Sekarang kakak pergi kebawah
sana. Mama dan papa tampaknya kewalahan melayani para tamu. Bilang saja,
sebentar lagi tuan putri akan turun. Oke”kata Kak Dina cepat. Tanpa menunggu
jawaban dari Kak Dimas, ia segera kembali memasuki kamar Alin.
Suasana
makin riuh dibawah. Namun, mereka semua tiba-tiba terdiam saat melihat seorang
perempuan berjalan menuruni tangga. Dalam balutan gaun hitam dengan rambut ia
biarkan terurai ditambah sedikit hiasan dikepalanya, membuat Alin terlihat
manis menggunakannya. Teman-temannya yang lain segera berjalan menghampirinya.
“Cantik
sekali kamu Alin malam ini”puji Bintang. Alin tampak tersipu.
“Eheem…
makasih. Kira-kira ada yang cemburu gak, ya?”tanya Alin sambil melirik kearah
teman-temannya. Seseorang langsung mencubit perut Alin kuat. Alin tampak
meringis sambil mengelus-elus perutnya yang sakit.
“Mending
sambut yang lain. Tuh, lihat ada pasangan baru yang ingin memberi selamat”kata
Dessy dengan nada manis. Namun, menyimpan sebuah makna tersembunyi.
“Ciee…
pasangan yang baru jadian, nih! Kapan jadiannya? Kok gak undang-undang
kita”goda Alin pada Reihan dan Cika. Mereka berdua tersipu malu.
“Nggak,
kok! Kami belum jadian, kok!”elak Cika. Yang lain tersenyum curiga.
“O…
belum jadian, ya! Tapi, nanti jadikan”goda Devi.
“Udah,
ah! Gak usah bahas itu lagi. Mending, kita mulai deh acaranya. Lihat, semua
orang udah pada lapar, tuh!”ujar Riri. Alin terpukau melihatnya. Ada sesuatu
yang berbeda dari Riri. Ia baru menyadarinya.
“Riri,
rambut di rebonding, ya? Cantik
banget”puji Alin. Riri tersipu.
“Udah,
jangan gangguin orang terus. Ayo, mulai saja acaranya”ujar Riri.
Alin
mengangguk. Ia menoleh sebentar seperti mencari sesuatu. Namun, sepertinya
tidak ada. Ia segera berjalan menuju tempat kue ulang tahunnya. Semua orang
berjalan mengahmpirinya dan bernyanyi lagu ‘Selamat ulang tahun’. Setelah meniup
lilin, Alin memotong kue. Kue itu ia bagi menjadi beberapa potong. Potongan
pertama ia simpan secara diam-diam. Lalu, potongan kedua dan ketiga ia beri
kepada kedua orangtuanya. Lalu kepada kedua kakaknya yang hari ini baru pulang
dari Australia untuk menghadiri acara ulang tahunnya. Lalu, potongan
selanjutnya ia berikan kepada Bintang karena ia sudah menganggapnya sebagai
saudaranya sendiri. Setelah selesai, mereka semua mulai menyebar untuk memakan
hidangan-hidangan yang ada. Alin berjalan keluar rumahnya. Tampak sepi. Tak
lama, seseorang datang menghampirinya. Alin tersenyum melihatnya.
“Hei,
Lidya! Aku kira kamu gak datang”Alin memanyunkan bibirnya. Lidya mencubit kedua
pipi Alin gemas.
“Dasar!
Tentu saja aku datang. Tidak mungkin aku tidak menghadiri acara ultah sahabatku
yang paling kurang ajar ini. Jarang-jarangkan ini terjadi”cerocos Lidya. Alin
tertawa mendengarnya.
“Lalu,
mana hadiah untukku? Mana?”pinta Alin sambil mengulurkan tangannya.
“Gak
ada”jawab Lidya singkat. Alin kembali cemberut. “Hahaha… bercanda, kok! Nih!”Lidya
memberikan sebuah kado yang tampak besar. Alin segera meraba-raba isinya.
“Apa
ini? Ah… pasti boneka, ya”tebak Alin. Lidya mengangguk.
“Disini
dingin, ayo masuk!”ajak Lidya. Alin tampak berpikir. “Ada apa? apa kau sedang
menunggu seseorang disini?”tanya Lidya. Alin menggeleng cepat. “Ck, sudahlah,
tidak perlu disembunyikan. Aku tahu siapa yang kamu tunggu. Karena itu, aku
telat datang. Ini, surat dari Fakhri. Dia menyuruhku memberinya padamu”
Alin
mengambil surat dari tangan Lidya, kemudian membukanya. Mata Alin membulat. Ia
segera berlari keluar rumah. Namun, sebelum ia sempat sampai di pintu gerbang,
ia kembali lagi. Ia memberikan kado yang dibawa Lidya kepada Lidya.
“Ini,
tolong letakkan dikamarku. Dan satu lagi, kalau ada yang mencariku, bilang aku
ada urusan yang penting. Oke!”kemudian ia pergi meninggalkan rumah.
Aldi
yang baru saja keluar dari rumah Alin, berjalan menghampiri Lidya.
“Mau
kemana dia?”tanya Aldi penasaran.
Lidya
mengangkat bahunya cepat. “Aku tidak tahu. Tapi…” Lidya mendongak keatas.
Langit tampak gelap. Angin berhembus kian kencangnya. Beberapa saat, muncul
kilat yang mengerjap bumi. “Tapi, tolong susul dia. Sepertinya cuaca malam ini
tidak bagus. Aku takut, sesuatu terjadi padanya”ujar Lidya panjang lebar. Tanpa
pikir panjang, Aldi segera berlari mengejar Alin dan meninggalkan Lidya
sendiri.
~~~~~~~~
Alin
baru saja tiba ditaman tak jauh dari ‘Dream High Caffe’-kare milik keluarga
Dessy-. Ia melihat sekelilingnya. Ada begitu banyak lampu berbentuk bintang.
Kemudian, lilin-lilin yang membentuk jalan. Alin segera berjalan menulusuri
lilin itu hingga sampai di sebuah tempat yang sangat indah. Di depannya,
terlihat sebuah pondok. Ada sebuah meja dan 2 kursi disana. Alin duduk disalah
satu kursi tersebut. Sebatang bunga mawar dan lilin menghiasi meja itu, membuat
suasana menjadi romantis. Alin segera mengambil mawar itu. ada sebuah memo yang
tergantung di bunga mawar itu. alin segera membacanya.
‘Aku pergi sebentar.
Jangan pergi! Tunggu aku. Aku hanya pergi sebentar saja’
Alin
tersenyum membacanya. Ia kembali meletakkan mawar itu, kemudian duduk sambil
menunggu kedatangan Fakhri.
~~~~~~~~
Rumah
Alin mulai sepi. Orang-orang sudah banyak yang pulang. Tinggal beberapa saja
yang belum pulang.
“Guys,
aku dan Dessy pulang dulu, ya! Sampai bertemu nanti”ujar Devi, kemudian pergi
meninggalkan yang lain.
“Aku
juga harus pulang. Bye! Sampai jumpa nanti”Rahma pergi dari rumah Alin.
Vivi
dan Riri juga ikut-ikutan pulang. Yang
tertinggal hanya Cika dan Reihan.
“Mau
aku antar pulang?”tawar Reihan.
Cika
terlihat ragu.”Memangnya aku mau pulang sama siapa? Lihat, tak ada lagi orang
disini. Mau naik taksi, tapi sudah larut malam. Susah sekali mencari taksi jam
segini”celoteh Cika. Reihan tertawa mendengarnya. “Kenapa tertawa? Memangnya
ada yang lucu? Kalau begitu, aku jalan kaki saja”kata dengan ketus. ia kemudian
berjalan keluar dari rumah Alin dengan kesal.
Angin
berhembus kian kencangnya. Namun, Cika terlihat tak peduli. Ia terus berjalan
dan berjalan. Beberapa menit kemudian, angin kencang berganti dengan
titik-titik air yang mengguyur bumi. Dilihatnya Cika tetap pada pendiriannya,
Reihan berjalan menyusul Cika. Ia melepas jaketnya, kemudian ditutupnya kepala
mereka berdua dengan jaket Reihan supaya tidak kehujanan. Menyadari itu, Cika
langsung berhenti. Ia menatap Reihan lama.
“Please,
jangan ngambek! Aku tadi hanya bercanda. Mana mungkin aku tega meninggalkanmu seperti
itu”kata Reihan dengan nada memohon.
Cika
spontan tertawa, sedangkan Reihan hanya bengong.
“Terus,
apa yang kita lakukan sekarang? Sekarang hujan. Kembali kerumah Alin ataupun
Aldi tak ada gunanya. Mereka sekarang sedang tidak ada dirumah”ujar Cika.
“Mmm…
kalau begitu, aku akan pergi mengambil motor dulu. Kamu tunggu saja
disana”Reihan menunjuk kearah sebuah pondok yang berada tidak jauh dari tempat
mereka berdiri. Cika mengangguk mengerti.
“Aku
pergi dulu”kata Reihan. Ia segera berlari menerobos derasnya tirai air yang
menghujamnya. Jaketnya tadi ia berikan pada Cika.
Cika
menatap kepergian Reihan. Senyumnya terkembang diwajahnya. Hari ini sudah cukup
membahagiakan baginya. Walau ada sedikit rasa sakit yang merambat hatinya,
namun ia berusaha mengobatinya dengan senyuman.
~~~~~~~~
Alin
kembali terbangun dari tidurnya. Setiap kali ia ingin tidur, ia kembali
terbangun. Takut saat Fakhri datang, ia tidak menyadarinya. Ia terus menunggu,
sampai-sampai ia tidak menyadari hari sudah hujan. Semua lilin-lilin tadi
padam. Lilin yang ada dimeja pun padam karena dihembus angin. Alin berangkat
dari tempat duduknya. Karena pondok itu terlalu kecil, ia bisa merasakan air
hujan yang terbawa oleh angin. Alin mengusap-usap lengannya dan telapak
tangannya supaya tidak kedinginan. Sesaat kemudian, ia merasakan sesuatu yang
sangat hangat. Seseorang memakaikannya jas supaya tidak kedinginan. Alin
tersenyum senang. Sepertinya orang yang dia tunggu-tunggu datang. Ia segera
berbalik dan terkejut melihat orang itu.
“Aldi”terdengar
nada kecewa dari mulut Alin. Aldi hanya memandangnya sebal.
“Mau
sampai kapan loe nungguin si Fakhri itu, hah? Loe gak lihat sekarang udah jam
berapa?”tanya Aldi dengan galaknya.
Alin
melirik jam tangannya. Sudah jam 2 pagi. Berarti, sudah 4 jam ia menunggu
disini. Alin menghela nafas pelan.
“Tapi,
Fakhri bilang ia hanya pergi sebentar. dia menyuruhku untuk menunggu” kata Alin
dengan polosnya. Kini, giliran Aldi yang menghela nafas.
“SEBENTAR?
LOE KIRA 4 JAM ITU SEBENTAR, HAH?”teriak Aldi dengan garangnya. Ia sudah tidak
tahan lagi melihat kelakuan bodoh Alin itu.
Alin
menutup telinganya,”Hei, loe bisa gak sih gak pake ‘TERIAK-TERIAK’? Loe kira
telinga gue udah gak di pakai lagi?”bentak Alin kesal.
Aldi
mendesah. “Kalau begitu, kita pulang sekarang. Kasihan ortu loe udah nunggu
lama di rumah. Emangnya loe gak kasihan apa sama papa-mama loe?”
Alin
terdiam sesaat. Ia terlihat sedang berpikir.
“Lalu,
bagaimana dengan Fakhri?”tanya Alin ragu.
Aldi
mendesah,”Udah, deh! Mending loe turutin apa kata gue. Berani bertaruh? Gue
yakin dia gak akan kembali lagi”kata Aldi meyakinkan.
Alin
semakin ragu. “Tapi…”
Sebelum
Alin sempat menyelesaikan kata-katanya, Aldi segera menarik tangan Alin dan
menyeretnya masuk kedalam mobil.
~~~~~~~~
Fakhri
mengendarai mobilnya dengan sangat kencang. Ia benar-benar tidak mengangka
kalau Alin lebih mempercayai perkataan Aldi dibanding percaya dengan hati
nuraninya. Ia datang saat Aldi memberikan jas pada Alin. Melihat hal itu, ia
jadi mengurungkan niatnya. Kemudian, Alin dan Aldi terlibat pembicaraan yang
serius. Fakhri berjalan mendekat, berusaha untuk mendengar apa yang mereka
bicarakan.
“Lalu, bagaimana dengan
Fakhri?”tanya Alin ragu.
Aldi mendesah,”Udah,
deh! Mending loe turutin apa kata gue. Berani bertaruh? Gue yakin dia gak akan
kembali lagi”.
Alin semakin ragu.
“Tapi…”
Sebelum Alin sempat
menyelesaikan kata-katanya, Aldi segera menarik tangan Alin dan menyeretnya
masuk kedalam mobil. Fakhri terdiam di tempatnya. Ia tak peduli dengan hujan
yang terus menghujam dirinya.
Dadanya
mulai terasa sesak mengingat kejadian itu. ia semakin mempercepat laju
mobilnya. Tidak peduli dengan orang-orang yang ada di dalam kendaraan itu
melihatnya aneh atau apalah, tanpa mengetahui sebuah mobil kijang yang melaju
dari arah berlawanan dengan kecepatan cukup tinggi sudah berada di depannya.
Melihat lampu sorot mobil kijang yang silau menyinari matanya, ia segera
membanting stri ke kiri sambil menginjak rem.
‘Brukkk’
Ia tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi, karena sekarang ia sudah tidak
sadarkan diri lagi.
~~~~~~~~
Dada Alin tiba-tiba terasa sakit.
Wajahnya berubah pucat. Tubuhnya langsung menggigil kedinginan. Padahal, suhu
diluar kelas sangat panas.
“Alin, kamu sakit? Wajahmu pucat”kata
Devi yang duduk sebangku dengannya.
Alin menggeleng pelan. Tiba-tiba
kepalanya menjadi pusing. Ia mengurut dahinya. Devi menatapnya khawatir.
“Udah, aku gak apa-apa, kok! Aku ini
super kuat. Berani bertaruh? Kalau aku bisa bertahan sampai jam pulang, kamu
harus mentraktirku pulang sekolah ini. Kalau tidak, aku akan mentraktirmu
selama seminggu”tawar Alin.
Devi terlihat ragu. Tapi, ia
mengangguk setuju. Aldi dan Reza menoleh bingung kearah mereka.
“Mereka kenapa, tuh?”tanya Reza
penasaran.
Aldi mengangkat bahunya tidak tahu.
Tapi, sesekali ia melirik kearah Alin. Ia pun mengambil minyak kayu putih di
tasnya. Kemudian menulis sesuatu di kertas.
“Nih”
Aldi sambil memberikan kertas yang
telah ia tulis beserta minyak kayu putih. Alin menatapnya bingung. Tidak
biasanya Aldi bersikap baik padanya.
“Udah, deh! Jangan mikir yang
aneh-aneh. Gue tulus kok bantuin loe”bisik Aldi pelan. Sepertinya ia tahu apa
yang Alin pikirkan.
Alin mengangguk, walau terlihat masih
ragu. Ia segera membuka kertas itu dan membacanya isinya.
‘Lain
kali, jangan hujan-hujan. Lihat diri loe! Loe jadi sakit begitu gara-gara
nungguin dia, kan? Yah, sebenarnya gue gak ada hak untuk berbuat hal itu. tapi,
gue Cuma gak tahan lihat sikap bodoh loe itu’
Alin tersenyum membacanya. Giliran
Aldi yang menatapnya aneh.
“Makasih”ucap Alin tulus pada Aldi.
“Apa? Loe ngomong apa tadi?”tanya Aldi
yang tidak mempercayai pendengarannya.
“Terima kasih, karena loe…”
~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar