Senin, 11 Juni 2012

GURADIAN ANGEL (16)

BIRTHDAY SURPRISE

Alin segera berlari menuju ruang tempat Fakhri dirawat. Bintang ia tinggalkan begitu saja. Yang ia khawatirkan sekarang adalah keadaan Fakhri. Alin segera membuka pintu kamar. Kosong. Tak ada siapa pun disana. Alin kembali meneliti isi didalam ruangan. Tak ada siapapun, kecuali selembar kertas yang ada diatas meja.
‘Temui aku di gedung paling atas rumah sakit sekarang. Fakhri.’
Pesan itu membuat Alin semakin panik. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari menelusuri tangga untuk mencapai bagian paliang atas gedung ini. Saat Alin hampir mencapai tempat yang paling, ia segera memutar kenop pintu. Namun, tidak bisa dibuka. Ia kembali mencoba.
‘Kleekk’ pintu terbuka. Ekspresi wajah Alin berubah lega. Kemudian ia segera membuka pintu itu lebih besar dan masuk.
‘Byuurr’ air mengalir dari atas kepalanya, disusul jatuhnya gandum membuat seluruh tubuhnya berwarna putih. Orang-orang datang menghampirinya dengan membawa sebuah kue sambil menyanyikan sebuah lagu.
“Happy birthday, Alin… Happy birthday, Alin… Happy birthday, happy birthday… Happy birthday, Alin…”
Ada rasa kesal, haru, dan bahagia menyerbu Alin. Air matanya mengalir begitu saja dipipinya. Tak disangka temannya membuat surprise party untuknya.
“Terima kasih, teman-teman! Kalian berhasil membuatku menangis hari ini” ujar Alin. Yang lain hanya tersenyum mendengarnya.
“Maaf ya, karena kami sudah membuatmu khawatir hari ini”ucap Rahma. Alin mengangguk.
“Iya, iya, dimaafkan. Tapi, awas kalau diulangi lagi”ancam Alin.
“Sudahlah, yang penting kita potong kue dulu. Oke! Udah lapar, nih”ucap Devi, yang lain memelototinya.
“Dasar… gak sabaran”cibir Reza, namun diabaikan oleh Devi.
Alin tidak begitu mempedulikannya. Kemudian ia memotong kuenya dan diiringi lagu potong kue. Potongan kue pertamanya untuk Devi, harena ia paling dekat dengan Devi. Sebenarnya, potongan pertama itu ingin ia berikan pada Lidya. Tapi, berhubung orangnya tidak ada, jadi ia berikan pada Devi. Yang kedua Dessy. Kemudian Vivi, Rahma, Riri, Cika, Bintang, dan seterusnya. Terakhir, ia berikan pada Fakhri.
“Yah, aku dapat sisanya”protes Fakhri.
Dengan cepat Alin menjitak kepala Fakhri pelan. “Sudah, jangan banyak protes! Makan saja”Alin meenyuapkan kue itu pada Fakhri. Ia pandangi wajah Fakhri. Tampak pucat. “Wajahmu pucat… Bagaimana kalau kamu kembali saja? aku mengantarmu kekamar, ya”
“Dengan penampilan seperti itu?”tanya Fakhri ragu.
Alin memandangi seluruh tubuhnya yang putih. Ia lupa kalau tadi ia diguyuri air dan gandum. Alin tertawa pelan.
“Tentu saja tidak! Aku harus membersihkan seluruh badanku yang… iiiuuww, kotor banget! Hahaha… Oke?”ujar Alin disambut anggukan oleh Fakhri.
Alin dan Fakhri berjalan menuruni tangga. Sebelum itu, Alin sempat menoleh kearah teman-temannya.
“Guys, aku kebawah dulu, ya! Mau bersih-bersih. Lihat nih, badanku kotor semua”kata Alin dengan manjanya.
“Oke, oke. Jangan lama-lama, ya!”balas Devi dibalas anggukan oleh Alin. Kemudian Alin dan Fakhri menghilang dari hadapan mereka.

~~~~~~~~
Alin keluar dari kamar mandi yang ada di ruang tempat Fakhri dirawat. Ia sudah berganti dengan pakaian biasa. Namun, terlihat manis bagi Fakhri. Tanpa sadar, Fakhri terus memperhatikan Alin dari tempat ia duduk.
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?”tanya Alin. Bisa dilihat ia jadi salting.
“Hah?”sepertinya nyawa Fakhri baru setengah kembali. Namun, matanya masih menatap Alin.
“Woy… sadar, sadar”Alin mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Fakhri. Kali ini nyawa Fakhri sudah sepenuhnya utuh.
“Kamu ngomong apa, tadi?”tanya Fakhri. Wajahnya memerah menahan malu.
Alin tertawa pelan,”Akhirnya, kamu sudah kembali ke alam nyata. Aku tadi tanya ‘apakah ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan padaku?’”
“Oh, iya. Mmm… Apa yang paling kamu inginkan?”kata Fakhri gugup.
“Hah?”
“Adakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”tanya Fakhri lagi.
Alin tampak berpikir,”Aku ingin selalu berada disampingmu”
“Hah?”Fakhri menyerngit. Namun, wajahnya berubah muram.
Alin tertawa,”Hahaha… Aku bercanda. Hal yang paling kuinginkan, nmm… apa, ya? Mungkin sesuatu yang cantik. Memangnya kenapa?”tanya Alin penasaran.
“Ah, tidak ada. Aku hanya ingin memberikanmu kejutan nanti malam”
“Benarkah? Apa itu? aku ingin tahu”kata Alin tidak sabaran.
Fakhri menjitak kepala Alin pelan. Alin tampak meringis.
“Dasar tidak sabaran! Kalau itu, rahasia. Namanya juga kejutam. Lihat saja nanti malam. Okey?”Fakhri mengangkat jempolnya.
“Baiklah, aku tunggu nanti malam. Awas kalau bohong, ya!”ancam Alin disambut tawa oleh Fakhri. Alin menjitak kepala Fakhri pelan. “Itu balasan untukmu karena tadi telah menjitak kepalaku”
“Hei, tunggu…” Fakhri berusaha membalas. Namun, Alin sudah berlari keluar kamar. Ia juga masih sempat menjulurkan lidahnya pada Fakhri sebelum keluar kamar.
Fakhri kembali ke ranjangnya. Kamar itu kembali menjadi sepi baginya. Ia melihat keluar kamarnya. Dari kejauhan Alin berlari menuju tempat tadi. Kemudian ia menghilang dari pandangannya. Ia memegangi kepala. Rasa sakit kembali menjalari tuubuhnya. Sakit yang selalu ia simpan dari Alin, Deka, dan teman-temannya yang lain, kecuali keluarganya. Rasa sakit itu kemudian menyebar keseluruh tubuhnya, membuat ia serasa ingin mati. Ia berusaha kembali keranjangnya. Namun, sebelum ia sempat tiba keranjangnya, tubuhnya ambruk ke lantai.

~~~~~~~~
Devi, Dessy, Riri, Vivi, dan Rahma sedang bergosip ria di pinggiran pagar pembatas saat Alin baru tiba di tempat tadi. Mereka sedang asyik melihat sesuatu yang ada dibawah. Alin yang baru saja tiba segera menghampiri mereka berlima.
“Ada apa?”tanya Alin tampak penasaran. Ia juga segera melihat kearah yang tadi mereka lihat. Melihat itu, Alin langsung terkejut. “Hei, apa aku salah lihat? Cika, Cika dan Reihan… mereka berdua… Apakah mereka pacaran?”tanya Alin bingung.
Mereka berlima mengangkat bahu mereka serempak.
“Ntah tuh, si Cika! Main rahasia-rahasiaan sama kita. Malas banget, deh!”cibir Dessy. Alin hanya tersenyum mendengarnya.
“Masa’, sih? Bukankah kamu yang paling dekat dengan Cika”kata Rahma.
“Dia bilang sih, nggak! Tapi, aku masih belum percaya, deh! Masa’ nggak pacaran, tapi deket banget kayak gitu”cerocos Dessy lagi.
“Mungkin belum jadian kali. Atau, Cika punya alasan tersendiri untuk tidak memberitahu kita semua. Udah, jangan terlalu suuzon. Gak baik, tau!”ujar Alin.
“Iya, deh!”balas Dessy dengan nada sedikit dipaksakan.
“Ngomong-ngomong, kemana yang lain? Sudah pada pulang, ya?”tanya Alin sambil celingukan mencari orang.
Mereka berlima ikut celingukan. Tapi, tak ada satu pun orang kecuali mereka berenam.
“Perasaan tadi masih ada Aldi dan Bintang, deh! Tapi, kemana mereka sekarang?” tanya Rahma bingung. begitu juga dengan yang lain.
“Teman-teman, aku pulang dulu, ya! Aku masih ada kepentingan yang lain, nih! Sampai ketemu nanti malam, ya. Bye”Vivi melambaikan tangannya kepada kelima temannya yang lain. Mereka membalas lambaian tangan Vivi.
Suasana menjadi sepi. Mereka semua terdiam. Rahma menoleh kearah Alin yang dari tadi terus tersenyum.
“Hayooo… kenapa senyum-senyum sendiri? Pasti ada sesuatu. Kasih tau, dong!”kata Rahma dengan nada memohon.
Alin menggelengkan kepalanya kuat. “Gak ada, kok! Aku hanya senang saja hari ini, karena hari ini ulang tahunku. Nanti malam, kalian datangkan?”
Mereka semua mengangguk. Senyum Alin semakin merekah. Angin-angin berhembus menerbangkan rambutnya. Burung-burung berkicau menyanyikan lagu bahagia untuk Alin. Awan-awan menari diatas langit, seolah alam ikut merayakan ulang tahun Alin.
Semoga hari ini adalah hari yang paling bahagia dalam hidupku,batin Alin.

~~~~~~~~
Suasana dirumah Alin cukup ramai. Ternyata, sudah banyak orang-orang yang sudah datang kerumahnya. Kebanyakan yang datang teman sekelasnya. Orangtua Alin tampak sibuk menyambut kedatangan teman-teman mereka dan Alin. Alin sendiri sedang sibuk berdandan dikamarnya.
“Non, ibu sama bapak menyuruh nona cepat turun. Teman-teman nona sudah pada gak sabar lihat nona”kata Bi Minah, pembantu yang baru bekerja dirumah Alin hari ini.
Pintu kamar Alin terbuka. Namun, yang muncul bukanlah Alin, tapi Kak Dina, kakak perempuan Alin.
“Iya, bi! Sebentar lagi Alin turun, kok! Oh ya, dimana Kak Dimas?”tanya Kak Dina sambil celingukan.
Pintu kamar Alin ia tutup kembali. Tidak ingin ada yang melihat bagaimana penampilan Alin sekarang. Seseorang laki-laki yang kira-kira berumur 19 tahun muncul dari kamar sebelah kamar Alin. Ia tampak kesulitan memasang dasi.
“Ada yang mencariku? Aku disini”kata Kak Dimas. Pandangannya tak lepas dari dasinya. “Apakah ada yang bersedia membantuku memasang ini? Aku kesulitan untuk memasangnya”tambahnya.
Kak Dina menggelengkan kepalanya. Ia berjalan mengahampiri Kak Dimas, kemudian mengambil alihnya.
“Selesai”ucap Kak Dina sambil menepuk dasi Kak Dimas pelan. ”Sekarang kakak pergi kebawah sana. Mama dan papa tampaknya kewalahan melayani para tamu. Bilang saja, sebentar lagi tuan putri akan turun. Oke”kata Kak Dina cepat. Tanpa menunggu jawaban dari Kak Dimas, ia segera kembali memasuki kamar Alin.
Suasana makin riuh dibawah. Namun, mereka semua tiba-tiba terdiam saat melihat seorang perempuan berjalan menuruni tangga. Dalam balutan gaun hitam dengan rambut ia biarkan terurai ditambah sedikit hiasan dikepalanya, membuat Alin terlihat manis menggunakannya. Teman-temannya yang lain segera berjalan menghampirinya.
“Cantik sekali kamu Alin malam ini”puji Bintang. Alin tampak tersipu.
“Eheem… makasih. Kira-kira ada yang cemburu gak, ya?”tanya Alin sambil melirik kearah teman-temannya. Seseorang langsung mencubit perut Alin kuat. Alin tampak meringis sambil mengelus-elus perutnya yang sakit.
“Mending sambut yang lain. Tuh, lihat ada pasangan baru yang ingin memberi selamat”kata Dessy dengan nada manis. Namun, menyimpan sebuah makna tersembunyi.
“Ciee… pasangan yang baru jadian, nih! Kapan jadiannya? Kok gak undang-undang kita”goda Alin pada Reihan dan Cika. Mereka berdua tersipu malu.
“Nggak, kok! Kami belum jadian, kok!”elak Cika. Yang lain tersenyum curiga.
“O… belum jadian, ya! Tapi, nanti jadikan”goda Devi.
“Udah, ah! Gak usah bahas itu lagi. Mending, kita mulai deh acaranya. Lihat, semua orang udah pada lapar, tuh!”ujar Riri. Alin terpukau melihatnya. Ada sesuatu yang berbeda dari Riri. Ia baru menyadarinya.
“Riri, rambut di rebonding, ya? Cantik banget”puji Alin. Riri tersipu.
“Udah, jangan gangguin orang terus. Ayo, mulai saja acaranya”ujar Riri.
Alin mengangguk. Ia menoleh sebentar seperti mencari sesuatu. Namun, sepertinya tidak ada. Ia segera berjalan menuju tempat kue ulang tahunnya. Semua orang berjalan mengahmpirinya dan bernyanyi lagu ‘Selamat ulang tahun’. Setelah meniup lilin, Alin memotong kue. Kue itu ia bagi menjadi beberapa potong. Potongan pertama ia simpan secara diam-diam. Lalu, potongan kedua dan ketiga ia beri kepada kedua orangtuanya. Lalu kepada kedua kakaknya yang hari ini baru pulang dari Australia untuk menghadiri acara ulang tahunnya. Lalu, potongan selanjutnya ia berikan kepada Bintang karena ia sudah menganggapnya sebagai saudaranya sendiri. Setelah selesai, mereka semua mulai menyebar untuk memakan hidangan-hidangan yang ada. Alin berjalan keluar rumahnya. Tampak sepi. Tak lama, seseorang datang menghampirinya. Alin tersenyum melihatnya.
“Hei, Lidya! Aku kira kamu gak datang”Alin memanyunkan bibirnya. Lidya mencubit kedua pipi Alin gemas.
“Dasar! Tentu saja aku datang. Tidak mungkin aku tidak menghadiri acara ultah sahabatku yang paling kurang ajar ini. Jarang-jarangkan ini terjadi”cerocos Lidya. Alin tertawa mendengarnya.
“Lalu, mana hadiah untukku? Mana?”pinta Alin sambil mengulurkan tangannya.
“Gak ada”jawab Lidya singkat. Alin kembali cemberut. “Hahaha… bercanda, kok! Nih!”Lidya memberikan sebuah kado yang tampak besar. Alin segera meraba-raba isinya.
“Apa ini? Ah… pasti boneka, ya”tebak Alin. Lidya mengangguk.
“Disini dingin, ayo masuk!”ajak Lidya. Alin tampak berpikir. “Ada apa? apa kau sedang menunggu seseorang disini?”tanya Lidya. Alin menggeleng cepat. “Ck, sudahlah, tidak perlu disembunyikan. Aku tahu siapa yang kamu tunggu. Karena itu, aku telat datang. Ini, surat dari Fakhri. Dia menyuruhku memberinya padamu”
Alin mengambil surat dari tangan Lidya, kemudian membukanya. Mata Alin membulat. Ia segera berlari keluar rumah. Namun, sebelum ia sempat sampai di pintu gerbang, ia kembali lagi. Ia memberikan kado yang dibawa Lidya kepada Lidya.
“Ini, tolong letakkan dikamarku. Dan satu lagi, kalau ada yang mencariku, bilang aku ada urusan yang penting. Oke!”kemudian ia pergi meninggalkan rumah.
Aldi yang baru saja keluar dari rumah Alin, berjalan menghampiri Lidya.
“Mau kemana dia?”tanya Aldi penasaran.
Lidya mengangkat bahunya cepat. “Aku tidak tahu. Tapi…” Lidya mendongak keatas. Langit tampak gelap. Angin berhembus kian kencangnya. Beberapa saat, muncul kilat yang mengerjap bumi. “Tapi, tolong susul dia. Sepertinya cuaca malam ini tidak bagus. Aku takut, sesuatu terjadi padanya”ujar Lidya panjang lebar. Tanpa pikir panjang, Aldi segera berlari mengejar Alin dan meninggalkan Lidya sendiri.

~~~~~~~~
Alin baru saja tiba ditaman tak jauh dari ‘Dream High Caffe’-kare milik keluarga Dessy-. Ia melihat sekelilingnya. Ada begitu banyak lampu berbentuk bintang. Kemudian, lilin-lilin yang membentuk jalan. Alin segera berjalan menulusuri lilin itu hingga sampai di sebuah tempat yang sangat indah. Di depannya, terlihat sebuah pondok. Ada sebuah meja dan 2 kursi disana. Alin duduk disalah satu kursi tersebut. Sebatang bunga mawar dan lilin menghiasi meja itu, membuat suasana menjadi romantis. Alin segera mengambil mawar itu. ada sebuah memo yang tergantung di bunga mawar itu. alin segera membacanya.
‘Aku pergi sebentar. Jangan pergi! Tunggu aku. Aku hanya pergi sebentar saja’
Alin tersenyum membacanya. Ia kembali meletakkan mawar itu, kemudian duduk sambil menunggu kedatangan Fakhri.

~~~~~~~~
Rumah Alin mulai sepi. Orang-orang sudah banyak yang pulang. Tinggal beberapa saja yang belum pulang.
“Guys, aku dan Dessy pulang dulu, ya! Sampai bertemu nanti”ujar Devi, kemudian pergi meninggalkan yang lain.
“Aku juga harus pulang. Bye! Sampai jumpa nanti”Rahma pergi dari rumah Alin.
Vivi dan Riri juga ikut-ikutan pulang.  Yang tertinggal hanya Cika dan Reihan.
“Mau aku antar pulang?”tawar Reihan.
Cika terlihat ragu.”Memangnya aku mau pulang sama siapa? Lihat, tak ada lagi orang disini. Mau naik taksi, tapi sudah larut malam. Susah sekali mencari taksi jam segini”celoteh Cika. Reihan tertawa mendengarnya. “Kenapa tertawa? Memangnya ada yang lucu? Kalau begitu, aku jalan kaki saja”kata dengan ketus. ia kemudian berjalan keluar dari rumah Alin dengan kesal.
Angin berhembus kian kencangnya. Namun, Cika terlihat tak peduli. Ia terus berjalan dan berjalan. Beberapa menit kemudian, angin kencang berganti dengan titik-titik air yang mengguyur bumi. Dilihatnya Cika tetap pada pendiriannya, Reihan berjalan menyusul Cika. Ia melepas jaketnya, kemudian ditutupnya kepala mereka berdua dengan jaket Reihan supaya tidak kehujanan. Menyadari itu, Cika langsung berhenti. Ia menatap Reihan lama.
“Please, jangan ngambek! Aku tadi hanya bercanda. Mana mungkin aku tega meninggalkanmu seperti itu”kata Reihan dengan nada memohon.
Cika spontan tertawa, sedangkan Reihan hanya bengong.
“Terus, apa yang kita lakukan sekarang? Sekarang hujan. Kembali kerumah Alin ataupun Aldi tak ada gunanya. Mereka sekarang sedang tidak ada dirumah”ujar Cika.
“Mmm… kalau begitu, aku akan pergi mengambil motor dulu. Kamu tunggu saja disana”Reihan menunjuk kearah sebuah pondok yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Cika mengangguk mengerti.
“Aku pergi dulu”kata Reihan. Ia segera berlari menerobos derasnya tirai air yang menghujamnya. Jaketnya tadi ia berikan pada Cika.
Cika menatap kepergian Reihan. Senyumnya terkembang diwajahnya. Hari ini sudah cukup membahagiakan baginya. Walau ada sedikit rasa sakit yang merambat hatinya, namun ia berusaha mengobatinya dengan senyuman.

~~~~~~~~
Alin kembali terbangun dari tidurnya. Setiap kali ia ingin tidur, ia kembali terbangun. Takut saat Fakhri datang, ia tidak menyadarinya. Ia terus menunggu, sampai-sampai ia tidak menyadari hari sudah hujan. Semua lilin-lilin tadi padam. Lilin yang ada dimeja pun padam karena dihembus angin. Alin berangkat dari tempat duduknya. Karena pondok itu terlalu kecil, ia bisa merasakan air hujan yang terbawa oleh angin. Alin mengusap-usap lengannya dan telapak tangannya supaya tidak kedinginan. Sesaat kemudian, ia merasakan sesuatu yang sangat hangat. Seseorang memakaikannya jas supaya tidak kedinginan. Alin tersenyum senang. Sepertinya orang yang dia tunggu-tunggu datang. Ia segera berbalik dan terkejut melihat orang itu.
“Aldi”terdengar nada kecewa dari mulut Alin. Aldi hanya memandangnya sebal.
“Mau sampai kapan loe nungguin si Fakhri itu, hah? Loe gak lihat sekarang udah jam berapa?”tanya Aldi dengan galaknya.
Alin melirik jam tangannya. Sudah jam 2 pagi. Berarti, sudah 4 jam ia menunggu disini. Alin menghela nafas pelan.
“Tapi, Fakhri bilang ia hanya pergi sebentar. dia menyuruhku untuk menunggu” kata Alin dengan polosnya. Kini, giliran Aldi yang menghela nafas.
“SEBENTAR? LOE KIRA 4 JAM ITU SEBENTAR, HAH?”teriak Aldi dengan garangnya. Ia sudah tidak tahan lagi melihat kelakuan bodoh Alin itu.
Alin menutup telinganya,”Hei, loe bisa gak sih gak pake ‘TERIAK-TERIAK’? Loe kira telinga gue udah gak di pakai lagi?”bentak Alin kesal.
Aldi mendesah. “Kalau begitu, kita pulang sekarang. Kasihan ortu loe udah nunggu lama di rumah. Emangnya loe gak kasihan apa sama papa-mama loe?”
Alin terdiam sesaat. Ia terlihat sedang berpikir.
“Lalu, bagaimana dengan Fakhri?”tanya Alin ragu.
Aldi mendesah,”Udah, deh! Mending loe turutin apa kata gue. Berani bertaruh? Gue yakin dia gak akan kembali lagi”kata Aldi meyakinkan.
Alin semakin ragu. “Tapi…”
Sebelum Alin sempat menyelesaikan kata-katanya, Aldi segera menarik tangan Alin dan menyeretnya masuk kedalam mobil.

~~~~~~~~
Fakhri mengendarai mobilnya dengan sangat kencang. Ia benar-benar tidak mengangka kalau Alin lebih mempercayai perkataan Aldi dibanding percaya dengan hati nuraninya. Ia datang saat Aldi memberikan jas pada Alin. Melihat hal itu, ia jadi mengurungkan niatnya. Kemudian, Alin dan Aldi terlibat pembicaraan yang serius. Fakhri berjalan mendekat, berusaha untuk mendengar apa yang mereka bicarakan.
“Lalu, bagaimana dengan Fakhri?”tanya Alin ragu.
Aldi mendesah,”Udah, deh! Mending loe turutin apa kata gue. Berani bertaruh? Gue yakin dia gak akan kembali lagi”.
Alin semakin ragu. “Tapi…”
Sebelum Alin sempat menyelesaikan kata-katanya, Aldi segera menarik tangan Alin dan menyeretnya masuk kedalam mobil. Fakhri terdiam di tempatnya. Ia tak peduli dengan hujan yang terus menghujam dirinya.
Dadanya mulai terasa sesak mengingat kejadian itu. ia semakin mempercepat laju mobilnya. Tidak peduli dengan orang-orang yang ada di dalam kendaraan itu melihatnya aneh atau apalah, tanpa mengetahui sebuah mobil kijang yang melaju dari arah berlawanan dengan kecepatan cukup tinggi sudah berada di depannya. Melihat lampu sorot mobil kijang yang silau menyinari matanya, ia segera membanting stri ke kiri sambil menginjak rem.
‘Brukkk’ Ia tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi, karena sekarang ia sudah tidak sadarkan diri lagi.

~~~~~~~~
Dada Alin tiba-tiba terasa sakit. Wajahnya berubah pucat. Tubuhnya langsung menggigil kedinginan. Padahal, suhu diluar kelas sangat panas.
“Alin, kamu sakit? Wajahmu pucat”kata Devi yang duduk sebangku dengannya.
Alin menggeleng pelan. Tiba-tiba kepalanya menjadi pusing. Ia mengurut dahinya. Devi menatapnya khawatir.
“Udah, aku gak apa-apa, kok! Aku ini super kuat. Berani bertaruh? Kalau aku bisa bertahan sampai jam pulang, kamu harus mentraktirku pulang sekolah ini. Kalau tidak, aku akan mentraktirmu selama seminggu”tawar Alin.
Devi terlihat ragu. Tapi, ia mengangguk setuju. Aldi dan Reza menoleh bingung kearah mereka.
“Mereka kenapa, tuh?”tanya Reza penasaran.
Aldi mengangkat bahunya tidak tahu. Tapi, sesekali ia melirik kearah Alin. Ia pun mengambil minyak kayu putih di tasnya. Kemudian menulis sesuatu di kertas.
“Nih”
Aldi sambil memberikan kertas yang telah ia tulis beserta minyak kayu putih. Alin menatapnya bingung. Tidak biasanya Aldi bersikap baik padanya.
“Udah, deh! Jangan mikir yang aneh-aneh. Gue tulus kok bantuin loe”bisik Aldi pelan. Sepertinya ia tahu apa yang Alin pikirkan.
Alin mengangguk, walau terlihat masih ragu. Ia segera membuka kertas itu dan membacanya isinya.
‘Lain kali, jangan hujan-hujan. Lihat diri loe! Loe jadi sakit begitu gara-gara nungguin dia, kan? Yah, sebenarnya gue gak ada hak untuk berbuat hal itu. tapi, gue Cuma gak tahan lihat sikap bodoh loe itu’
Alin tersenyum membacanya. Giliran Aldi yang menatapnya aneh.
“Makasih”ucap Alin tulus pada Aldi.
“Apa? Loe ngomong apa tadi?”tanya Aldi yang tidak mempercayai pendengarannya.
“Terima kasih, karena loe…”

~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar