Jumat, 15 Juni 2012

GURADIAN ANGEL (17)

GALAU (́˛̀)… GALAU (́_̀)… GALAU (,)



“Apa? Loe ngomong apa tadi?”tanya Aldi yang tidak mempercayai pendengarannya.
“Terima kasih, karena loe…”
“Alin, Aldi, kenapa kalian mengobrol. Kalian dengar tidak apa yang bapak bicarakan tadi?”tanya Pak Wisnu, guru matematika, dengan nada datar.
“I… Iya, pak!”jawab Alin dan Aldi kompak.
“Kalau begitu, Alin kerjakan soal nomor 1 sampai 5 di papan tulis. Sedangkan, Aldi kerjakan nomor 6 dan 7”perintah Pak Wisnu.
Mereka berdua mengangguk. Mereka mengambil spidol mereka masing-masing dan segera menjawab soal yang ada di papan tulis. Kedengarannya memang tidak adil. Alin dikasih 5 soal, sedangkan Aldi 2 soal. Tapi, kalau dilihat dari tingkat kesulitan, mungkin orang-orang lebih mengerjakan 5 soal yang sangat mudah, daripada 2 soal yang sangat sulit.
Dengan cepat Alin menjawab 5 soal yang ada di papan tulis. Menurutnya, 5 soal turunan limit itu tidak seberapa dari pada ia harus mengerjakan 2 soal tentang nilai stasioner dan nilai minimum serta nilai maksimum. Terima kasih, deh! Rasanya, sampai kapanpun ia tidak akan pernah mengerti bagaimana cara mencari nilai-nilai tersebut.
“Selesai, pak”kata Alin dengan senyum yang mengembang. Sedangkan, Aldi tampak sangat kesulitan mengerjakan 2 soal tersebut. Alin tampak kasihan. Tapi, mau bagaimana lagi. Ia sendiri juga tidak mengerti.
“Bagaimana anak-anak? Apakah jawabannya benar semua?”tanya Pak Wisnu.
“Benar, pak!”kata Rahmat dari barisan paling ujung.
Alin menarik nafas lega. Kalau yang bilang itu Rahmat-ia di juluki Mr. Logic dikelas-berarti, tanpa harus mikir dua kali pun Pak Wisnu percaya.
“Ya, sekarang kamu boleh duduk Alin. Dan kamu Aldi, apakah kamu sudah menyerah? Alin sudah selesai mengerjakan 5 soal dengan cepat. Dan kamu, 1 soal pun belum ada yang selesai”ujar Pak Wisnu.
“Tentu saja, soal limitkan tidak sesulit dengan soal yang gue kerjakan. Lagipula, Alin cukup pintar untuk pelajaran matematika. Mana bisa ia dibanding-banding dengan Alin” gerutu Aldi dalam hati. Ia berusaha menjawab, namun hasilnya tetap salah.
“Sepertinya kamu sudah menyerah Aldi. baiklah, ada yang mau membantu Aldi” tawar Pak Wisnu. Rahmat mengancukan tangannya. Ia pun berjalan mengahmpiri papan tulis, kemudian menjawab soal itu dengan cepat.
“Baik, terima kasih Rahmat. Sekarang kamu boleh duduk”kata Pak Wisnu sambil mepersilahkan Rahmat duduk. Aldi juga ikut duduk, tapi di cegah oleh Pak Wisnu. “Aldi, siapa yang menyuruhmu duduk? Bapak tadi hanya menyuruh Rahmat”ujar Pak Wisnu.
 Baru saja Aldi ingin berkomentar, Pak wisnu sudah lebih dulu berbicara.
“Sekarang kamu berdiri di depan kelas sampai bel pulang berbunyi sambil memperhatikan bapak. Kalau kamu duduk, nanti kamu ngobrol lagi di belakang”ujar Pak Wisnu.
Semua orang di kelas tertawa, kecuali Alin. Ia merasa sangat bersalah. Takut-takut ia memandang Aldi. namun, Aldi terlihat enjoy-enjoy aja.
“Maafin aku, Di”gumam Alin pelan.

~~~~~~~~
Langit terasa begitu kelam. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Alin berlari melawan hembusan angin. Tercium bau obat dimana-mana. Beberapa orang yang memakai seragam putih-putih ia lewati begitu saja. Ia tak begitu mempedulikan orang-orang di sekitarnya. Ia terlalu shock saat mendengar kabar dari Lidya tadi.
“Kemarin, sekitar jam 2 pagi, Fakhri kecelakaan. Lukanya tidak terlalu parah. Tapi…”belum sempat Lidya menyelesaikan kata-katanya, Alin sudah lebih dulu mematikan teleponnya.
‘Kleekk’ Alin membuka pintu kamar Fakhri. Dilihatnya seluruh keluarga Fakhri, Deka dan Lidya mengelilingi Fakhri. Ia segera melangkah masuk dan menghampiri Fakhri. Smua keluarga Fakhri keluar dari kamar, hingga yang didalam hanya ada Alin, Lidya, Deka, dan Fakhri sendiri.
“Semalam kamu kemana aja? Kamu tidak tahu berapa lama aku menunggumu, HAH?”bentak Alin pada Fakhri. Mata Alin berkaca-kaca. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangisnya. Fakhri menatapnya bingung.
“Kamu siapa?”
Alin tercengang. Begitu juga dengan Lidya dan Deka.
“Fakhri, jangan bercanda! Masa’ kamu tidak tahu siapa dia? Dia ini Alin, teman smp kita dulu”jelas Deka. Namun, Fakhri menggeleng.
“Fakhri, kamu bercandakan? Ini benar-benar tidak lucu”kata Lidya. Ia menatap Fakhri dan Alin secara bergantian.
“Aku serius. Aku sama sekali tidak mengenalnya”kata Fakhri datar.
Alin segera berlari keluar kamar. Tidak sanggup melihat Fakhri. Hatinya benar-benar sakit ketika ia mendengar sendiri dari mulut Fakhri bahwa Fakhri sama sekali tidak mengenalnya. Ia terduduk sambil bersandar di koridor depan kamar Fakhri. Lidya datang menghampirinya sambil memeluknya erat.
“Yang sabar ya, Lin”kata Lidya.
Air mata Lidya pun ikut mengalir.  Alin melepaskan pelukan Lidya dan menatap Lidya dengan tatapam memohon.
“Please, tinggalkan aku sendiri. Aku perlu waktu untuk sendiri”ucap Alin di sela-sela tangisnya.
Deka keluar dari kamar Fakhri. Ia ingin melihat keadaan Alin sekarang.
“Kalian berdua pergilah! Aku butuh waktu untuk sendiri”ucap Alin datar tanpa melihat wajah Lidya dan Deka.
Mereka berdua mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Alin sendiri. Alin kembali menangis, dengan lebih kuat. Hujan pun turun membasahi seolah ikut berduka dengan penderitaan Alin.

~~~~~~~~
Tak pernah ada yang berubah dari ‘Dream High Caffe’ ini. Dari awal Bintang bertemu Dessy sampai ia sekelas dengan Dessy pun kafe itu tetaplah sama. Disini, ia ingin memulai kisah baru. Sama seperti dengan nama kafe itu, Bintang menyimpan mimpi yang tinggi pada kafe itu. orang-orang mulai menatapnya bingung. sudah hampir setengah jam ia berdiri disana sambil melihat suasana kafe dari luar, tanpa berkeinginan untuk masuk kedalamnya.
“Hei…”panggil seseorang yang tak asing lagi bagi Bintang. “Sampai kapan kamu mau memandangi kafeku seperti itu, hah? Dasar”lanjut Dessy.
Bintang hanya tersenyum mendengarnya.
“Bisakah kamu ikut denganku sekarang? Aku punya urusan denganmu”ujar Bintang. Dessy menyerngit bingung.
“Memangnya mau kemana?”tanya Dessy penasaran.
Bintang hanya menjawab dengan senyuman. Ia menarik tangan Dessy dan membawanya ke suatu tempat.

~~~~~~~~
Entah sudah berapa jam Alin menangis di situ. Dari siang hingga malam pun, ia masih tetap berada di posisi yang sama. Ia masih duduk sambil menangis di depan kamar Fakhri. Orang-orang yang kewat di depannya memandangnya aneh. Kadang, ada sesekali orang-orang yang lewat menanyakan keadaan Alin. Namun, tidak ia hiraukan. Ia tetatp terus menangis.
Di sela-sela tangisannya, seseorang memberinya sebuah jaket dan sapu tangan. Namun, tidak ia ambil. Ia pun terlalu malas mengangkat kepalanya, sekedar untuk melihat siapa orang yang berbaik hati memberinya jaket dan sapu tangan.
“Dasar bodoh! Mau sampai kapan loe bersikap bodoh seperti ini, hah?”omel orang itu. tanpa melihat pun Alin sudah tau siapa orang itu.
“Hiks… Iya, aku bodoh. Lalu, hiks…. mengapa kamu… hiks… selalu ada disaat orang bodoh ini sedang sedih?”tanya Alin. Sesekali ia sesenggukan.
Aldi mendesah pelan. “Karena loe terlalu bodoh, makanya gue selalu datang. Coba loe gak bodoh, gue gak perlu repot-repot kesini”ujar Aldi kesal.
Alin mengangkat kepalanya. Matanya bengkak. Ada bulatan hitam dibawah matanya. Wajahnya pucat. Badannya pun menggigil. Alin berusaha untuk berdiri, namun ia kembali terjatuh. Tubuhnya begitu lemas.
“Payah”gerutu Aldi sambil membantu Alin berdiri. “Loe masih bisa jalan gak?”
Alin mengangguk lemas. Ia melepaskan tangan Aldi, dan berusaha untuk jalan sendiri. Namun, sebelum ia sempat berdiri, ia kembali terjatuh. Kondisi tubuhnya benar-benar lemah karena ia belum makan dari tadi siang.
Tanpa menunggu perintah dari Alin, ia segera menggendong Alin kedalam dekapan Aldi. Alin hanya bisa pasrah. Ia sempat menoleh ke arah pintu kamar Fakhri. Sekilas ia melihat Fakhri sedang menatapnya dengan tatapan… cemburu.
“Benarkah itu? Atau, aku hanya berhalusinasi?”tanya Alin dalam hati.

~~~~~~~~
Rahma berjalan mondar-mandir dikamar tidurnya. Ia tampak begitu resah dan gelisah. Bagaimana tidak, ia baru saja mendapat kabar dari ibunya Bintang-pacar Rahma-bahwa Bintang sekarang dalam keadaan kritis. Air matanya pun tidak bisa berhenti mengalir. Dadanya terasa nyeri. Tubuhnya bergetar hebat. Wajahnya tampak pucat. Entah apa yang ia rasakan yang pasti perasaan kehilangan selalu menghantuinya.
Ia berhenti mondar-mandir. Ia duduk di pinggiran tempat tidurnya. Ia mencoba memikirkan hal-hal positif dan hal yang bisa membuatnya bahagia. Tetapi, bayangan Bintang terus hadir di otaknya, membuatnya kembali sedih.
“Rahma, kamu udah tidur belum?”tanya ibunya di luar kamarnya.
Rahma menghapus air matanya cepat sambil mengatur nafas dan suaranya.
“Belum, bu! Tapi, baru mau tertidur”kata Rahma dengan nada lemas.
“Baiklah kalau begitu. Good night, dear! Have a nice dream”kata ibunya sambil berlalu.
Kini, Rahma kembali bersedih. Tiada yang bisa menghapus kegalauan hatinya. Ia berharap atas kesembuhan Bintang. Walau tak banyak yang bisa ia lakukan, tapi ia hanya bisa berdoa semoga Allah bisa memberikan yang terbaik untuknya dan Bintang.

~~~~~~~~
Di tempat ini, tempat yang tidak asing lagi buat Dessy. Disini ia dan Bintang pertama kali berkenalan. Kemudian, bertemu lagi. Tempat ini adalah tempat kenangan yang tak pernah terlupakan. Kini, Bintang kembali mengajaknya ke tempat ini. Kenangan itu kembali terulang dibayangannya. Tanpa sadar, ia tersenyum.
“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?”tanya Bintang.
Dessy membalasnya dengan gelengan. Ia duduk di kursi taman yang paling dekat dengannya. Bintang pun ikut duduk disebelahnya. Untuk beberapa saat mereka duduk dalam diam. Tak ada yang mau memulai pembicaraan.
“Malam ini cerah banget, ya”seru Dessy memecah kebisuan.
“Iya! Rasanya, berbeda dengan malam-malam yang lain. Atau…”Bintang menoleh sebentar ke arah Dessy, lalu kembali memandang langit.”…hanya perasaanku saja”
“Nggak, kok! Aku juga berpikir begitu”kata Dessy cepat.
Dessy memandang Bintang lama. Merasa diperhatikan, Bintang pun ikut menoleh. Beberapa saat mereka berada tatap sampai…
“Drrtt… drrrtttt….”Bintang merasa handphonenya bergetar diiringi lagu nada dering tanda telepon masuk. Pandangan Bintang teralih pada handphonenya. Ia segera merogoh sakunya, mengambil hp, kemudian mengangkatnya.
“Halo, ada apa, Di?”
“…..”
“Hah? Apa? Serius? Baiklah, aku segera kesana sekarang”Bintang meletakkan kembali hp-nya kedalam saku, lalu mengambil kunci motornya di dalam saku jaket.
“Bintang, kamu mau kemana? Apa terjadi sesuatu?”tanya Dessy dengan nada khawatir.
Bintang menoleh. Hampir saja ia lupa kalau ia sedang bersama Dessy.
“Maaf, Des. Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Tetapi, ada sesuatu yang penting. Jadi, aku harus pulang sekarang. Tidak apa-apa, kan?”ujar Bintang. Ia takut kalau Dessy tiba-tiba ngambek lagi seperti waktu kejadian dirumah sakit.
“Umm… tidak apa-apa. Ya udah, cepat pulang sana. Katanya penting!”kata Dessy dengan semangat, berusaha menymbunyikan kekecawaannya.
Bintang mengangguk, kemudian berlalu. SEPI. Kehilangan. Itulah yang Dessy rasakan saat ini. Entah perasaan apa itu. Dessy sama sekali tidak mengerti.
“Apakah aku sedang jatuh cinta?”tanya Dessy dalam hati.

~~~~~~~~
Alin membuka matanya. Dilihatnya langit masih gelap. Udara dingin mulai menusuknya. Padahal, ia sudah mengenakan jaket. Aldi masih menggendong tubuhnya sambil sesekali celingukan.
“Lagi nungguin siapa?”tanya Alin pelan karena tubuhnya terlalu lemas. Saking pelannya, suaranya hampir tidak terdengar.
Aldi tampak terkejut ketika ia mendengar suara Alin. Hampir saja ia melempar tubuh Alin saking terkejutnya.
“Eh…umm… kamu udah bangun, Lin?”Aldi malah balik bertanya.
Alin mengangguk kepalanya lemas. Ia diam dalam dekapan Aldi. bukannya apa, tapi tenaganya sama sekali tidak ada. Daun-daun kering di sekeliling mereka melayang diterbangkan angin. Semakin malam, dinginnya semakin menusuk. Alin menyerngitkan dahinya ketika melihat Bintang datang. Atau mungkin, inilah alasan Aldi diluar rumah sakit sampai-sampai tubuhnya hampir membeku gara-gara menunggu Bintang.
“Ini, tolong bawa dia ke mobil gue. Gue masih mau ke dalam. Masih ada urusan yang belum aku selesaikan”ujar Aldi cepat.
Bintang mengangguk tanda mengerti. Ia segera melakukan apa yang diperintah Aldi. Aldi segera berlari menuju rumah sakit. Namun, baru beberapa ia berlari, ia berbalik.
“Gue gak lama. Cuma 5 menit aja. Tolong jaga dia baik-baik, ya”teriak Aldi.
Bintang kembali menganggik. Mereka segera masuk ke dalam mobil. Udara di dalam mobil tidak sedingin diluar. Setidaknya, mereka tidak akan masuk angin jika berada di dalam mobil.
1 menit… 2 menit… 5 menit… telah berlalu. Alin masik sempat melirik jam tangannya. Mata Bintang tinggal beberapa watt. Sepertinya ia sudah sangat lelah. Kentara sekali di wajahnya. 7 menit telah berlalu, tetapi Aldi tak kunjung datang juga. Setelah 10 menit berlalu, barulah dia datang. Ia membuka pintu kemudi, lalu masuk kedalam. Alin langsung memejamkan matanya pura-pura tidur. Bintang sudah terlelap dari tadi. Ia jug tidak mengetahui kalau Aldi sudah datang. Aldi menyalakan mesin mobilnya. Sebelum ia melajukan mobilnya, ia sempat menoleh ke bangku belakang. Ia tertawa melihat wajah Bintang dan Alin yang sedang tidur. Lucu sekali. Tanpa sadar, ia menatap wajah Alin lama.
“Udah balik?”tanya Alin membuat Aldi terkejut.
“I… iya… tadi”kata Aldi gugup. “Mau langsung pulang?”tanya Aldi.
“Ya iyalah! Tapi, jangan pulang kerumahku, ya! Aku tidak mau melihat wajah panik mamaku”pinta Alin dengan nada memohon.
“Terus kita kemana sekarang?”
“Kerumah loe aja. Masalah barang-barang gue, biar gue suruh Bintang aja yang ngambil”cerocos Alin. Walaupun tenaganya sudah sangat minim,tapi ia masih bisa banyak bicara.
Aldi mengangguk, kemudian melajukan mobilnya kerumahnya.

~~~~~~~~
Langit kembali terlihat mendung. Angin-angin kembali menari tarian datangnya hujan. Burung-burung bersenandung nada sedih. Namun,  sudah ada tetes air jatuh di pipi Rahma. Itulah yang dilihat Dessy saat ia baru datang memasuki kelas. Alin juga yang baru datang beberapa detik kemudian tampak terkejut melihat kondisi Rahma.
“Rahma, ada apa? kenapa pagi-pagi udah nangis?”tanya Alin dengan nada khawatir.
 Rahma tidak langsung menjawab pertanyaan Alin. Malah, ia memberikan handphonenya pada Alin. Tanpa basa-basi, Alin langsung membaca sebuah pesan yang tadi ditunjukkan Rahma padanya. Melihat itu, Alin langsung membelalakkan matanya. Ia terlihat shock membacanya.
“Ada apa, Lin? Apa yang sebenarnya terjadi?”tanya Dessy ketika melihat perubahan yang terjadi pada Alin. Tapi, Alin hanya diam membuat Dessy penasaran.
“Sini”Dessy merebut handphone Rahma dari tangan Alin dan membacanya. Dessy terkesiap membacanya. Ia memandang Rahma dengab tatapan tidak percaya dan Alin yang kini sudah bersimbah air mata secara bergantian.
“Benarkah? Benarkan pesan ini? Benarkah kalau…” Dessy berusaha mengatur emosinya, menahan air mata agar tidak terjatuh.”Benarkah kalau… Bintang… meninggal?”tanya Dessy tidak percaya.
Rahma mengangguk lemah. Sedangkan, Alin… Alin berusaha mengendalikan air matanya. Ia menatap Dessy, berusaha untuk memberi pengertian pada Dessy.
“Ada apa, Lin?”tanya Dessy yang sepertinya tahu kalau Alin ingin memberitahu sesuatu padanya.
“Des… sebenarnya… Bintang itu… pacar Rahma…”
Dessy semakin shock. Kata-kata yang meluncur dari mulut Alin membuatnya tidak bisa berpikir apa-apa lagi. Sontak ia langsung berlari keluar kelas. Tak peduli dengan hujan yang baru saja turun. Kata-kata terakhir yang didengarnya benar-benar membuat emosinya membludak. Sedih, marah, kecewa, kehilangan semua campur aduk dihatinya. Bagaimana bisa Bintang pergi meninggalkannya begitu saja. Padahal, baru tadi malam mereka bertemu dan mengobrol. Padahal…
Tangis Dessy pecah. Ia berhenti dikoridor dekat gudang di lantai 2. Tempat itu jarang sekali dilalui siswa-siswi. Tempat yang sangat cocok buat Dessy menangis. Namun, entah ia salah dengar atau tidak, ia mendengar langkah kaki berjalan mendekatinya. Dessy tidak tahu pasti siapa orang itu karena ia sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya. Ia terus memeluk lututnya sambil menyembunyikan wajahnya. Terdengar langkah itu terhenti tepat di depannya. Dessy menengadahkan kepalanya sedikit, tapi tetap saja ia tidak bisa melihat dengan jelas orang itu karena air matanya menyamarkan penglihatannya.
“Mengapa kamu menangis?”tanya cowok itu. suaranya tak asing lagi bagi Dessy. Tapi, tetap saja ia tidak menyadarinya karena ia masih shock.
“Bintang…”
“Bintang? Memangnya apa yang terjadi pada Bintang?”tanya cowok itu.
“Dia…”Dessy memberanikan diri mengangkat kepalanya. Ia menghapus air matanya dan kini bisa melihat dengan jelas siapa lawan bicaranya. Dan itu semakin membuatnya shock. “LOH??? Kok…”

~~~~~~~~

Alin dan Rahma sedang tertawa sambil cekikikan di kelas. Padahal, masih ada sisa air mata yang menghiasi pipi dan mata mereka. Orang-orang yang baru datang kekelas memandang mereka dengan tatapan aneh. Cika dan Devi jadi ikut-ikutan penasaran dengan tingkah Alin dan Rahma. Bahkan, Vivi yang dari tadi hanya melihat mereka tertawa menganggap mereka berdua kalau otaknya sudah ‘ERROR’.
“Ada apa, sih? Bagi-bagi cerita, dong! kayaknya seru, nih!”seru Devi. Cika, Vivi dan Riri ikut-ikutan nimbrung, pengen minta cerita yang sebenarnya terjadi.
“Gini…”kata Alin setelah tawanya sudah berhenti. Namun, ia masih sempat cekikikan. “Tadi, aku baca sms dari ibunya pacar Rahma, bahwa dia baru saja meninggal”ujar Alin.
“Loh, pacarnya Rahma meninggal kok kalian malah cekikikan kayak kuntilanak. Gimana, sih?”komentar Cika yang merasa apa yang telah dilakukan Alin dan Rahma tadi salah. Alin dan Rahma saling bertatapan.
“Nah, itu dia masalahnya. Waktu aku baca sms itu, Dessy juga ikutan baca”
“Terus, mana Dessynya? Kok gak ada disini?”tanya Vivi.
“I-don’t-know. Soalnya tadi dia main kabur-kabur aja”kata Alin.
“Terus, apa yang lucu? Masa orang meninggal kalian malah tertawa?”ujar Riri.
Alin dan Rahma saling berhadapan. Walaupun Rahma sangat terpukul dengan kematian pacarnya, namun penjelasan Alin tadi benar-benar sedikit menghiburnya.
“Sebenarnya…”

~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar