Buku-buku berserakan dimana-mana. Alin masih tetap sibuk
dengan laptopnya sambil sesekali melihat buku yang ada disamping laptopnya.
“Di, tolongin gue, dong!”pinta Alin tanpa melepaskan pandangannya
dari layar laptop. Suasana hening. Sama sekali tak ada jawaban dari Aldi.
“Di”panggil Alin lagi. Ia mendongak dan tidak melihat siapapun di ruangan
tempat ia berada selain dirinya.
“Loe nyariin gue”kata Aldi dari
arah dapur. Ia membawa 2 gelas minuman dan beberapa cemilan. “Udah kangen nih
ama gue?”kata Aldi lagi.
Alin mendengus kesal,”Isshh… gue
tuh emang nyariin elo. Tapi, bukan karena kangen. Nih, gantian dong ngetiknya.
Capek tau! Loe nyari isi juga kagak”oceh Alin.
“Oke, tunggu bentar”Aldi kembali
kedapur.
Sambil menunggu Aldi kembali
dari dapur, Alin kembali mengetik. Sesekali ia meregangkan badannya yang sangat
pegal.
“Nih”
Alin tersentak kebelakang saat
Aldi memberikannya es batu di keningnya.
“Jidat loe kayaknya benjol, tuh!
Mending dikompres aja dulu”ujar Aldi.
Alin hanya menurut. Ia
mengompres keningnya dengan es batu.
“Yee… ini gara-gara loe juga
kali. Makanya, kalo mau nutup pintu, lihat-lihat dulu ada atau nggak orang di
dekat pintu. Jangan main tutup-tutup aja”gerutu Alin.
“Iya, iya, bawel! Udah, deh!
Mending loe kasih tuh buku biar gue bisa ngetik sekarang”Aldi mengambil buku
dari tangan Alin.
Suasana setelah itu tampak
hening. Aldi sibuk dengan laptop dan buku. Sedangkan, Alin sibuk mencari isi di
kertas coret-coret sambil mengompres kepalanya yang sakit itu.
“Di”panggil Alin memecah kesunyian.
“Umm…”
“Boleh nanya gak?”tanya Alin ragu.
“Tanya apa?”
“Ini tentang adik angkat loe”kata Alin. “Sebenarnya, dia itu kayak
apa, sih?”
Aldi berhenti sebentar. ia tampak sedang berpikir. “Dia
orangnya lucu, pintar, baik, manja, dan gak bawel kayak loe”
“Terus,”Alin tak peduli dengan kata-kata terakhir Aldi.
“Dimana dia sekarang?”
Aldi terdiam. Ia sepertinya tidak ingin membicarakan tetang
masalah itu.
“Kalau gak mau cerita juga gak pa-pa”kata Alin, kemudian ia
kembali sibuk mencari isi kimia.
“Aku tidak tahu”kata Aldi membuat Alin mendongak. “Aku tidak
tahu dimana dia sekarang. Terakhir kali aku bertemu dia di tengah jalan”
Alin menyerngit,”Kok bisa? Kapan?”
“Mungkin, sekitar 10 atau 11 tahun yang lalu. Saat itu
merupakan mimpi buruk bagiku”Aldi mulai menerawang mengingat masa lalunya.
~~~~~~~~
Bintang-bintang gemerlapan
dilangit. Angin pun bersenandung menyambut kesunyian malam. Seorang anak lelaki
dan perempuan paruh baya berbaring di rerumputan sambil memandangi langit.
“Ma”panggil anak itu.
“Iya Aldi, sayang. Ada
apa?”tanya mamanya lembut.
“Bintang yang paling
terang itu apa namanya?”
“Oh, itu namanya bintang
Sirius. Dia adalah bintang yang paling terang diantara bintang yang paling
terang dari bintang-bintang yang lain”
“Benarkah? Kalau begitu,
aku ingin seperti bintang Sirius. Aku ingin menerangi hati mama yang gelap,
juga dia”kata Aldi polos.
Mama Aldi membelai rambut
putranya lembut.
“Hati mama gak gelap, kok!
Ngomong-ngomong, dia itu siapa?”
“Umm… kasih tau gak, ya? Nggak ah, Aldi malu”
“Ayo… siapa?”goda mamanya.
“Dia…”
Lampu dirumah Aldi tiba-tiba mati, kemudian disusul bunyi gradak-gruduk
dari dalam rumahnya.
“Ma, Aldi takut!”kata Aldi kecil, ia langsung memeluk mamanya erat.
Terdengar langkah kaki mendekati mereka. Mama Aldi langsung menggendong
Aldi dan menyuruh Aldi bersembunyi dibawah pohon.
“Aldi disini aja, ya! Jangan kemana-mana. Kalau ada sesuatu yang
mencurigakan, Aldi tetap sembunyi. Oke!”pesan mamanya.
Aldi mengangguk. Sepeninggal mamanya, Aldi terus meringkuk di bawah
pohon sampai-sampai ia tertidur.
Keesokan paginya, seorang polisi datang menghampirinya dan bertanya
apakah dia baik-baik saja, lalu mengajaknya keluar dari halaman rumahn. Aldi
bingung, karena dirumahnya ada banyak polisi dan orang-orang yang melihat
rumahnya. Ada juga para medis yang mengangkut seseorang dengan kantong jenazah.
Aldi mencoba mengingat-ingat sesuatu.
“MAMA”teriaknya. Ia mencoba menerobos kedalam rumahnya. Tapi, polisi
yang menemukannya tadi menghalanginya.
“Anda mau kemana, nak? Jangan masuk kerumah itu. sekarang, rumah itu
dalam pemeriksaan polisi”jelas polisi itu.
Aldi mengabaikannya. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang dikatakan
polisi itu. seorang laki-laki paruh baya langsung menggendong Aldi dan
memeluknya erat.
“Syukurlah kamu selamat, nak!”
Aldi mendongak dan melihat siapa orang yang sedang menggendongnya itu.
“Papa”teriak Aldi senang. “Papa kapan pulang? Ayo kita masuk pa! Mama
sudah lama menunggu papa”ajak Aldi.
Laki-laki paruh baya yang dipanggil papa oleh Aldi hanya bisa menangis
membuat Aldi semakin bingung.
“Papa kenapa nangis? Jangan menangis, pa! Aldi jadi ikutan nangis,
nih!”air mata Aldi sudah mengalir
dipipinya. Entah mengapa, hatinya merasa sedih.
“Maafin papa, nak! Ini semua salah papa. Andai saja papa tidak pergi,
mama pasti selamat”kata papanya disela-sela tangisannya.
“Maksud papa?”tanya Aldi polos. Ia benar-benar tidak mengerti semuanya.
“Mama… sudah pergi jauh meninggalkan kita, dan tidak akan kembali lagi”
Air mata Aldi kembali mengalir deras. Ia menangis dalam diam. Ia tidak
ingin kelihatan lemah di depan semua orang. Tapi, rasa sedih dihatinya tak
dapat disembunyikan lagi. Andai saja ia semalam tidak tertidur dan melihat
keadaan mamanya, mungkin tidak seperti ini jadinya.
“Lebih baik, kita pergi dari sini, nak! Kalau disini terus, papa jadi
semakin tidak ikhlas melepaskan kepergian mamamu”kata papa Aldi.
Aldi mengangguk setuju. Papanya menurunkan Aldi dari gendongannya, dan
mengajaknya berjalan.
“Di, Didi… tunggu…”panggil anak perempuan sambil berlari menghampiri
Aldi.
Aldi dan papanya terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan anak itu.
“Di…”anak itu terus berlari sambil tanpa memperhatikan jalanan di
sekitarnya.
‘Tiin… tiiiinnn…’dari arah kanan anak perempuan itu, sebuah mobil
meluncur deras, sampai-sampai ia tak bisa menghentikan. Mobil itu terus
mengklakson anak itu.
“Iin… AWAS!!!”teriak Aldi dari pinggir jalan.
Anak perempuan yang dipanggil Iin itu hanya diam mematung ditengah
jalan, menunggu saat mobil itu menabrak dirinya dan setelah itu menemui sang
malaikat maut, menyusul mama Aldi yang sudah pergi lebih dulu.
“Iin…”kata Aldi lirih. Ia sudah kehilangan ibundanya yang tercinta.
Tapi, ia juga tidak ingin kehilangan orang-orang yang dicintainya lagi.
“Astaghfirullah”ucap papa Aldi kaget. Anak perempuan itu ditabrak tepat
didepan matanya. Sedangkan, ia hanya bisa berdiri diam di pinggir jalan.
“Papa, panggil ambulan, pa! Cepat!”perintah Aldi. Tubuhnya sudah
gemetaran hebat. Keringat dingin mengucur keluar.
Papa Aldi mengangguk. Beberapa menit kemudian, para medis yang dilihat
Aldi dirumahnya tadi datang sambil mengangkut tubuh Iin yang sudah berlumuran
darah. Aldi memeluk papanya erat. Tubuhnya masih gemetaran.
“Tenanglah, nak! Dia pasti akan selamat”hibur papanya. Tapi, Aldi tidak
bisa mempercayai itu. kemungkinannya Iin masih bisa bertahan hidup adalah
30:70.
~~~~~~~~
“Bahkan, sampai saat ini aku masih tidak tahu apakah dia
selamat”kata Aldi pada Alin. Suasananya berubah hening. Sama sekali tak ada
respon dari Alin.
Menyadari keanehan itu, Aldi langsung menoleh kearah Alin
yang sekarang sudah tergelatak di antara tumpukan buku-buku.
“Alin, bangun! Jangan
bercanda, dong!”kata Aldi berusaha tenang. Tapi, Alin bergeming.
Tanpa banyak bertanya lagi, ia
langsung mengangkat Alin kekamarnya dan memanggil dokter langganannya.
~~~~~~~~
Cika menatap bingung Dessy.
Sedari tadi Dessy senyum-senyum sendiri. Cika jadi takut sendiri melihatnya.
“Des, kenapa dari tadi
senyam-senyum mulu. Apa jangan-jangan…”
“Jangan-jangan apa?”potong Dessy
cepat.
“Gak pa-pa”Cika kembali fokus
mengetik. Tapi, pikirannya masih melayang kemana-mana. “Des, aku mau tanya, nih,
tapi jangan marah, ya! Satu lagi, jawab jujur”
“Mau tanya apa?”
“Dessy sebenarnya suka gak sama
Bintang?”tanya Cika.
Dessy menatap Cika malas. “Buat
apa Dessy bilang ke Cika kalau Cika sendiri gak mau jujur sama kita. Cika
sendiri nyembunyiin sesuatu dari Dessy dan yang lain, kan! Harusnya Cika juga
jujur sama Dessy dan yang lain. Kalau Cika mau tahu bagaimana perasaan Dessy
sebenarnya, Cika cerita dulu sama Dessy bagaimana sebenarnya hubungan antara
Cika dengan Reihan”ujar Dessy panjang lebar.
Cika menghela napas panjang.
Mungkin sudah saatnya ia mengatakan hal yang sebenarnya pada Dessy.
“Oke, Cika bakal cerita, tapi
Dessy harus janji jangan kasih tau siapa-siapa. Soalnya, Cika malu”wajah Cika
berubah menjadi merah.
“Oke, siap deh, boss!”kata Dessy
senang.
~~~~~~~~
Koridor di UKS tampak
sepi. Tak ada tanda-tanda kalau Reihan masih berkeliaran di sekolah. Cika tadi
berniat untuk mengejar Reihan. Tapi, sepertinya Reihan sudah tak ada lagi di
sekolah.
“Ya ampun, aku kenapa,
sih? Kok aku tadi ngejar Reihan. Arrrrgrghhh… pasti otakku sudah tidak beres
lagi”kata Cika sambil mengacak-ngacak rambutnya frustasi.
Tak berapa lama, ia
melihat sosok Reihan datang dari arah depan. Cika berulang kali mengucek-ngucek
kedua matany untuk memastikan apakah dia sedang berhalusinasi atau tidak.
Setelah Cika merasa ia tidak berhalusinasi, ia berjalan menghampiri Reihan.
Namun, Reihan tidak melihatnya dan melewatinya begitu saja. Cika bengong saja
melihat tingkah Reihan.
Reihan kembali lagi dan
lagi-lagi melewati Cika. Melihat sikap Reihan seperti itu, Cika jadi tidak
tahan.
“Han, loe kenapa, sih? Kok
loe ngabain gue gitu aja. Gue jan ada di depan elo. Loe seharusnya nyapa kek,
apa kek. Ini, di abaikan gitu aja”oceh Cika.
Reihan tertawa mendengar
ocehan Cika, membuat Cika semakin sebal.
“Loe kenapa, Cik? Kok jadi
aneh gini”
Cika terdiam. Benar juga,
Cika tiba-tiba berubah aneh.
“Ng… nggak, kok!
Udah, deh! Abaikan aja!”kata Cika sewot. Bukan itu sebenarnya yang ingin dia
katakan. Tapi, apa boleh buat. Ia sudah terlanjur bersikap seperti itu. Cika
berbalik meninggalkan Reihan.
“Loe mau bilang tentang perasaan loe sebenarnya, kan!”teriak Reihan.
Cika langsung membalikkan badannya. Tapi, saat mereka beradu pandang,
Cika kembali speechless.
“Bilang aja kali. Gak pa-pa, kok! Itu juga alasan aku kembali kesini”
Lutut Cika melemas. Ia gugup, senang, bahagia, dan sebal. Tapi, hal
yang paling dominan ia rasakan bahagia.
“Jadi?”tanya Reihan meminta persetujuan.
Cika mengangguk malu. Kini, tak ada lagi yang bisa mereka simpan.
Semuanya berjalan seperti yang mereka inginkan. Dan berharap, ini akan menjadi
hubungan yang lancar.
~~~~~~~~
Hari sudah gelap. Alin terbangun
dari tidurnya. Tiba-tiba saja ia sudah ada didalam kamarnya. Ia kelihatan
bingung dan mencoba mengingat-ingat kembali bagaimana kronologi kejadiannya.
Tadi siang, ia pergi kerumah Aldi untuk ngerjain PR kimia. Terus, ia mendengar
Aldi bercerita dan… pingsan.
Kepala Alin tiba-tiba pusing
lagi. Ntah apa yang sebenarnya telah terjadi, tapi saat ia mendengar ceirta
Aldi, kepalanya langsung pusing dan semakin pusing. Dan sekarang, ia
merasakannya lagi.
Ia berusaha menguasai dirinya
sebisa mungkin. Setelah pusing dikepalanya mulai hilang, ia duduk sebentar
untuk menetralisir badannya. Setelah ia sudah merasa baik, ia berdiri, berjalan
menuju lemari dan mengambil sebuah kotak yang pernah Aldi berikan padanya di
atas lemari. Dibukanya kotak itu dan melihat satu per satu foto-foto tentang
dirinya. Saat ia sedih, bahagia, bersama Aldi, berdua dengan Fakhri,
beramai-ramai dengan Deka dan Lidya, bersama dengan seluruh teman sekelasnya
saat ia masih satu sma dengan Fakhri. Terlalu banyak kenangan yang tidak bisa
ia lupakan bersama Fakhri.
“Diaryku, kemana dia menghilang disaat
aku sedang membutuhkan?”tanya Alin dalam hati.
‘Brruuuk’ kotak yang Alin pegang
terjatuh. Cepat-cepat ia pungut satu per satu foto yang jatuh dan…
“Diaryku?”teriak Alin senang.
Ia memungutnya dan selembar
kertas jatuh dari diarynya itu. Ia kembali memungutnya dan terbelalak melihat
tulisan yang ada dikertas itu.
“Kau, tunggu saja besok”
~~~~~~~~
Alin menebarkan pandangannya
keseluruh sudut kelas, mencari seseorang yang akan mendapatkan lava panas
darinya. Emosinya sudah menumpuk dipuncak ubun-ubun, tak dapat di dinginkan
lagi.
Begitu melihat Aldi muncul di
pintu kelas, tanpa basa-basi Alin menyeretnya jauh-jauh ke taman belakang
sekolah yang sepertinya merupakan keberuntungan bagi Alin karena disana sepi.
“Ini tulisanmu, kan?”tanya Alin
sebelum Aldi sempat bertanya padanya.
Aldi menggeleng. “Bu, bukan”
Alin mendengus, lalu membalikkan
kertas yang dipegangnya.
“Ini jelas-jelas namamu dan aku
sangat mengenal baik tulisanmu”ujar Alin.
“Lalu?”tanya Aldi pura-pura
tidak tahu. Padahal, dari awal Alin menunjukkan kertas itu Aldi sudah tahu
kearah mana pembicaraan mereka nanti.
“Kamu itu jahat banget, sih!
Kenapa kamu harus mencuri buku harianku dan membacanya? Itu memalukan sekali”omel
Alin malu sambil memukul bahu Aldi kuat.
Aldi memegang tangan Alin kuat
supaya ia berhenti memukul dirinya.
“Alin, Alin, berhenti! Sakit tau!
Oke, aku ngaku salah”kata Aldi akhirnya.
Alin berhenti memukuli Aldi,
kemudian ia kembali memukul Aldi lebih keras.
“Bagaimana bisa kamu hanya
meminta maaf? Itu privasiku, pribadiku! Mengapa kamu membacanya tanpa seizin
dariku? Lagipula, bagaimana bisa kamu mencurinya?”serbu Alin bertubi-tubi.
Aldi tampak kewalahan menghadapi
Alin yang kini sudah mengamuk tak karuan arah. Tapi, ada benarnya juga
perkataan Alin tadi. Itu privasinya, mengapa ia harus tahu privasi orang lain?
“Iya, deh! Sorry, sorry… Aku
benar-benar minta maaf. Tapi, bisakah kamu berhenti memukulku? Sakit tau!”pinta
Aldi.
Alin berhenti memukuli Aldi.
“Ayo, jelaskan padaku bagaimana
kamu mencuri diaryku?”desak Alin.
Aldi menghela napas,”Waktu kamu
kabur dari rumah. Waktu itu, aku lihat buku itu jatuh di dekat tempat tidurmu.
Karena penasaran, buku itu aku bawa pulang. Kenapa? Kamu keberatan?”tanya Aldi.
Alin melongo,”Ya iyalah, jelas
banget aku keberatan. Lagipula, sudah selama itu, mengapa baru dikembalikan
sekarang?”tanyanya.
“Baru sempat”jawab Aldi santai.
“lagipula, isinya hanya puisi-puisi doang, kok!”
Alin menghela napasnya
kuat-kuat. Entah mengapa, tiba-tiba ia merasa capek hari ini. Ia berbalik,
hendak meninggalkan Aldi, tapi ia tiba-tiba berhenti ketika mendengar Aldi.
“Tapi, puisinya bagus, kok!”puji
Aldi.
Tanpa berbalik, Alin terus
berjalan menuju kelasnya. Bukannya apa, ia tidak mau kalau Aldi melihatnya yang
kini sedang tersipu malu.
Dibelakangnya, Aldi hanya
tertawa kecil melihat Alin yang salah tingkah. Kentara sekali dari sikap Alin
yang tadi sempat menabrak pohon yang jelas-jelas gede.
Aldi menghela napas kuat. Apa
yang baru saja ia pikirkan tadi? Tadi, ia tertawa melihat sikap Alin. Entah
mengapa ada perasaan lain yang muncul dihatinya. Perasaan yang sempat terkubur
selama 10 tahun. Mungkin lebih. Ia menggelengkan kepalanya kuat.
“Tidak mungkin! Itu tidak
mungkin! Arrrrggghhh… lama-lama aku bisa gila kalau begini terus”ujarnya,
kemudian ia berjalan menuju kelasnya.
~~~~~~~~
‘Tiin… tiiiinnn…’dari arah kanan anak perempuan itu, sebuah mobil
meluncur deras, sampai-sampai ia tak bisa menghentikan. Mobil itu terus
mengklakson anak itu.
“Iin… AWAS!!!”teriak Aldi dari pinggir jalan.
Aldi terbangun dari tidurnya.
Ini yang kesekian kalinya ia bermimpi tentang kecelakaan itu. Entah sejak kapan.
Mungkin, saat kecelakaan Alin waktu itu.
“Aaarrrggghhhh…”Aldi mengerang
geram.
Andai saja, andai saja… Aldi mengacak-acak rambutnya frustasi.
Entah apa yang ia pikirkan sekarang. Ia bingung. Ada banyak hal, tapi tidak
bisa ia jabarkan satu per satu. Mungkin, andai saja waktu itu ia tidak
mendorong Alin kejalan, mungkin ia tidak akan dihantui mimpi itu. atau, andai
saja waktu itu mendegar panggilan perempuan itu, panggilan itu, mungkin…
mungkin ia tidak akan menderita seperti ini. Dihantui rasa bersalah. Dan juga,
tidak akan kehilangan dia, kehilangan Iin, selamanya. SELAMANYA.
“TIDAK… TIDAK… DIA MASIH HIDUP!!!
AKU YAKIN!”teriak Aldi histeris.
Papanya masuk ke kamarnya dengan
perasaan khawatir. Beberapa hari ini, anaknya kelihatan frustasi. Setiap malam,
ia selalu terbangun dari mimpinya, mimpi yang sama, mimpi buruk yang kini sudah
menghantui anak tunggalnya.
“Aldi, tenang”kata Pak Aji, papa
Aldi. Ia mengelus-elus pundak anaknya pelan, berusaha menghiburnya.
“Pa, dia masih hidup! Aku yakin!
Aku bisa merasakan kehadirannya!”kata Aldi bersikeras.
Air mata papanya mengalir begitu
saja tanpa bisa ditahan lagi. Ia bisa merasakan bagaimana perasaan anaknya
ditinggal oleh 2 orang yang sangat di sayanginya. Setelah shock mendengar
ibunya meninggal, beberapa jam kemudian ia harus mendengar kalau Iin sudah
pergi menyusul ibunya.
“Sudahlah, Di! Lupakan saja masa
lalu! Kalau diungkit-ungkit terus, mimpi buruk itu akan semakin menghantuimu”hibur
papanya.
Setelah beliau merasa kalau Aldi
sudah tenang, ia keluar dari kamar anaknya. Sedangkan, Aldi hanya terdiam di
kamarnya. Merenungkan sesuatu.
“Tidak! Aku yakin, aku yakin dia
masih hidup. Akan kubuktikan kalau dia masih ada disini, didunia ini, di dunia
nyata”kata Aldi bersikeras.
~~~~~~~~
“Maaf, anda siapanya pasien?”tanya seorang perawat pada Pak Aji.
Pak Aji menoleh kearah Aldi, meminta penjelasan yang bagus untuk
perawat.
“Kami yang menemukan korban”kata Aldi kecil.
“Sudah menghubungi keluarga pasien?”tanya perawat itu lagi.
Aldi mengangguk cepat. “Bentar lagi dia datang, kok, sus!”
Benar apa kata Aldi, tak berapa lama, orangtua dan nenek Iin datang.
“Didi, sedang apa kamu disini?”tanya neneknya terkejut saat beliau
melihat Aldi juga ada disana.
Kedua orangtua Iin kelihatan sibuk berbicara dengan dokter dan perawat
tadi. Sedangkan, Aldi, papa Aldi, dan nenek Iin duduk sambil mengobrol di ruang
tunggu. Entah apa yang dibicarakan oleh nenek Iin dan papanya. Ia juga tidak
sempat melihat wajah kedua orangtua Iin. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya
sendiri.
“Iin akan selamatkan, nek?”tanya Aldi yang lebih pada diri sendiri.
Nenek itu hanya menghela napas mendengar pertanyaan Aldi.
Beberapa dokter dan perawat keluar dari ruang tempat Iin dirawat.
Dokter itu sedang berbicara dengan orangtua Iin dengan ekspresi muram. Setelah
mereka selesai bicara, orangtua Iin menangis, dan Aldi hanya bisa menonton itu
semua dengan penuh tanda tanya.
“Ada apa, pa? Bagaimana? Apa kata dokter tadi? Iin selamatkan?”tanya
Aldi.
Papanya hanya bisa menatap sedih putranya, begitu tidak teganya ia
mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi, apa boleh buat. Kenyataan adalah
kenyataan. Tak ada yang bisa mengubah kenyataan yang sudah terjadi.
“Maafkan papa, nak! Tapi,
papa hanya bisa mengatakan hal yang sebenarnya”. Aldi tampak penasaran menunggu
jawaban dari papanya. “Dia… dia tidak selamat”
“Woi, bro! Loe ngelamun?”tanya
Reza memecah lamunan Aldi.
Aldi hanya melirik Reza
sebentar, lalu berpura-pura kembali membaca.
“Ada apa, Di? Beberapa hari ini
kamu kelihatan melamun terus? Lagi ada masalah, ya?”tanya Bintang yang duduk di
sampingnya. Alin tadi meminta Bintang untuk tukaran tempat duduk. Ia merasa
Bintang bisa membantu Aldi.
Aldi menghela napasnya kuat.
Lalu, kembali mengacuhkan Reza dan Bintang.
“Ya udah… kalau gak mau cerita
gak pa-pa, kok! Asal, loe mesti hentiin kebiasan melamun loe saat lagi
belajar”nasihat Reza.
Aldi mengerutkan dahinya
bingung. Bintang juga.
“Bukannya loe juga sering
melamun saat pelajaran Bu Yusri, tapi loe selalu beruntung karena Beni lebih
sering bikin masalah setiap pelajaran kimia dan loe gak ketahuan”kata Aldi,
membuka sebagian kartu bagus yang ada pada Reza.
“Ssssttttt…. Itu rahasia”bisik
Reza pelan.
Aldi dan Bintang hanya bisa
menahan tawanya melihat sikap Reza.
“Dasar”celetuk Bintang.
~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar