HAVE A
MIRACLE?
Dessy
hampir saja putus asa. Namun, ia merasakan seseorang menyentuh bahunya. Dessy
berbalik dan terkejut melihat orang itu. “A… Alin…”
Alin
menatap Dessy sedih. Ia tidak tahu harus berkata apa. “Maaf, Des”
Dessy
menggeleng cepat. “I’m fine! No problem” ucapnya cepat.
Alin
pun memeluk Dessy. “Jangan khawatir, Des!” bisik Alin pelan.
Adakah keajaiban untukku?,
batin Dessy
~~~~~~~~
Alin
masuk ke dalam kelasnya dengan riang. Sesekali ia bersenandung ria.
“Kamu
kenapa, Lin? Sakitmu kambuh lagi, ya?” tanya Vivi sambil meletakkan tangannya
di dahi Alin. “Ah, sepertinya penyakitmu kambuh lagi. Badanmu panas sekali”
tambah Vivi.
Alin
hanya menyerngit bingung. dia pun memeriksa dahinya. “Gak panas-panas amat,
kok! Hei, kamu mengejekku, ya!” kata Alin. Vivi langsung berlari keluar kelas.
“Teet…teettt…”
terdengar bunyi bel masuk. Semua murid kelas XI A segera masuk dan duduk di
bangku mereka masing-masing. Bukannya apa, tapi pelajaran pertama mereka adalah
fisika, pelajaran yang ditakuti kebanyakan orang. Ditambah lagi yang
mengajarnya adalah Pak Joko, guru killer
yang paling ditakuti. 5 menit setelah bel masuk berbunyi, Pak Joko datang bersama
seorang anak laki-laki. Sepertinya dia adalah murid baru.
“Selamat
pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru” kata Pak Joko.
“Yah,
murid baru lagi” celetuk Aldi pelan.
Alin
hanya menggelengkan kepalanya tak peduli. Lalu, ia menoleh ke belakang. “Des,
kenapa murung? Senyum, dong! Jangan lesu gitu” kata Alin berusaha menyemangati
Dessy. Dessy menggangguk pelan sambil tersenyum pada Alin.
“Baiklah,
kepada murid baru silahkan perkenalkan diri anda di depan kelas” perintah Pak
Joko pada cowok itu. Dia yang dari tadi berdiri di belakang Pak Joko sekarang
maju ke depan kelas sambil mengangkat kepalanya yang dari tadi menunduk. Vivi,
Riri, Devi, Rahma, Cika dan Aldi tercengang melihatnya.
“Des,
coba lihat ke depan” Cika menyikut siku Dessy tiba-tiba.
Dessy
mengarahkan pandangannya ke arah murid baru itu dan tersentak melihatnya. Murid
baru itu sendiri tersenyum padanya. “Apa benar itu dia? Atau aku hanya mimpi”
bisik Dessy pelan. Ia mengucek-ngucek matanya seolah-olah ia salah lihat. Cika
menggelengkan kepalanya melihat tingkah Dessy.
“Enggak,
Des! Kamu bukan mimpi. This is real” balas Cika lebih pelan.
“Perkenalkan,
nama saya Bintang Legiansyah. Saya
pindahan dari Palembang. Terima kasih”
“Baiklah.
Kalau begitu, silahkan duduk di sana” Pak Joko menunjuk ke arah kursi kosong
yang ada di sebelah Rahma. Bintang mengangguk dan segera duduk di kursi yang di
tunjuk Pak Joko. Alin kembali menoleh ke arah Dessy dan memberi sebuah kertas.
Dessy dan Cika segera membaca surat itu. Isinya “Maafin aku, yaJ”.
“Kali
ini dimaafin. Tapi, lain waktu, NO!” bisik Dessy pelan.
“Baiklah
kalau begitu kita mulai masuk ke materi baru tentang ‘Usaha dan Energi’.
Silahkan buka buku kalian” kata Pak Joko. Kemudian mereka semua mulai menulis rumus-rumus di papan tulis.
~~~~~~~~
Reza
dan Aldi terlihat sedang bingung dengan angka-angka yang tertera di buku Alin.
Sesekali mereka melihat sekeliling isi rumah itu mencari sosok Alin yang tak
kunjung datang.
“Tuh
anak kemana, sih? Cuma ngambil minuman di dapur hampir setengah jam” gerutu
Aldi. Reza hanya mengangkat bahunya.
“Aarrgghh”
teriak Reza frustasi. Aldi yang duduk disampingnya terlonjak kaget mendengar
teriakkan Reza.
“Loe
kenapa, Za? Gak ngerti juga gimana caranya?” tanya Aldi.
Tak
lama, Alin datang ke ruang keluarga dimana Reza dan Aldi berada sambil membawa
4 gelas air putih.
“Maaf,
ya, nunggunya kelamaan. Soalnya aku tadi masih nelpon Devi dulu buat nyuruh dia
datangnya agak cepatan dikit” kata Alin dengan nada bersalah. Ia meletakkan
gelas-gelas itu diatas meja. Lalu, duduk di depan Reza.
“Yang
mana kalian tidak mengerti?” tanya Alin. Ia tahu mereka berdua masih belum
mengerti soal matematika itu.
“Yang
ini” Reza menunjuk soal nomor 2. “Koq bisa sin 750 = ¼
( 1+
)
?”
“Oh,
itu mudah. Caranya kan sudah ada di buku, nih!
Sin 750 diubah menjadi sin 300 . cos
450 + cos 300 . sin 450 . Lalu, bla..bla..bla...
Nanti, kalau udah selesai, pasti dapat deh hasilnya ¼
( 1+
)”
jelas Alin panjang-lebar-tinggi. Reza mengangguk-angguk, sedangkan Aldi hanya
asyik main game di PSP-nya. Ia malas sekali kalau sudah mendengar Alin
berceloteh.
“Ting…tong…”
bel rumahnya berbunyi. Sepertinya Devi sudah datang. Alin segera lari keruang
depan dan membuka pintu. Dan benar, Devi sudah datang kerumahnya dengan nafas
tersengal-sengal. Alin menyerngit bingung.
“Kenapa,
Dev? Jangan bilang kamu habis di kejar anjing, ya?” tebak Alin.
Devi
mengangguk cepat sambil cepat-cepat masuk kedalam rumah. “Sekarang, itu tidak
penting lagi. Yang penting, kamu antar aku ke toilet, dong! Aku udah kebelet,
nih!” kata Devi cepat. Alin hanya mengangguk dan segera mengantar Devi ke
toilet.
~~~~~~~~
Riri,
Cika, dan Vivi terlihat sedang asyik mencari gerakan-gerakan dance yang bagus.
Mereka bergerak-gerak ala para girlband Indonesia dan korea yang akhir-akhir
ini terkenal. Sedangkan, Dessy, Sasha, dan Rahma sedang asyik mencari lagu yang
akan mereka nyanyikan di internet. Sesekali mereka berselisih pendapat dapat
memilih gerakan maupun lagu.
“Sepakat,
ya! Kita pakai lagu ini aja” kata Dessy dan disusul anggukan Sasha dan Rahma.
“Kalo kalian bagaimana?” tanya Dessy. Riri, Cika, dan Vivi mengangkat jempol
mereka tanda semuanya sudah selesai.
“Baiklah,
kalau begitu, kita mulai latihan, ya!” kata Sasha. Mereka pun mulai mengambil
posisi mereka masing-masing.
~~~~~~~~
Devi
dan Alin kembali keruangan keluarga. Disitu, hanya ada Reza sendirian yang
sedang menyalin pr matematika.
“Aldi
mana, Za?” tanya Alin walaupun dia tampak malas menanyakannya.
“Tadi
dia pulang. Katanya ada yang ketinggalan” jawab Reza tanpa melepaskan pandangannya
dari buku itu.
Alin
mengangkat bahunya malas, kemudian duduk di sofa sambil membaca komik yang ia
tinggalkan di sofa saat Reza dan Aldi datang. Devi juga ikut duduk di sofa
sambil mengambil minuman yang ada di meja dan meneguknya hingga setengahnya.
Reza berhenti menulis dan melihat gelas yang sedang di pegang Devi.
“Stop!
Jangan minum air itu!” kata Reza cepat.
Devi
menghentikan gerakannya dan melirik Reza sebentar. “Apa?” tanyanya singkat.
Kemudian, ia lanjutkan minumnya.
“Jangan
diminum! Air itu… air itu bekas cucian tanganku” ujar Reza.
Devi
yang mendengarnya langsung memuncratkan minumannya ke wajah Reza yang duduk
persis di depannya. Untung saja Alin duduk agak menjauh dari .
“Aissh….
Loe apa-apaan, sih, Dev! Main muncrat-muncrat aja. Jorok banget jadi cewek!”
gerutu Reza sambil membersihkan wajahnya yang terkena air dengan tisu.
Devi
terbatuk,”Uhuk…uhuk… jelas-jelas loe yang jorok. Lagian salah loe sendiri kenapa
loe cuci tangan di dalam gelas ini… hoeekk” Devi berusaha memuntahkan air yang
tadi ia minum ke lantai.
“BERISIK!!!
Kalian berdua sama-sama jorok. Devi, jangan muntah disitu. Mending ke toilet
saja”kata Alin cepat. Devi segera berlari ke toilet. Alin berbalik kearah Reza.
“Dan kamu Reza, lain kali jangan cuci tangan di gelas”. Aldi pun datang sambil
melihat Alin yang kini menatapnya tajam Devi kembali lagi dari toilet.
“Loe
kenapa, Dev?” tanya Aldi.
Devi
menunjuk kearah Reza. “Dia tuh jorok. Masa’ cuci tangan di gelas”. Aldi hanya
ber-“o” saja. Sedangkan, Reza hanya cekikikan saja di tempat duduknya.
“Udah-udah!
Mending kita langsung latihan. Waktu kita nggak banyak. Cuma ada 3 hari lagi
untuk persiapan lombanya” kata Alin mengalihkan topik. Kalau tidak, di rumahnya
bakalan terjadi perang dunia ke-3.
Devi
terbelalak mendengar Alin,”Hah? Lomba? Jadi, itu lomba, ya?”
Aldi
mengangguk cepat. “Emangnya loe gak tau, ya?”. Devi menggeleng.
“Ya
udah! Mending kita latihan sekarang. Yuk, ke gudang tempat kita latihan
sekarang” kata Alin sambil berjalan menuju gudang yang ada di samping garasi
rumahnya.
~~~~~~~~
Cika
sedang asyik duduk di bangku Alin saat Robby datang menghampirinya. Kemudian
duduk di samping Cika dan menunjukkan beberapa lembar kertas kepada Cika.Vivi
menyenggol siku Riri yang duduk di sampingnya sambil mengarahkan pandangannya
ke Cika. Mereka menoleh kebelakang sambil bisik-bisik tidak jelas. Cika sempat
memelototi mereka berdua yang dari tadi kasak-kusuk di depannya.
“Bagaimana?”
tanya Robby tiba-tiba. Cika segera mengalihkan pandangannya dari Vivi dan Riri.
Lalu, melihat tulisan-tulisan yang ada di kertas.
“Sepertinya
karya tulis kita sudah bagus. Tinggal lengkapi lagi kesimpulannya dan tambahkan sedikit saran
lagi” komentar Cika sambil memberikan kertas itu kepada Robby yang dari tadi
melihat Cika. Melihat Robby terus menatapnya seperti itu, Cika menjadi malu dan
risih. “Apakah kamu mendengar apa yang kukatakan tadi?” tanya Cika dengan nada
suaranya sedikit dinaikkan. Ia tadi sempat menangkap wajah tidak suka dari Elda
melihat kedekatan mereka berdua.
“Iya,
aku dengar! Hanya saja aku ingin…”
“Sudahlah,
mending kamu urus pacarmu tuh yang dari tadi nungguin kamu” potong Cika cepat.
Robby
melirik Elda malas sambil berangkat dari tempat duduknya. “Ya sudah! Kalau
masih ada yang kurang, aku akan pergi kerumahmu”.
“Tidak
usah! Sepertinya, akhir-akhir ini aku sibuk. Jadi, tanyakan saja pada Jefri”
kata Cika cepat, lalu berangkat dari tempat duduknya sambil menarik tangan
Riri.
“Kita
mau kemana?” tanya Riri pelan.
“Toilet”
jawab Cika padat-jelas-singkat.
~~~~~~~~
Di
sore hari, SMA Garuda Internasional tampak sepi. Paling hanya ada beberapa
murid yang sedang mengikuti ekskul di sekolah. Riri berlari menuju kelasnya
dengan tergesa-gesa. Ia khawatir pintu kelasnya sudah terkunci.
“Stop…stop…
jangan dikunci pintunya” kata Riri cepat. Ia berhenti sebentar di depan pintu
kelas untuk mengatur nafasnya sebentar, lalu masuk kedalam kelas. Penjaga
sekolah yang mau mengunci kelas itu pun bingung melihat tingkah Riri. Tak lama,
Riri kembali dengan membawa tas jinjing yang berisi banyak buku. “Terima kasih,
ya, pak!” ucapnya sambil tersenyum manis pada penjaga sekolah itu.
“Lain
kali, jangan meninggalkan barang-barang disekolah, ya!” ujar penjaga sekolah.
Riri mengangguk malu. Ia pun segera pamit, kemudian pergi meninggalkan
kelasnya. Riri berjalan menuju dapur sekolah. Iya tidak tau mengapa dia harus
kesana, tetapi, kakinya ingin sekali berjalan ke dapur sekolah.
“Mmm,
harumnya” kata Riri sambil berusaha mencari aroma yang menggodamya itu. ia
terus berjalan sampai ia tiba di depan pintu dapur. “Sepertinya, bau tadi
berasal dari sini, deh!”. Riri membuka pintu dapur itu perlahan dan terbelalak
melihat suasana di dalamnya.
~~~~~~~~
Jalan
raya tampak ramai dengan lalu lalang kendaraan. Di bawah pancaran matahari sore
itu, Devi terpaksa mendorong motornya yang tadi tiba-tiba mogok saat ia sedang
menuju rumah Alin. Ia melihat jalanan di sekelilingnya.
“Tak
adakah orang yang berniat membantuku yang sedang kesulitan ini?” tanyanya sambil
menatap sedih dirinya. Beberapa meter kemudian, ia berhenti.
“DAMN!”
makinya pada motor itu sambil menendang ban motor kuat. Tapi, ia meringis
kesakitan karena ia menendangnya terlalu kuat. Ia mengambil hp di dalam
sakunya. Kemudian, ia berteriak frustasi. “Aarrrghh, mana pulsa habis.
Lagipula, bengkel dimana, sih? Masa’ udah berjalan bermeter-meter gak ketemu
juga?” kata Devi sedih. Ia kembali menatap hp-nya dan berniat untuk
membuangnya. Baru saja ia ingin melempar hp itu, seseorang menelponnya.
“HALO”
teriak Devi senang.
~~~~~~~~
Alin
mondar-mandir di depan rumahnya menunggu Devi yang tak kunjung datang-datang
juga. Padahal ia sudah menunggu hampir 1 jam.
“Dia
kan sudah terbiasa seperti itu. terbiasa membuat orang lain menunggu lama”
sindir Reza.
Alin
berhenti sambil menatap Reza tajam. Lalu menghela nafasnya pelan, “Iya, sih!
Tapi, entah mengapa perasaanku tidak enak”.
“Telpon
aja dia” usul Aldi yang sedang duduk santai di sofa ruang depan sambil membaca
majalah.
“Benar
juga” kata Alin. Ia segera berlari keruang tamu menghampiri Aldi, lalu merebut
hp-nya.
“Hey”
Aldi berusaha merebut hp-nya. Tetapi, Alin sudah berlari jauh ke teras depan.
“HALO” teriak Devi dari ujung telpon. Saking
besarnya ia teriak, Alin terpaksa menjauhkan hp Aldi dari telinganya.
“Hey,
kamu dimana, sih? Ditungguin dari tadi gak datang-datang. Ada masalah?” tanya
Alin.
“Iya… motorku tiba-tiba
mogok. Mau ke bengkel, eh bengkelnya gak ketemu-ketemu. Mau nelpon, gak punya
pulsa” ujar Devi sedih.
“Ckckck…
kasihan, ya, kamu!” kata Alin sambil menggelengkan kepalanya.
“Tak ada waktu untuk
itu. yang penting kamu tolongin aku sekarang”
“Oke,
oke! Sekarang, kamu dimana?..... ya, nanti aku kirim bantuan padamu… Iya,
jangan hilang, ya! Bye….” Alin menutup telponnya, lalu kembali masuk kedalam.
“Mmm…
Reza, tolong jemput Devi, dong! Please…” kata Alin dengan nada memohon. Reza
tampak terlihat ragu. “Ayolah, aku benar-benar minta tolong sama kamu, Za!
Tolong, ya!” bujuknya lagi. Reza tampak berpikir sebentar, lalu mengangguk.
~~~~~~~~
Riri
terlihat ragu saat ia berjalan masuk kedalam. Ada banyak siswi-siswi kelas 10
di dapur itu. Hanya Ferdi yang ia kenal disitu.
“Masuklah,
jangan malu” kata Ferdi sambil tersenyum pada Riri.
Riri
membalas senyuman sambil mengangguk, kemudian melangkah masuk.
“Nah,
adik-adik! Sore ini kakak akan mengajari kalian cara membuat kue brownies.
Pertama-tama, kalian harus menyiapkan alat dan bahan-bahan apa saja yang akan
kita gunakan… bla…bla…” Ferdi terus berceloteh tentang apa saja alat dan bahan.
Sesekali Riri tersenyum kecut melihat Ferdi. Ia merasa kehadirannya disitu
tidak di harapkan.
“Riri,
kamu mau kemana?” tanya Ferdi saat Riri baru saja ingin melangkah keluar dapur.
Riri menghentikan langkahnya, lalu menoleh kearah Ferdi.
“Maaf, aku pikir kehadiranku tidak
diharapkan disini. Makanya, aku bermaksud untuk pergi saja dari sini” jawab
Riri jujur.
Ferdi
tertawa pelan, “Siapa bilang? Justru aku
berharap untuk datang kesini. Kedatanganmu disini bagaikan sebuah keajaiban
bagiku”.
“Oh,
ya?” tanya Riri ragu. Ferdi mengangguk cepat. “Baguslah! Kalau begitu, ada yang
bisa aku bantu?” tanya Riri lagi. Ferdi kembali mengangguk.
~~~~~~~~
Devi
duduk di bengkel tak jauh dari tempat ia berhenti waktu Alin menelponnya. Ia
menunggu bala bantuan yang akan menjemputnya.
“Neng
lagi nungguin siapa?” tanya si tukang bengkel itu iseng.
“Lagi
nungguin teman, om, eh, bang!” jawab Devi.
“Teman
atau pacar?” goda si tukang bengkel.
“Teman
kok, om!” kata Devi cepat.
“Terus
yang itu siapa?” si tukang bengkel menunjuk kearah seorang cowok yang tampak
kebingungan diseberang jalan. Devi tercengang melihatnya.
“Reza!”
gumamnya pelan. Devi berbalik kearah si tukang bengkel. “Makasih om udah ngasih
tau” kata Devi cepat kemudian berjalan menghampiri Reza.
“Kemana
aja, sih, loe? Gue udah nunggu dari tadi, tau!” omel Reza saat Devi sudah ada
di dekatnya.
“Siapa
suruh loe nunggu!”. Hanya jawaban itulah yang terbesit di otaknya.
Reza
menatapnya tajam,”Loe, syukur-syukur gue udah mau jemput. Kalau gak, ngesot aja
sana kerumah Alin atau kerumah loe. Atau, loe mau nunggu motor loe sampai besok
pagi di situ” omel Reza lagi.
Devi
mendengus,”Lagian, gue kan gak nyuruh loe jemput gue”
“Loe
memang nggak, tapi Alin yang mohon-mohon sama gue” balas Reza tak mau kalah.
Devi kembali mendengus.
“Alin,
lihat aja kamu nanti! Tunggu pembalasan dari gue” kata Devi dalam hati.
“Ngelamun
lagi! Cepat naik! Kasihan Aldi sama Alin. Nanti mereka kelamaan nunggu si putri
lelet” ujar Reza. Walaupun masih kesal, Devi akhirnya mengikuti perintah Reza
dengan sangat terpaksa. TERPAKSA!!!
~~~~~~~~
Alin
pergi ke ruang gudang yang sekarang sudah di ubah menjadi ruang musik disusun
dengan Aldi. Alin menoleh kebelakang menghadap Aldi.
“Kenapa
loe ngikutin gue?” tanya Alin dengan penuh selidik.
“Siapa
yang ngikutin loe? Iih, ge-er banget!”jawab Aldi.
Alin
mengangkat bahunya tak peduli, lalu duduk di kursi piano. Kemudian,
jari-jarinya mulai bermain diatas tuts piano. Aldi tercengang mendengarnya.
“Lagu
ini…”
~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar