Senin, 02 Juli 2012

GUARDIAN ANGEL (18)


NADA CINTA(18) 

“Terus, apa yang lucu? Masa orang meninggal kalian malah tertawa?”ujar Riri.
Alin dan Rahma saling berhadapan.
“Sebenarnya…”Alin diam sebentar dan melirik kesekelilingnya. Beni, Putra,  Reihan, Reza dan Robby sudah ikut nimbrung di dekat mereka sambil memasang kuping mereka masing-masing. “Malas, ah! Banyak yang nguping”seru Alin merajuk.
Devi menatap kelima cowok itu dengan tajam. Begitu juga dengan yang lain.
“Hei, kenapa kalian disini? Pergi sana! Mau tau aja rahasia keluarga 7 AppLe” bentak Devi. Tanpa membantah, mereka berlima pun bubar. Bukannya apa, Riri, Cika dan Vivi juga menatap mereka tajam sehingga mereka tidak ingin menguping lagi.
“Lalu? langsung to the point aja, deh!”kata Riri tidak sabaran.
“Begini, menurutku Dessy salah paham. Padahal, aku tadi sudah mencoba menjelaskan bahwa yang meninggal itu Bintang pacarnya Rahma, bukan Bintang sepupuku. Tapi, belum sempat aku nyelesain kata-kataku, eh, dianya malah main kabur aja. Aku dan Rahma sempat bingung juga, sih! Tapi, setelah dipikir-pikir…”
Cerita Alin terpotong saat melihat Dessy dan Bintang masuk. Selain itu, bel masuk juga sudah berbunyi. Kelihatan sekali kalau Vivi, Riri, Cika dan Devi tidak rela karena informasi yang mereka dapatkan belum sepenuhnya lengkap. Ingin menginterogasi Alin lagi, tapi Bu Ira, guru TIK, sudah keburu masuk dan menyuruh seluruh anak kelas XI A ke lab. komputer sekarang. Mereka tidak tahu bagian mana yang membuat Alin dan Rahma tertawa sampai mereka melihat wajah Dessy bersemu merah karena menahan malu. Devi yang menyadari itu segera membisikkan sesuatu ke Cika. Cika tampak terkejut, lalu membisikkan sesuatu ke telinga Riri. Vivi juga ikutan nguping. Lalu, mereka berempat menatap Alin tidak percaya.
“Jangan bilang kalau Dessy…”Riri celingukan, semuanya sudah berjalan lebih dulu di depan. Mereka sengaja berjalan agak belakangan supaya tidak ketahuan. “Jangan bilang Dessy suka sama Bintang?”tambah Riri.
Alin menoleh kearah Rahma. Rahma sendiri hanya mengangkat bahunya.
“Mungkin”balas Alin ragu. “Tapi, ini rahasia, ya”bisik Alin pelan.

~~~~~~~~
“Bintang? Memangnya apa yang terjadi pada Bintang?”
 “Dia…”Dessy memberanikan diri mengangkat kepalanya. Ia menghapus air matanya dan kini bisa melihat dengan jelas siapa lawan bicaranya. Dan itu semakin membuatnya shock. “LOH??? Kok…”Dessy terdiam sebentar. “Umm… maksudku Bintang pacarnya Rahma meninggal. Aku jadi sedih. Ditambah lagi masalah di rumah membuatku frustasi”jelas Dessy bohong, tapi cukup membuat cowok itu percaya.
“Kalau begitu, kekelas, yuk! Bentar lagi bel. Sebelum itu, cuci dulu wajahmu. Tidak mungkinkan kamu kekelas dengan wajah seperti itu”
Wajah Dessy tiba-tiba berubah merah. Kalau saja Alin dan Rahma tadi lihat, mereka pasti tertawa. Huffhh… menyebalkan!, batin Dessy kesal.
“Bintang, kamu udah pernah belum pacaran dengan Rahma?”tanya Dessy dengan suara pelan. Namun, Bintang masih bisa mendengarnya.
“Belum”katanya singkat.
Dessy tetap menunduk. Wajahnya sudah tidak terlihat seperti orang habis menangis. Tetapi, matanya masih terlihat sipit.
“Jangankan pacaran, ngomong aja jarang. Kalau ada perlu, baru ngomong” tambah Bintang. “Emangnya kenapa?”
Dessy langsung menggeleng malu. Mengingat hal itu, ia tidak tahu harus diletakkan kemana wajahnya yang imut itu.
“Kenapa geleng-geleng? Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, ya?”seru Alin yang duduk disamping kirinya-sebenarnya itu bangku Rahma. Tapi, ia menyuruh Rahma duduk bareng Devi dibangkunya. Siapa tau Devi bisa menghiburnya-.
Dessy menggeleng cepat. Ia menoleh kearah Alin dengan wajah… merah.
“Soal tadi, jangan di ceritakan ke siapa-siapa, ya”bisik Dessy pelan.
Alin berusaha menahan tawanya agar tidak meledak. Bisa gawat kalau ia tiba-tiba tertawa di jam Bu Wati, guru Biologi. Bisa-bisa ia bakal di suruh meringkas bab tentang sistem reproduksi+gambarnya. Bisa mati, deh!
“Ha…ha…ha…”ia menggoyang-goyangkan jari telunjuk kanannya. “Tentu tidak, except 7 AppLe’s family… hahaha…”ujar Alin disambut jitakan cepat dari Dessy.

~~~~~~~~
Dessy, Devi, dan Vivi tampak sibuk menyapu kelas mereka yang sangat-sangat kotor. Seperti biasa, Reza dan Reihan sibuk membuang sampah. Aldi dan Bintang juga ikut membantu. Alin yang bingung melihat Aldi dan Bintang yang belum pulang segera mendekati mereka yang baru kembali membuang sampah.
“Kenapa belum pulang?”tanya Alin to the point.
Aldi dan Bintang saling tatapan.
“Gak apa-apa! buat jaga-jaga aja. Siapa tau kamu nekat kayak kemarin”jawab Aldi dengan santainya. Alin menatap Aldi dan Bintang kesal.
“Kalian kira aku ini anak kecil, HAH? Udah, deh! Gak usah sok perhatian gitu. Biasa aja kali. Aku bisa jaga diri, kok!”omel Alin. Ia membanting sapu yang sedari tadi ia pegang, mengambil tasnya sebentar, kemudian berlari meninggalkan sekolah.
Aldi dan Bintang terdiam di tempat. Begitu juga dengan Reihan dan Reza. Devi, Dessy dan Vivi hanya menyerngit bingung. Tapi, Alin tidak begitu memperdulikannya. Ia terus berjalan sampai ia berhenti tepat di depan gerbang sekolah dan terkejut melihat seseorang yang ada di depannya.
“Deka?”

~~~~~~~~
Hamparan pasir putih yang luas beserta indahnya laut yang membiru bagaikan lukisan yang tiada tandingannya. Ditambah lagi pohon-pohon kelapa dan bebatuan menambah keindahan alam. Seorang cewek dan cowok duduk di tengah-tengah hamparan pasir putih. Mereka tampak sangat menikmati pemandangan tersebut.
“Kenapa kamu bisa disini? Bukankah kamu sudah pindah? Pindah kemana?” tanya Alin tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan pantai.
“Aku hanya ingin menjelaskan masalah kita waktu…”
“No problem”potong Alin. “Masalah itu, Aldi dan Fakhri sudah menjelaskannya. Aku sudah lama memaafkanmu. So, enjoy aja”kata Alin santai.
“Really? Syukurlah kalau begitu. Dengan begini, aku bisa kembali ke Singapura dengan beban pikiran yang tidah menunmpuk”terdengar nada lega dari mulut Deka.
“Kamu sekarang di Singapura? Aldi sama Fakhri udah tau?”tanya Alin lagi.
Deka mengangguk lagi. “Bahkan, Lidya pun sudah tau. Kemarin aku memberi tahunya. Oya, ini oleh-oleh untukmu”Deka memberikan sebuah gantungan kunci bertuliskan ‘Alinda’.
“Thank’s”ucap Alin. Ia menyimpan gantungan kunci itu kedalam tasnya.
“Udah acara pembagian oleh-olehnya?”tanya Aldi mengejutkan Deka dan Alin.
“Umm… udah”jawab Deka. Ia terlihat bingung.
“Kalau begitu, aku boleh ambil Alin sekarang, kan?”tanya Aldi. Tanpa menunggu jawaban dari Deka, ia segera menarik tangan Alin pergi meninggalkan Deka yang sedang berdiri terpaku di tempatnya.
“Kita mau kemana?”tanya Alin pelan. Ia tidak memberontak saat Aldi seenaknya saja menarik tangannya sebara paksa.
“Ikut aja! Jangan banyak tanya, deh! Ini surprise buat loe”jawab Aldi sewot.
Alin hanya diam dan mengikuti Aldi. sepertinya ia tahu mereka pergi kemana.

~~~~~~~~
Rahma sedang duduk dipinggiran tempat tidurnya sambil memandang foto almarhum Bintang. Nama ‘Bintang Putra Ramadhan’ tertulis jelas di sudut kanan foto tersebut. Rahma masih belum percaya kalau pacarnya itu kini telah pergi begitu cepat.
“TIDAK MUNGKIN!!! TIDAK MUNGKIN!!!”teriak Rahma membuat ibunya yang berada di ruang keluarga menerobos masuk kedalam kamarnya.
“Sudahlah, Rahma! Ikhlaskan saja kepergiannya. Jangan siksa dirimu seperti ini. Kamu pikir, dengan begini dia bisa pergi dengan tenang”hibur ibunya.
Rahma menatap ibunya yang sudah mulai tua sebentar, kemudian memeluknya sambil menangis dipelukannya.

~~~~~~~~
“Kenapa kita harus kembali ketempat ini?”tanya Alin dengan nada tidak suka. Dilihatnya Fakhri berjalan mendekati mobil mereka dengan menggunakan baju santai.
“Boleh aku masuk?”tanya Fakhri ragu saat melihat Alin duduk di bangku belakang sambil memalingkan mukanya.
“Tentu! Masuk aja”seru Aldi. Sepertinya ia sengaja meletakkan barang-barangnya di bangku pengemudi depan supaya Alin dan Fakhri bisa duduk berdua.
Tanpa Alin sadari, ternyata Fakhri sudah duduk manis disampingnya, membuat Alin terlonjak kebelakang saking kagetnya.
“Kenapa kamu terkejut seperti itu? Kamu kira aku hantu?”canda Fakhri sambil tersenyum manis pada Alin.
Deg! Jantung Alin langsung berdebar-debar melihat senyumnya. Sepertinya, inilah senyum manis yang terakhir yang bisa ia lihat. Hanya itu yang ada didalam pikiran Alin. Ekspresi wajahnya berubah sedih. Ia kembali memalingkan mukanya.
“Kita mau kemana?”tanya Alin datar.
“Rahasia”sahut Aldi tak kalah datarnya.

~~~~~~~~
Suasana sore di SMA Garuda Internasional selalu ramai. Apalagi saat mereka mendekati perlombaan O2SN. Untuk itu, seperti biasa Devi menyempatkan diri untuk melihat ekskul basket cowok, tanpa Rahma. Tentu saja. Rahma kan jiwanya sedang terguncang gara-gara pacarnya dikabarkan meninggal. Jadi, tidak mungkin ia mengajak Rahma. Mau mengajak Alin, dia pergi entah kemana. Devi sendiri yakin kalau Alin tahu kalau ia suka dengan si… Bagas.
Seperti biasa, dengan membawa kamera digitalnya, ia sudah siap untuk mengambil gambar Bagas secara diam-diam. Kalau ketahuan? Tenang saja, dia selalu menggunakan topi dan kacamata hitam serta jaket supaya tak ada yang mengenalinya.
‘Buukk’ Devi menabrak seseorang saat ia hendak masuk kedalam gedung dalam ruangan. Tas yang berisi kamera yang tadi ia sandang jatuh.
“Oppsss… sorry…”kata orang itu dengan nada bersalah. Ia segera membantu Devi mengambil tasnya.
Devi menerima tas itu dengan kasar.
“HEI…”bentak Devi, namun terhenti ketika melihat siapa yang menabraknya itu. “Maaf…”kata Devi tiba-tiba dan langsung ngacir keluar gedung. Siapa lagi yang bisa membuat Devi seperti kalau bukan… Bagas(lagi).

~~~~~~~~
Aldi, Alin dan Fakhri berjalan menuju ruang musik. Alin terpaksa ikut karena Aldi secara paksa menyeret Alin turun dari mobilnya-sampai sekarang pun masih diseret secara paksa-. Alin hanya diam saja. Percuma memberontak, tenaga Aldi juga lebih kuat dari Alin. Toh buang-buang tenaga juga, kan.
‘Buukk’seseorang yang menggunakan topi, jaket dan kacamata hitam tanpa sengaja menabrak Alin, membuat Alin terjatuh.
“Sorry”seru orang itu tanpa sempat menoleh kebelakang, kemudian berlari lagi.
Andai saja orang itu menoleh, ia pasti tahu kalau orang yang ia tabrak Alin. Begitu juga dengan Alin. Andai saja ia tadi melihat siapa yang menabraknya itu, ia pasti bisa mengenali bahwa orang itu adalah Devi.
Dengan cepat Aldi dan Fakhri mengulurkan tangan mereka untuk membantu Alin berdiri. Tapi, Alin lebih memilih berdiri sendiri tanpa mempedulikan mereka berdua. Ia terus berjalan. Namun, beberapa detik kemudian ia berhenti.
“Kenapa bengong? Ayo jalan”kata Alin datar. Dalam hati, ia tidak bisa menahan rasa senangnya tadi.

~~~~~~~~
“Aduh… gawat, nih! Kira-kira dia tadi tahu gak ya kalau tadi itu aku?”tanya Devi pada dirinya sendiri. Ia sendiri sedang berada di dalam wc, sedang bercermin di depan wastafel. Ia sedari tadi berputar sembari melihat bayangan dirinya di cermin. Ia sudah mengganti jaket dan topi dengan yang lain. Jika tadi ia mengenakan jaket tebal, sekarang ia menggunakan blazer berbahan lembut warna abu-abu dan topi tadi. Ia terlihat cantik saat mengenakannya. Ditambah lagi kacamata tanpa lensa dengan bingkai warna coklat membuatnya semakin manis.
“Oke, saatnya kembali ke sana”kata Devi tidak sabar. Ia berlari keluar dari wc menuju gedung olahraga. “Semoga tidak terlambat”gumamnya penuh harap.

~~~~~~~~
“Mengapa kesini?”tanya Alin bingung sambil berjalan mengelilingi ruang musik.
“Umm… ngapain, ya? Gue juga tidak tahu”jawab Aldi santai.
Alin berniat untuk meninjunya. Tapi, saat melihat Fakhri dalam ruangan itu, ia mengurungkan niatnya dan menurunkan kembali tangannya.
“Alin…”panggil Fakhri membuat Alin menatapnya dengan pandangan tak percaya. “Bisakah kamu memainkan sebuah alat musik disini? Aku dengar dari Aldi kamu sangat pintar bermain piano”tambah Fakhri.
Alin menatap tajam kearah Aldi.
“Jangan-jangan ini semua rencana Aldi juga”pikirnya.
“Hei, mengapa menatapku sepert itu? Gue tahu gue sangat tampan, tapi…”
‘Buukk’ Alin memukul punggung Aldi dengan kuat membuat Aldi mengerang kesakitan. Setidaknya itu cukup untuk membuat Aldi diam.
“Oke, aku akan main”Alin berjalan menghampiri piano dan duduk di depannya.
“Gue keluar dulu, ya! Soalnya, kalau lama-lama disini, bisa sakit telinga”sindir Aldi. Tentu saja sindirian itu ditujukan untuk Alin.
Alin mendengus,”Keluarlah… aku juga bisa sakit mata jika melihatmu terus”
Aldi tidak mempedulikannya dan terus berjalan. Alunan nada mulai mengalun indah. Aldi berhenti sebentar di depan pintu, kemudian menoleh kearah Alin yang sedang menikmati permainan pianonya. Alin memainkan sebuah lagu yang pernah ia dengar sebelumnya disini. Diruangan ini. Lagu ‘Bunda’ dari Melly Goeslow terus mengalun hingga keluar ruangan. Aldi meneruskan langkahnya, lalu menutup pintu. Ia berdiri kaku di depan pintu. Tubuhnya merosot kebawah. Air matanya turun tetes demi tetes. Ia memegang dadanya yang kini terasa sesak.
“Mama”panggilnya lirih.

~~~~~~~~
“Hei, hei, loe lihat gak cewek yang sedang memotret itu?”bisik seorang cewek yang duduk di tribun penonton paling depan sebelah kanan Devi. Mereka hanya terpisah 3 bangku.
“Yang itu ya”kata temannya sambil menunjuk Devi. “Memangnya kenapa?”
“Dari tadi dia mengambil gambar Bagas terus. Huh, dia tidak tau siapa gue, ya?”
Devi mendelik sebal. “Emangnya dia itu siapanya Bagas, sih?”tanyanya dalam hati. Ia tidak begitu mempedulikannya dan terus memotret.
“Dasar, cewek tidak punya malu”.
Perempuan tadi berjalan menghampiri Devi. Ia mengambil secara paksa kamera Devi kemudian menghempaskannya di kursi tribun. Tidak rusak, sih. Tapi, cukup membuat Devi berkaca-kaca mentapnya. Kalau mamanya tahu, bisa kena amuk, tuh.
“Hei, kenapa kamu merusak kameraku? Emangnya ada masalah apa kamu sama aku?”kata Devi. Ia berusaha mengatur emosinya.
“Dengan begini, loe bisa berhenti memotret Bagas, kan! Dasar, cewek kampungan”makinya.
“Riska, udah! Jangan cari masalah dengan orang ini. Belum tentu dia memotret Bagas tadi”bela temannya. Cewek yang dipanggil Riska mendengus kesal.
“Hei, cewek GAK TAU DIRI! Asal loe tau aja ya, gue ini adalah… aww…”
Riska mengelus kepalanya yang sakit. Tadi, sebuah bola berwarna oranye mendarat bebas di kepala Riska. Devi berusaha menahan tawa melihat hal itu.
“Eh, maaf, Ris! Gue gak sengaja”seru Bagas sambil nyengir. Ia kembali bermain dengan temannya setelah mengambil bola basket yang lain.
Tanpa membuang kesempatan, ia mengambil kameranya, dan langsung keluar dari tempat itu. Untung kameranya tidak apa-apa. Hanya sedikit tergores.
“Coba tadi aku memotret Bagas saat ia melempar bola itu pada Riska”kata Devi dalam hati sambil senyum-senyum tidak jelas.

~~~~~~~~
‘Plok…plok…plok…’ Fakhri bertepuk tangan saat Alin selesai memainkan permainannya. Alin melangkah turun dan berjalan keluar. Namun, baru saja ia memegang gagang pintu, Fakhri menarik Alin kedalam pelukannya.Alin terkesiap.
“Aku harap, ini terakhir kalinya kau bertemu denganku. Jangan mencariku lagi. Aku tidak ingin melihat kamu menangis lagi, karena itu membuat sakit”lirihnya.
Alin terdiam. Matanya berkaca-kaca. Ia menggigit bibir bawahnya yang bergetar untuk menahan tangisnya.
“Jangan menangis, Lin… jangan menangis disini”kata Alin dalam hati.
Fakhri melepaskan pelukannya, seraya berkata”Pergilah dengan senyuman. Aku ingin, mulai sekarang kau lupakan aku. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku”
Fakhri membuka pintu dan berlalu pergi. Sedangkan, Alin hanya mematung di tempat ia berdiri tadi.
“Neng… nih siomay kira-kira masih dimakan atau nggak?”tanya Devi.
Alin tersadar dari lamunannya. Ia melihat makanannya. Tinggal sedikit. Padahal, ia baru makan 3 sendok.
“Pada lari kemana nih siomay? Padahal baru makan beberapa”kata Alin. Devi, Cika dan Dessy menahan tawa. “Jangan-jangan, kalian yang makan, ya?”
“Hehehehe… habis, siomaynya di cuekin. Kan kasihan”ujar Devi malu-malu.
“Ya udah… habisin aja sekalian”Alin memberikan siomaynya pada Devi.
“Serius? Tapi, tinggal dikit nih”kata Devi.
“Tinggal sedikit baru ngasih tau… udah, ambil aja. Aku udah kenyang”Alin memberikan piringnya pada Devi, kemudian bangkit dari duduknya. “Aku kekelas dulu, ya!”kata Alin cepat sebelum teman-temannya bertanya.
Baru beberapa meter ia berjalan, sebuah bola berwarna hitam putih mendarat di kepala Alin sehingga Alin terjatuh pingsan.

~~~~~~~~
“Sendirian aja?”tanya seseorang pada Rahma yang sedang membaca buku.
Rahma mengangkat kepalanya dan melihat siapa lawan bicaranya. Rahma terbelalak melihatnya. Ia terdiam sebentar mencoba untuk mengingat-ingat sesuatu.
“Maaf, kamu siapa? Sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya”kata Rahma.
“Aku kan teman sekelasmu. Masa’ kamu tidak tahu?”
Rahma menyerngit,”Oh ya? Masa’ iya, sih?”
“Apa mungkin kamu tidak masuk saat aku masuk kesekolah ini”ujar cowok itu.
Rahma manggut-manggut. “Mungkin… Umm… tapi, sebelum itu aku pernah bertemu denganmu di…”
“O, lukisan bunga itu. apa kau ingat?”
“Hah, benar. Tapi, mengapa kamu bisa disini?”tanya Rahma. Ia menepuk dahinya saat melihat raut wajah cowok di depanya berubah. “Hehehe… maaf, aku lupa. Namamu Heri Adrizky, kan?”
Heri mengangguk. “Kamu ngapain sendiri disini? Biasanya kalian selalu bersama dengan geng-geng kalian itu”
“Oh, Alin, Devi, Dessy dan Cika lagi kekantin. Riri lagi di panggil Bu Inggrid ke kantor. Kalau Vivi, akhir-akhir ini dia sering menghilang sendiri. Memangnya kenapa?”
“Ah… Umm… tidak apa-apa. Cuma mau tanya aja. Kenapa tidak kekantin?”
“Aku lagi puasa. Memangnya kenapa? Dari tadi nanya mulu”sungut Rahma.
“Oh, tidak apa-apa. kalau begitu, aku kembali ke bangkuku, ya”kata Heri saat melihat Rahma mulai bete.
Rahma kembali membaca bukunya. Beberapa detik kemudian, ia melirik Heri yang duduk dipojok paling belakang. Heri tampak sedang mengambil gitarnya, kemudian memetik senar gitar. Awalnya Rahma tidak mempedulikannya. Namun, saat Heri mulai bernyanyi lagu ‘My Love’ dari Westlife, membuat Rahma mengalihkan pandangannya dari buku ke Heri.

~~~~~~~~
“Ternyata kamu disini”kata seseorang yang tak asing lagi bagi Alin.
Alin mengedarkan seluruh pandangannya ke segala arah, berusaha mencari darimana asal sumber suara itu. tapi, sia-sia saja. semuanya serba hitam sehingga tak dapat melihat apapun.
“Aku disini”sebuah cahaya datang dari arah depan. Alin menyipitkan matanya, berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya. Tak lama, tampak seseorang datang dengan menggunakan baju serba putih.
“Fakhri? Kamu udah sehat? Kenapa disini?”tanya Alin heran.
“Aku tidak apa-apa. aku kesini hanya ingin melihatmu… dan, aku memiliki satu penawaran”ujar Fakhri.
“Apa itu?”
“Maukah kamu ikut bersamaku?”tanya Fakhri sambil mengulurkan tangannya.
Mungkin, tanpa pikir panjang, Alin langsung mengangguk dan menerimanya. Namun, entah mengapa dia tampak ragu.
“Mengapa? Kamu tidak mau pergi bersamaku?”tanya Fakhri lagi. Alin masih terlihat ragu. “Sudahlah… kalau tidak mau, tidak usah dipaksakan. Kalau begitu, aku pergi dulu, ya”ujar Fakhri. Ia membalikkan badannya. Namun, baru satu langkah ia berjalan, Alin memanggilnya.
“Aku ikut”kata Alin, membuat Fakhri membalikkan badannya.
“Kamu serius?”tanyanya tak percaya dan dibalas anggukan oleh Alin.
Fakhri kembali mengulurkan tangannya. Baru saja Alin menyambutnya, tiba-tiba seperti ada sesuatu yang mengganggu di telinganya.

“Hei”bentak Alin yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk bangun. Tapi, kepalanya sangat sakit.
“Gila!!! Akhirnya bangun juga. Loe pingsan atau tidur, sih? Kok lama banget?” cerocos Aldi membuat kepala Alin makin pusing.
“Berisik amat, sih! Aku dimana sekarang?”tanya Alin. Namun, beberapa detik kemudian ia tahu kalau dia berada di UKS. “Kok sepi?”tanya Alin saat ia tak melihat satu pun orang di luar UKS. Aldi menyerngit.
“Kita udah pulang dari tadi, kali! Loe aja yang kelamaan pingsan. Masa pingsannya dari jam istirahat pertama sampai jam pulang?”
“Hah!!!”Alin terbelalak. “Selama itukah aku pingsan? Kenapa gak dibangunin dari tadi?”omel Alin. Ia turun dari ranjang.
“Udah dari tadi kali. Makanya gue pakai ini buat bangunin loe”Aldi menunjukkan bulu ayam pada Alin. Namun, Alin terlihat tak peduli. Ia segera mengambil tasnya yang ada di sofa, dan memakai sepatunya.
“Loe mau kemana lagi?”tanya Aldi.
“Kerumah sakit”jawab Alin singkat.
Raut wajah Aldi langsung berubah, tapi Alin tidak menyadarinya.
“Tidak!!! Jangan sekarang”balas Aldi. Namun, Alin tidak menghiraukannya. “AKU BILANG JANGAN SEKARANG”teriak Aldi sambil menahan tangan Alin. Alin terdiam mendengar teriakan Aldi.
“Memangnya kenapa?”tanya Alin.
“Atau kamu… akan terluka”

~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar