♫NADA
CINTA♡ (18)
“Terus, apa yang lucu? Masa orang
meninggal kalian malah tertawa?”ujar Riri.
Alin dan Rahma saling berhadapan.
“Sebenarnya…”Alin diam sebentar dan melirik
kesekelilingnya. Beni, Putra, Reihan,
Reza dan Robby sudah ikut nimbrung di dekat mereka sambil memasang kuping
mereka masing-masing. “Malas, ah! Banyak yang nguping”seru Alin merajuk.
Devi menatap kelima cowok itu dengan
tajam. Begitu juga dengan yang lain.
“Hei, kenapa kalian disini? Pergi
sana! Mau tau aja rahasia keluarga 7 AppLe” bentak Devi. Tanpa membantah,
mereka berlima pun bubar. Bukannya apa, Riri, Cika dan Vivi juga menatap mereka
tajam sehingga mereka tidak ingin menguping lagi.
“Lalu? langsung to the point aja, deh!”kata Riri tidak sabaran.
“Begini, menurutku Dessy salah paham.
Padahal, aku tadi sudah mencoba menjelaskan bahwa yang meninggal itu Bintang
pacarnya Rahma, bukan Bintang sepupuku. Tapi, belum sempat aku nyelesain
kata-kataku, eh, dianya malah main kabur aja. Aku dan Rahma sempat bingung
juga, sih! Tapi, setelah dipikir-pikir…”
Cerita Alin terpotong saat melihat
Dessy dan Bintang masuk. Selain itu, bel masuk juga sudah berbunyi. Kelihatan
sekali kalau Vivi, Riri, Cika dan Devi tidak rela karena informasi yang mereka
dapatkan belum sepenuhnya lengkap. Ingin menginterogasi Alin lagi, tapi Bu Ira,
guru TIK, sudah keburu masuk dan menyuruh seluruh anak kelas XI A ke lab. komputer
sekarang. Mereka tidak tahu bagian mana yang membuat Alin dan Rahma tertawa
sampai mereka melihat wajah Dessy bersemu merah karena menahan malu. Devi yang
menyadari itu segera membisikkan sesuatu ke Cika. Cika tampak terkejut, lalu
membisikkan sesuatu ke telinga Riri. Vivi juga ikutan nguping. Lalu, mereka
berempat menatap Alin tidak percaya.
“Jangan bilang kalau Dessy…”Riri
celingukan, semuanya sudah berjalan lebih dulu di depan. Mereka sengaja
berjalan agak belakangan supaya tidak ketahuan. “Jangan bilang Dessy suka sama
Bintang?”tambah Riri.
Alin menoleh kearah Rahma. Rahma
sendiri hanya mengangkat bahunya.
“Mungkin”balas Alin ragu. “Tapi, ini
rahasia, ya”bisik Alin pelan.
~~~~~~~~
“Bintang?
Memangnya apa yang terjadi pada Bintang?”
“Dia…”Dessy memberanikan diri mengangkat
kepalanya. Ia menghapus air matanya dan kini bisa melihat dengan jelas siapa
lawan bicaranya. Dan itu semakin membuatnya shock. “LOH??? Kok…”Dessy terdiam
sebentar. “Umm… maksudku Bintang pacarnya Rahma meninggal. Aku jadi sedih.
Ditambah lagi masalah di rumah membuatku frustasi”jelas Dessy bohong, tapi
cukup membuat cowok itu percaya.
“Kalau
begitu, kekelas, yuk! Bentar lagi bel. Sebelum itu, cuci dulu wajahmu. Tidak
mungkinkan kamu kekelas dengan wajah seperti itu”
Wajah
Dessy tiba-tiba berubah merah. Kalau saja Alin dan Rahma tadi lihat, mereka
pasti tertawa. Huffhh…
menyebalkan!, batin Dessy kesal.
“Bintang,
kamu udah pernah belum pacaran dengan Rahma?”tanya Dessy dengan suara pelan.
Namun, Bintang masih bisa mendengarnya.
“Belum”katanya
singkat.
Dessy
tetap menunduk. Wajahnya sudah tidak terlihat seperti orang habis menangis.
Tetapi, matanya masih terlihat sipit.
“Jangankan
pacaran, ngomong aja jarang. Kalau ada perlu, baru ngomong” tambah Bintang. “Emangnya
kenapa?”
Dessy langsung menggeleng malu.
Mengingat hal itu, ia tidak tahu harus diletakkan kemana wajahnya yang imut itu.
“Kenapa geleng-geleng? Ada sesuatu
yang mengganggu pikiranmu, ya?”seru Alin yang duduk disamping
kirinya-sebenarnya itu bangku Rahma. Tapi, ia menyuruh Rahma duduk bareng Devi
dibangkunya. Siapa tau Devi bisa menghiburnya-.
Dessy menggeleng cepat. Ia menoleh
kearah Alin dengan wajah… merah.
“Soal tadi, jangan di ceritakan ke
siapa-siapa, ya”bisik Dessy pelan.
Alin berusaha menahan tawanya agar
tidak meledak. Bisa gawat kalau ia tiba-tiba tertawa di jam Bu Wati, guru
Biologi. Bisa-bisa ia bakal di suruh meringkas bab tentang sistem
reproduksi+gambarnya. Bisa mati, deh!
“Ha…ha…ha…”ia menggoyang-goyangkan
jari telunjuk kanannya. “Tentu tidak, except
7 AppLe’s family… hahaha…”ujar Alin disambut jitakan cepat dari Dessy.
~~~~~~~~
Dessy, Devi, dan Vivi tampak sibuk
menyapu kelas mereka yang sangat-sangat kotor. Seperti biasa, Reza dan Reihan
sibuk membuang sampah. Aldi dan Bintang juga ikut membantu. Alin yang bingung
melihat Aldi dan Bintang yang belum pulang segera mendekati mereka yang baru
kembali membuang sampah.
“Kenapa belum pulang?”tanya Alin to the point.
Aldi dan Bintang saling tatapan.
“Gak apa-apa! buat jaga-jaga aja.
Siapa tau kamu nekat kayak kemarin”jawab Aldi dengan santainya. Alin menatap
Aldi dan Bintang kesal.
“Kalian kira aku ini anak kecil, HAH?
Udah, deh! Gak usah sok perhatian gitu. Biasa aja kali. Aku bisa jaga diri,
kok!”omel Alin. Ia membanting sapu yang sedari tadi ia pegang, mengambil tasnya
sebentar, kemudian berlari meninggalkan sekolah.
Aldi dan Bintang terdiam di tempat.
Begitu juga dengan Reihan dan Reza. Devi, Dessy dan Vivi hanya menyerngit
bingung. Tapi, Alin tidak begitu memperdulikannya. Ia terus berjalan sampai ia
berhenti tepat di depan gerbang sekolah dan terkejut melihat seseorang yang ada
di depannya.
“Deka?”
~~~~~~~~
Hamparan pasir putih yang luas beserta
indahnya laut yang membiru bagaikan lukisan yang tiada tandingannya. Ditambah
lagi pohon-pohon kelapa dan bebatuan menambah keindahan alam. Seorang cewek dan
cowok duduk di tengah-tengah hamparan pasir putih. Mereka tampak sangat
menikmati pemandangan tersebut.
“Kenapa kamu bisa disini? Bukankah
kamu sudah pindah? Pindah kemana?” tanya Alin tanpa mengalihkan pandangannya
dari pemandangan pantai.
“Aku hanya ingin menjelaskan masalah
kita waktu…”
“No problem”potong Alin. “Masalah itu,
Aldi dan Fakhri sudah menjelaskannya. Aku sudah lama memaafkanmu. So, enjoy
aja”kata Alin santai.
“Really? Syukurlah kalau begitu.
Dengan begini, aku bisa kembali ke Singapura dengan beban pikiran yang tidah
menunmpuk”terdengar nada lega dari mulut Deka.
“Kamu sekarang di Singapura? Aldi sama
Fakhri udah tau?”tanya Alin lagi.
Deka mengangguk lagi. “Bahkan, Lidya
pun sudah tau. Kemarin aku memberi tahunya. Oya, ini oleh-oleh untukmu”Deka
memberikan sebuah gantungan kunci bertuliskan ‘Alinda’.
“Thank’s”ucap Alin. Ia menyimpan
gantungan kunci itu kedalam tasnya.
“Udah acara pembagian
oleh-olehnya?”tanya Aldi mengejutkan Deka dan Alin.
“Umm… udah”jawab Deka. Ia terlihat
bingung.
“Kalau begitu, aku boleh ambil Alin
sekarang, kan?”tanya Aldi. Tanpa menunggu jawaban dari Deka, ia segera menarik
tangan Alin pergi meninggalkan Deka yang sedang berdiri terpaku di tempatnya.
“Kita mau kemana?”tanya Alin pelan. Ia
tidak memberontak saat Aldi seenaknya saja menarik tangannya sebara paksa.
“Ikut aja! Jangan banyak tanya, deh!
Ini surprise buat loe”jawab Aldi sewot.
Alin hanya diam dan mengikuti Aldi.
sepertinya ia tahu mereka pergi kemana.
~~~~~~~~
Rahma sedang duduk dipinggiran tempat
tidurnya sambil memandang foto almarhum Bintang. Nama ‘Bintang Putra Ramadhan’
tertulis jelas di sudut kanan foto tersebut. Rahma masih belum percaya kalau
pacarnya itu kini telah pergi begitu cepat.
“TIDAK MUNGKIN!!! TIDAK
MUNGKIN!!!”teriak Rahma membuat ibunya yang berada di ruang keluarga menerobos
masuk kedalam kamarnya.
“Sudahlah, Rahma! Ikhlaskan saja
kepergiannya. Jangan siksa dirimu seperti ini. Kamu pikir, dengan begini dia
bisa pergi dengan tenang”hibur ibunya.
Rahma menatap ibunya yang sudah mulai
tua sebentar, kemudian memeluknya sambil menangis dipelukannya.
~~~~~~~~
“Kenapa kita harus kembali ketempat
ini?”tanya Alin dengan nada tidak suka. Dilihatnya Fakhri berjalan mendekati
mobil mereka dengan menggunakan baju santai.
“Boleh aku masuk?”tanya Fakhri ragu
saat melihat Alin duduk di bangku belakang sambil memalingkan mukanya.
“Tentu! Masuk aja”seru Aldi.
Sepertinya ia sengaja meletakkan barang-barangnya di bangku pengemudi depan
supaya Alin dan Fakhri bisa duduk berdua.
Tanpa Alin sadari, ternyata Fakhri
sudah duduk manis disampingnya, membuat Alin terlonjak kebelakang saking
kagetnya.
“Kenapa kamu terkejut seperti itu?
Kamu kira aku hantu?”canda Fakhri sambil tersenyum manis pada Alin.
Deg! Jantung Alin langsung
berdebar-debar melihat senyumnya. Sepertinya, inilah senyum manis yang terakhir
yang bisa ia lihat. Hanya itu yang ada didalam pikiran Alin. Ekspresi wajahnya
berubah sedih. Ia kembali memalingkan mukanya.
“Kita mau kemana?”tanya Alin datar.
“Rahasia”sahut Aldi tak kalah
datarnya.
~~~~~~~~
Suasana sore di SMA Garuda
Internasional selalu ramai. Apalagi saat mereka mendekati perlombaan O2SN.
Untuk itu, seperti biasa Devi menyempatkan diri untuk melihat ekskul basket
cowok, tanpa Rahma. Tentu saja. Rahma kan jiwanya sedang terguncang gara-gara
pacarnya dikabarkan meninggal. Jadi, tidak mungkin ia mengajak Rahma. Mau
mengajak Alin, dia pergi entah kemana. Devi sendiri yakin kalau Alin tahu kalau
ia suka dengan si… Bagas.
Seperti biasa, dengan membawa kamera
digitalnya, ia sudah siap untuk mengambil gambar Bagas secara diam-diam. Kalau
ketahuan? Tenang saja, dia selalu menggunakan topi dan kacamata hitam serta
jaket supaya tak ada yang mengenalinya.
‘Buukk’ Devi menabrak seseorang saat
ia hendak masuk kedalam gedung dalam ruangan. Tas yang berisi kamera yang tadi
ia sandang jatuh.
“Oppsss… sorry…”kata orang itu dengan
nada bersalah. Ia segera membantu Devi mengambil tasnya.
Devi menerima tas itu dengan kasar.
“HEI…”bentak Devi, namun terhenti
ketika melihat siapa yang menabraknya itu. “Maaf…”kata Devi tiba-tiba dan
langsung ngacir keluar gedung. Siapa lagi yang bisa membuat Devi seperti kalau
bukan… Bagas(lagi).
~~~~~~~~
Aldi, Alin dan Fakhri berjalan menuju
ruang musik. Alin terpaksa ikut karena Aldi secara paksa menyeret Alin turun
dari mobilnya-sampai sekarang pun masih diseret secara paksa-. Alin hanya diam
saja. Percuma memberontak, tenaga Aldi juga lebih kuat dari Alin. Toh
buang-buang tenaga juga, kan.
‘Buukk’seseorang yang menggunakan
topi, jaket dan kacamata hitam tanpa sengaja menabrak Alin, membuat Alin
terjatuh.
“Sorry”seru orang itu tanpa sempat
menoleh kebelakang, kemudian berlari lagi.
Andai saja orang itu menoleh, ia pasti
tahu kalau orang yang ia tabrak Alin. Begitu juga dengan Alin. Andai saja ia
tadi melihat siapa yang menabraknya itu, ia pasti bisa mengenali bahwa orang
itu adalah Devi.
Dengan cepat Aldi dan Fakhri mengulurkan
tangan mereka untuk membantu Alin berdiri. Tapi, Alin lebih memilih berdiri
sendiri tanpa mempedulikan mereka berdua. Ia terus berjalan. Namun, beberapa detik
kemudian ia berhenti.
“Kenapa bengong? Ayo jalan”kata Alin
datar. Dalam hati, ia tidak bisa menahan rasa senangnya tadi.
~~~~~~~~
“Aduh… gawat, nih! Kira-kira dia tadi
tahu gak ya kalau tadi itu aku?”tanya Devi pada dirinya sendiri. Ia sendiri
sedang berada di dalam wc, sedang bercermin di depan wastafel. Ia sedari tadi
berputar sembari melihat bayangan dirinya di cermin. Ia sudah mengganti jaket
dan topi dengan yang lain. Jika tadi ia mengenakan jaket tebal, sekarang ia
menggunakan blazer berbahan lembut
warna abu-abu dan topi tadi. Ia terlihat cantik saat mengenakannya. Ditambah
lagi kacamata tanpa lensa dengan bingkai warna coklat membuatnya semakin manis.
“Oke, saatnya kembali ke sana”kata
Devi tidak sabar. Ia berlari keluar dari wc menuju gedung olahraga. “Semoga
tidak terlambat”gumamnya penuh harap.
~~~~~~~~
“Mengapa kesini?”tanya Alin bingung
sambil berjalan mengelilingi ruang musik.
“Umm… ngapain, ya? Gue juga tidak
tahu”jawab Aldi santai.
Alin berniat untuk meninjunya. Tapi,
saat melihat Fakhri dalam ruangan itu, ia mengurungkan niatnya dan menurunkan
kembali tangannya.
“Alin…”panggil Fakhri membuat Alin
menatapnya dengan pandangan tak percaya. “Bisakah kamu memainkan sebuah alat musik
disini? Aku dengar dari Aldi kamu sangat pintar bermain piano”tambah Fakhri.
Alin menatap tajam kearah Aldi.
“Jangan-jangan ini semua rencana Aldi
juga”pikirnya.
“Hei, mengapa menatapku sepert itu?
Gue tahu gue sangat tampan, tapi…”
‘Buukk’ Alin memukul punggung Aldi
dengan kuat membuat Aldi mengerang kesakitan. Setidaknya itu cukup untuk
membuat Aldi diam.
“Oke, aku akan main”Alin berjalan
menghampiri piano dan duduk di depannya.
“Gue keluar dulu, ya! Soalnya, kalau
lama-lama disini, bisa sakit telinga”sindir Aldi. Tentu saja sindirian itu
ditujukan untuk Alin.
Alin mendengus,”Keluarlah… aku juga
bisa sakit mata jika melihatmu terus”
Aldi tidak mempedulikannya dan terus
berjalan. Alunan nada mulai mengalun indah. Aldi berhenti sebentar di depan pintu,
kemudian menoleh kearah Alin yang sedang menikmati permainan pianonya. Alin
memainkan sebuah lagu yang pernah ia dengar sebelumnya disini. Diruangan ini.
Lagu ‘Bunda’ dari Melly Goeslow terus mengalun hingga keluar ruangan. Aldi
meneruskan langkahnya, lalu menutup pintu. Ia berdiri kaku di depan pintu.
Tubuhnya merosot kebawah. Air matanya turun tetes demi tetes. Ia memegang
dadanya yang kini terasa sesak.
“Mama”panggilnya lirih.
~~~~~~~~
“Hei, hei, loe lihat gak cewek yang
sedang memotret itu?”bisik seorang cewek yang duduk di tribun penonton paling depan
sebelah kanan Devi. Mereka hanya terpisah 3 bangku.
“Yang itu ya”kata temannya sambil
menunjuk Devi. “Memangnya kenapa?”
“Dari tadi dia mengambil gambar Bagas
terus. Huh, dia tidak tau siapa gue, ya?”
Devi mendelik sebal. “Emangnya dia itu
siapanya Bagas, sih?”tanyanya dalam hati. Ia tidak begitu mempedulikannya dan
terus memotret.
“Dasar, cewek tidak punya malu”.
Perempuan tadi berjalan menghampiri
Devi. Ia mengambil secara paksa kamera Devi kemudian menghempaskannya di kursi
tribun. Tidak rusak, sih. Tapi, cukup membuat Devi berkaca-kaca mentapnya.
Kalau mamanya tahu, bisa kena amuk, tuh.
“Hei, kenapa kamu merusak kameraku?
Emangnya ada masalah apa kamu sama aku?”kata Devi. Ia berusaha mengatur
emosinya.
“Dengan begini, loe bisa berhenti
memotret Bagas, kan! Dasar, cewek kampungan”makinya.
“Riska, udah! Jangan cari masalah
dengan orang ini. Belum tentu dia memotret Bagas tadi”bela temannya. Cewek yang
dipanggil Riska mendengus kesal.
“Hei, cewek GAK TAU DIRI! Asal loe tau
aja ya, gue ini adalah… aww…”
Riska mengelus kepalanya yang sakit.
Tadi, sebuah bola berwarna oranye mendarat bebas di kepala Riska. Devi berusaha
menahan tawa melihat hal itu.
“Eh, maaf, Ris! Gue gak sengaja”seru
Bagas sambil nyengir. Ia kembali bermain dengan temannya setelah mengambil bola
basket yang lain.
Tanpa membuang kesempatan, ia
mengambil kameranya, dan langsung keluar dari tempat itu. Untung kameranya
tidak apa-apa. Hanya sedikit tergores.
“Coba tadi aku memotret Bagas saat ia
melempar bola itu pada Riska”kata Devi dalam hati sambil senyum-senyum tidak
jelas.
~~~~~~~~
‘Plok…plok…plok…’
Fakhri bertepuk tangan saat Alin selesai memainkan permainannya. Alin melangkah
turun dan berjalan keluar. Namun, baru saja ia memegang gagang pintu, Fakhri
menarik Alin kedalam pelukannya.Alin terkesiap.
“Aku
harap, ini terakhir kalinya kau bertemu denganku. Jangan mencariku lagi. Aku
tidak ingin melihat kamu menangis lagi, karena itu membuat sakit”lirihnya.
Alin
terdiam. Matanya berkaca-kaca. Ia menggigit bibir bawahnya yang bergetar untuk
menahan tangisnya.
“Jangan
menangis, Lin… jangan menangis disini”kata Alin dalam hati.
Fakhri
melepaskan pelukannya, seraya berkata”Pergilah dengan senyuman. Aku ingin,
mulai sekarang kau lupakan aku. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku”
Fakhri
membuka pintu dan berlalu pergi. Sedangkan, Alin hanya mematung di tempat ia
berdiri tadi.
“Neng… nih siomay kira-kira masih
dimakan atau nggak?”tanya Devi.
Alin tersadar dari lamunannya. Ia
melihat makanannya. Tinggal sedikit. Padahal, ia baru makan 3 sendok.
“Pada lari kemana nih siomay? Padahal
baru makan beberapa”kata Alin. Devi, Cika dan Dessy menahan tawa.
“Jangan-jangan, kalian yang makan, ya?”
“Hehehehe… habis, siomaynya di cuekin.
Kan kasihan”ujar Devi malu-malu.
“Ya udah… habisin aja sekalian”Alin
memberikan siomaynya pada Devi.
“Serius? Tapi, tinggal dikit nih”kata
Devi.
“Tinggal sedikit baru ngasih tau…
udah, ambil aja. Aku udah kenyang”Alin memberikan piringnya pada Devi, kemudian
bangkit dari duduknya. “Aku kekelas dulu, ya!”kata Alin cepat sebelum
teman-temannya bertanya.
Baru beberapa meter ia berjalan,
sebuah bola berwarna hitam putih mendarat di kepala Alin sehingga Alin terjatuh
pingsan.
~~~~~~~~
“Sendirian aja?”tanya seseorang pada
Rahma yang sedang membaca buku.
Rahma mengangkat kepalanya dan melihat
siapa lawan bicaranya. Rahma terbelalak melihatnya. Ia terdiam sebentar mencoba
untuk mengingat-ingat sesuatu.
“Maaf, kamu siapa? Sepertinya kita
pernah bertemu sebelumnya”kata Rahma.
“Aku kan teman sekelasmu. Masa’ kamu
tidak tahu?”
Rahma menyerngit,”Oh ya? Masa’ iya,
sih?”
“Apa mungkin kamu tidak masuk saat aku
masuk kesekolah ini”ujar cowok itu.
Rahma manggut-manggut. “Mungkin… Umm…
tapi, sebelum itu aku pernah bertemu denganmu di…”
“O, lukisan bunga itu. apa kau ingat?”
“Hah, benar. Tapi, mengapa kamu bisa
disini?”tanya Rahma. Ia menepuk dahinya saat melihat raut wajah cowok di
depanya berubah. “Hehehe… maaf, aku lupa. Namamu Heri Adrizky, kan?”
Heri mengangguk. “Kamu ngapain sendiri
disini? Biasanya kalian selalu bersama dengan geng-geng kalian itu”
“Oh, Alin, Devi, Dessy dan Cika lagi
kekantin. Riri lagi di panggil Bu Inggrid ke kantor. Kalau Vivi, akhir-akhir
ini dia sering menghilang sendiri. Memangnya kenapa?”
“Ah… Umm… tidak apa-apa. Cuma mau
tanya aja. Kenapa tidak kekantin?”
“Aku lagi puasa. Memangnya kenapa?
Dari tadi nanya mulu”sungut Rahma.
“Oh, tidak apa-apa. kalau begitu, aku
kembali ke bangkuku, ya”kata Heri saat melihat Rahma mulai bete.
Rahma kembali membaca bukunya.
Beberapa detik kemudian, ia melirik Heri yang duduk dipojok paling belakang.
Heri tampak sedang mengambil gitarnya, kemudian memetik senar gitar. Awalnya
Rahma tidak mempedulikannya. Namun, saat Heri mulai bernyanyi lagu ‘My Love’
dari Westlife, membuat Rahma mengalihkan pandangannya dari buku ke Heri.
~~~~~~~~
“Ternyata
kamu disini”kata seseorang yang tak asing lagi bagi Alin.
Alin
mengedarkan seluruh pandangannya ke segala arah, berusaha mencari darimana asal
sumber suara itu. tapi, sia-sia saja. semuanya serba hitam sehingga tak dapat
melihat apapun.
“Aku
disini”sebuah cahaya datang dari arah depan. Alin menyipitkan matanya, berusaha
untuk beradaptasi dengan cahaya. Tak lama, tampak seseorang datang dengan
menggunakan baju serba putih.
“Fakhri?
Kamu udah sehat? Kenapa disini?”tanya Alin heran.
“Aku
tidak apa-apa. aku kesini hanya ingin melihatmu… dan, aku memiliki satu
penawaran”ujar Fakhri.
“Apa
itu?”
“Maukah
kamu ikut bersamaku?”tanya Fakhri sambil mengulurkan tangannya.
Mungkin,
tanpa pikir panjang, Alin langsung mengangguk dan menerimanya. Namun, entah
mengapa dia tampak ragu.
“Mengapa?
Kamu tidak mau pergi bersamaku?”tanya Fakhri lagi. Alin masih terlihat ragu.
“Sudahlah… kalau tidak mau, tidak usah dipaksakan. Kalau begitu, aku pergi
dulu, ya”ujar Fakhri. Ia membalikkan badannya. Namun, baru satu langkah ia
berjalan, Alin memanggilnya.
“Aku
ikut”kata Alin, membuat Fakhri membalikkan badannya.
“Kamu
serius?”tanyanya tak percaya dan dibalas anggukan oleh Alin.
Fakhri
kembali mengulurkan tangannya. Baru saja Alin menyambutnya, tiba-tiba seperti
ada sesuatu yang mengganggu di telinganya.
“Hei”bentak Alin yang baru saja
terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk bangun. Tapi, kepalanya sangat
sakit.
“Gila!!! Akhirnya bangun juga. Loe
pingsan atau tidur, sih? Kok lama banget?” cerocos Aldi membuat kepala Alin
makin pusing.
“Berisik amat, sih! Aku dimana
sekarang?”tanya Alin. Namun, beberapa detik kemudian ia tahu kalau dia berada
di UKS. “Kok sepi?”tanya Alin saat ia tak melihat satu pun orang di luar UKS.
Aldi menyerngit.
“Kita udah pulang dari tadi, kali! Loe
aja yang kelamaan pingsan. Masa pingsannya dari jam istirahat pertama sampai
jam pulang?”
“Hah!!!”Alin terbelalak. “Selama itukah
aku pingsan? Kenapa gak dibangunin dari tadi?”omel Alin. Ia turun dari ranjang.
“Udah dari tadi kali. Makanya gue
pakai ini buat bangunin loe”Aldi menunjukkan bulu ayam pada Alin. Namun, Alin
terlihat tak peduli. Ia segera mengambil tasnya yang ada di sofa, dan memakai
sepatunya.
“Loe mau kemana lagi?”tanya Aldi.
“Kerumah sakit”jawab Alin singkat.
Raut wajah Aldi langsung berubah, tapi
Alin tidak menyadarinya.
“Tidak!!! Jangan sekarang”balas Aldi.
Namun, Alin tidak menghiraukannya. “AKU BILANG JANGAN SEKARANG”teriak Aldi
sambil menahan tangan Alin. Alin terdiam mendengar teriakan Aldi.
“Memangnya kenapa?”tanya Alin.
“Atau kamu… akan terluka”
~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar