Selasa, 21 Agustus 2012

GUARDIAN ANGEL (20)


*•.¸¸ NUANSA MALAM ¸¸.•* (20)

Suasana di pasar malam cukup ramai, membuat Devi kebingungan mencari Alin di sela-sela keramaian pengunjung pasar malam. Tadi sore, saat mereka berdua pulang dari pemakaman, Alin memanggilnya dan mengajaknya ke tempat ini. Awalnya Devi ragu karena tak mudah mendapatkan izin keluar malam dari mamanya. Tapi, sepertinya hari ini adalah Devi’s lucky day.
“Semoga saja begitu”batin Devi.
Devi berusaha mengedarkan seluruh pandangannya kesegala arah. Tapi, makhluk yang namanya Alin belum ketemu juga.
“Arrrrghhh… andai saja pulsaku masih banyak, aku sudah meneleponnya dari tadi. Sepertinya hari ini aku tidak beruntung-beruntung amat”gerutu Devi.
Devi menendang kaleng minuman yang ada di depannya dengan kesal dan tepat mengenai kepala seseorang.
“Aww…”rintih laki-laki itu sambil memegangi kepalanya yang terkena kaleng.
“Sorry”seru Devi dari kejauhan.
Laki-laki itu menoleh sebal kearah Devi, membuat Devi terkejut melihatnya.
“Elo, Za! Kalau tau loe tadi, gue bakal tendang yang lebih banyak lagi, plusssss gak pake kata sorry buat loe”cerocos Devi kayak kereta api.
“Berisik loe, black! Andai aja gue bisa liat loe nendang tadi, gue gak bakal kena. Untung aja sekarang malam”sindir Reza, membuat Devi semakin panas.
“Rese’ loe” Devi memungut batu yang ada di dekatnya dan di lempar ke Reza.
‘Tuuk’ kena. Devi bersorak girang. Reza membalasnya dengan melemparnya kaleng yang tadi mengenai kepalanya. Tapi, Devi keburu berlari jauh sehingga kaleng itu mengenai orang lain.
“Awww… Rese’ amat, sih! Siapa yang malam-malam begini main lempar kaleng?”omel perempuan itu yang sebenarnya adalah Alin.
Reza langsung membalikkan badannya dan pergi meninggalkan tempat itu sebelum Alin tahu kalau ia lah yang tadi melempar kaleng itu.

~~~~~~~~
Malam yang dingin itu mulai berubah hangat saat Dessy, Cika dan Riri sampai di kafe Dessy. Tadi sore, Alin tiba-tiba menelepon mereka bertiga dan Rahma untuk datang ke kafe Dessy. Tadi, mereka sudah bertemu Alin dan membicarakan alasan Alin mengundang mereka datang malam ini. Dan sepertinya, mereka bertiga tertarik dengan rencana Alin. Mungkin, mereka juga menganggap kalau ini sebagai hiburan sebelum mereka menghadapi UKK.
“Eh, itu Devi kan? Telepon Alin cepat. Kasih tau kalau kita udah ngedapatin Devi”seru Riri.
Dessy mengangguk mengerti. Tanpa ba-bi-bu ia langsung merogoh kantong jeans untuk mengambil handphonenya. Setelah selesai melapor, mereka pergi mengikuti Devi. Tentu saja mereka menyamar supaya Devi tidak mengenali mereka.
“Nggak nyangka, Alin ternyata punya ide devil, ya?”ujar Cika.

~~~~~~~~
Alin menutup teleponnya. Ia segera pergi menuju tempat yang di bilang Dessy tadi. Tidak sia-sia ia mengajak mereka untuk mengerjai Devi malam ini.
“Devi”panggil Alin saat ia melihat Devi tampak kebingungan di antara para pengunjung.
“Alin”balas Devi saat ia berhasil menemukan Alin. “Kamu kemana aja, sih? Aku tuh udah keliling nyariin kamu, tau. Sampai-sampai…”Devi terdiam. Malas sekali rasanya kalau ia mengungkit-ungkit masalahnya dengan Reza tadi.
“Yee… kamu tuh yang kelamaan datang. Liat nih, aku udah hampir jamuran nungguin kamu”seru Alin tak mau kalah. Ia tidak mempedulikan kata-kata Devi yang masih menggantung tadi. Sepertinya, Alin bisa menebak kata-kata selanjutnya.
“Ya udah, mending kita jalan-jalan aja, ya”kata Devi akhirnya.
Devi berjalan lebih dulu di depan Alin. Namun, baru beberapa langkah Devi berjalan, ia berhenti mendadak dan spontanitas membalikkan badannya.
“Why, Dev?”tanya Alin bingung melihat perubahan Devi.
Devi terdiam. Namun, beberapa saat kemudian, Alin mengetahui jawabannya. Aldi dan Reza datang dari arah berlawanan. Alin hanya menahan tawanya melihat tingkah Devi. Ternyata, ia tidak mau bertemu Reza, toh!
“Hai”sapa Alin pada Aldi dan Reza.
Devi melotot tajam ke arah Alin. Namun, Alin terlihat tak peduli.
“Hmm… Dev, boleh pinjam Alin bentar gak?”tanya Aldi ragu.
Devi membalikkan badannya. Sebisa mungkin ia menganggap Reza tak ada.
“Berapa lama?”tanya Devi to the point. Ia tak mau berlama-lama di dekat Reza.
Aldi mengangkat bahunya. Tanpa menunggu persetujuan Devi lagi, Aldi menarik Alin pergi langsung dari tempat itu. Devi dan Reza hanya berdiri membisu. Beberapa detik kemudian, mereka berdua tersadar dan langsung mengejar Aldi dan Alin yang hilang entah kemana.

~~~~~~~~
“Bruukk…”seseorang, eh, dua orang tanpa sengaja menabrak Vivi yang sedang menikmati es krimnya. Untung saja es krimnya tidak jatuh. Hanya saja, ada beberapa noda bekas es krim di bajunya.
“Kamu tidak apa, Vi?”tanya Randi dengan nada khawatir.
Vivi menggelengkan kepalanya kuat. “Tidak apa-apa kok, kak”
Namun, dua orang lagi berlari dan tanpa sengaja menabraknya. Kini, es krimnya jatuh di pakaian Randi. Vivi jadi merasa bersalah.
“WOI, KALAU JALAN LIHAT-LIHAT, DONG”teriak Vivi pada orang-orang yang telah menabraknya, walaupun kedua orang itu sudah berlari jauh.
“Ya udah… gak perlu teriak-teriak gitu. Mungkin, sebaiknya kita pulang saja. Lain kali aja kita nge-datenya”Hibur Randi.
Vivi mengangguk patuh, walau sebenarnya ia tidak ingin semuanya berakhir sampai disini.
“Lihat aja, kalau aku bertemu keempay orang itu, akan kukasih pelajaran mereka karena telah menghancurkan acara kencanku”Batin Vivi kesal.

~~~~~~~~
“Sepertinya aku mengenal suara teriakan orang tadi”kata Reza.
Devi diam tak ingin menanggapi omongan Reza. Ia juga merasa kalau suara orang tadi tidak asing. Ia menoleh kebelakang untuk memastikan walaupun ia sendiri tidak yakin apakah ia bisa melihat orang itu.
“Vivi?”gumam Devi. Ia menghentikan larinya.
“Apa?”Reza juga ikut berhenti.
“Bukan apa-apa”kata Devi datar. Ia melihat sekelilingnya. Tak ada lagi jejak-jejak Alin dan Aldi.”Reza, loe ngapain aja sih? Malah bengong lagi. Bukannya bantu nyariin Alin”omel Devi.
“Yeee… loe sendiri, kenapa berhenti?”cibir Reza.
“Rese amat, sih! Yang terserah gue! kenapa loe ikut-ikutan?”tanya Devi balik.
“Ya terserah gue, dong! kenapa loe yang sewot”balas Reza tak mau kalah.
“Oh iya ya… tapi, biarin, dong. Loe tuh yang sewot. Weee…”balas Devi menjulurkan lidahnya.
Reza tak lagi membalas. Ia sangat malas untuk menanggapinya.
“Gue pergi dulu, deh”kata Reza sambil berlalu pergi.
Setelah Reza berjalan agak jauh, Devi pun berbalik untuk kembali mencari Alin. Namun, terdengar langkah mendekatinya. Devi berbalik dan mendapati Reza sudah ada di depannya.
“Ngapain loe balik?”tanya Devi ketus.
“Sorry, deh, sebelumnya. Cuma gue butuh pinjam sesuatu sama loe”ujar Reza berusaha menahan malunya.
“Memangnya mau pinjam apa?”tanya Devi lagi.
“Ummm…. Uang”

~~~~~~~~
“Aduh, ngilang kemana sih mereka? Kok cepat amat larinya?”gerutu Riri kesal.l
Dessy hanya geleng-geleng mendengar gerutuan Riri.
“Mending kita berpencar aja. Kan jadi lebih mudah nyariinya”usuk Cika.
Riri mengangguk setuju.
“Tapi, kayaknya gak perlu deh. Tuh, lihat! Target sudah ada di depan mata. Yuk buruan. Nanti kita kehilangan jejak lagi”ujar Dessy sambil berjalan mendekati Devi dan Reza diam-diam.

~~~~~~~~
Aldi dan Alin berhenti di depan bianglala sambil mengatur nafas mereka yang sudah senin-minggu.
“Ayo ikut”kata Alin sambil menarik Aldi masuk kedalam bianglala.
“Seru juga ya ternyata. Hahahaha…”seru Aldi.
“Mana?”tanya Alin sambil mengulurkan tangannya.
“Apa?”tanya Aldi bingung.
“Dompet sama hp Reza”kata Alin to the point.
Reza merengut. Ia berikan dompet dan hp Reza dengan tidak rela.
“Loe jahil amat, sih! Gue sebenarnya kasihan sama Reza dan Devi. Tapi, demi loe, gue TERPAKSA ngelakuin”ujar Aldi.
Alin hanya mengangkat bahunya tak peduli.
“Loe mau ngomong apa sama gue?”tanya Alin mengalihkan topik.
Aldi tidak menjawab. Ia malah memberikan kotak berukuran sedang yang sebenarnya sudah lama ia pegang dari tadi.
“Apa ini?”tanya Alin. Ia meneliti kotak bagian luarnya.
“Lihat aja isi dalamnya. Jangan liatin luarnya”
Alin membuka kotak itu. di dalamnya, ada banyak foto dirinya. Foto saat dia smp, foto saat ia bekerja di kafe Lidya, foto saat ia berantem dengan Aldi di depan sekolah…
“Kamu yang foto?”tanya Alin penasaran.
Aldi menyerngit,”Yang bener aja. Kurang kerjaan banget gue foto-foto loe. Kayak gak ada objek lain aja”cerocos Aldi.
“Iya iya, santai aja kali. Trus siapa?”
“Fakhri”jawab Aldi singkat.
Alin diam mematung sambil memandangi foto-foto dirinya.
“Benarkah Fakhri yang melakukan ini semua?”tanya Alin dalam hati.
”Loe gak percaya kalo Fakhri yang melakukannya? Gue juga. Ngapain dia repot-repot ngelakuin itu semua buat orang yang… gak berhuna kayak loe”
“Eh, kalo ngomong hati-hati deh! Emangnya loe mau mulut loe yang rese itu gue tampar lebih kuat lagi”bentak Alin.
Aldi memandang takut Alin. Tidak pernah ia Alin marah. Ia juga tidak tahu kalau Alin bakal semarah ini padanya. Padahal, ia hanya  bercanda. Ia menoleh ke arah Alin takut-takut. Dilihatnya Alin sedang memandangnya dengan tawa yang ditahan.
“Loe kenapa? Santai aja kali! Gue tadi cuma akting doang, gak serius kok!”kata Alin dengan nada bercanda.
Aldi tertawa garing.”Akting yang bagus, Lin!”

~~~~~~~~
“Uang? Loe gak bawa uang?”tanya Devi tak percaya.
Reza mengangguk ragu. Ia merasa kalau ia tadi sudah membawa dompet dan uang. Andai saja Reza tahu, kalau Aldilah yang tadi mengambilnya secara diam-diam.
“Tunggu bentar”seru Devi. Ia merogoh isi tasnya. Wajahnya tiba-tiba berubah.
“Kenapa? Loe juga gak bawa?”tebak Reza.
“Enak aja! Gue bawa kok. Cuma, gue tadi mikir kalo loe harus ngelakuin sesuatu buat gue”balas Devi.
“Oke! Kalo gitu kita harus melakukan sesuatu”kata Reza sambil menarik tangan Devi.
Devi memandang Reza ngeri. “Loe apa-apaan sih! Maksud gue bukan itu…”
“Habis, loe bilang gue harus melakukan sesuatu”kata Reza dengan wajah tanpa dosa.
“Ya ampun”Devi menepuk dahinya pelan. Cowok satu ini ternyata oon juga.
“Terus, gue harus ngelakuin apa? Jangan yang susah-susah, ya”
Devi mengetuk-ngetuk dahinya berpura-pura mikir. Ia melihat sekelilingnya. Ada 2 badut yang melewati mereka. Devi tiba-tiba menjetikkan jarinya.
“Gimana kalo loe nyamar jadi badut? Mau gak?”tawar Devi.
Reza terlihat sangat ragu. Namun, kemudian ia mengangguk setuju.

~~~~~~~~
“Ya ampun… Devi jahat banget sih! Masa’ nyuruh Reza jadi badut”kata Dessy.
Cika dan Riri mengangguk setuju. Mereka terus berjalan membuntuti Devi dan Reza yang sedang membagi-bagikan balon kepada anak-anak kecil yang sedang sibuk mengerubutinya. Sedangkan, Devi hanya bisa menahan tawanya melihat dandanan Reza yang mirip badut hancur dan muka yang menyedihkan tampak kewalahan mengurusi anak-anak itu.
“Tapi, seru juga, ya! Hitung-hitung sebagai hiburan buat kita”seru Riri.

~~~~~~~~
Alin memandang pemandangan pasar malam itu dari bianglala yang sedang ia naiki tanpa ekspresi. Ia sama sekali tidak ingin menoleh kearah Aldi.
“Lin, loe kenapa, lin?”tanya Aldi melihat Alin sedari tadi hanya diam saja.
Alin menggeleng dan Ia kembali membongkar isi kotak itu. Saat ia sedang mengambil foto-foto, selembar surat jatuh. Alin mengambil surat dan membacanya. Aldi menatap surat itu bingung. Ia tidak tahu ada surat didalam kotak itu.

            Dear Alin,
Hai Alin. Apa kabar? Semoga kamu sehat selalu seperti yang aku harapkan. Mungkin, saat kamu membaca surat ini, aku sudah pergi jauh dari dunia ini dan tak akan pernah kembali.
Mungkin tidak banyak yang ingin aku tulis. Namun, banyak sekali yang ingin aku sampaikan. Oke, kita langsung ke initinya saja, ya! Pertama-tama, aku ingin meminta maaf padamu karena telah berbuat kasar waktu itu padamu. Aku juga ingin minta maaf karena sudah membohongimu selama ini. Sebenarnya, aku sudah lama menderita sakit ini. Penyakit pasaran, namun sangat membahayakan. Kanker. Namun, sakit yang ku derita tidak sesakit saat aku membayangkan akan meninggalkan dunia ini. Andai saja waktu bisa kuputar ulang, aku ingin bersama orang-orang yang aku cintai lebih lama lagi. Kedua, aku ingin mengatakan sesuatu padamu yang selama ini aku pendam. Ingin sekali aku menyampaikannya. Tapi, aku tidak mau melihatmu lebih sedih lagi melihat kepergianku.’Aku menyukaimu’. Entah sejak kapan aku memiliki perasaan seperti itu. Apa mungkin semenjak aku menolakmu? Namun, aku senang kita masih tetap dekat.

“Kamu pernah nembak dia?”suara Aldi mengagetkan Alin. Ternyata, dia ikut baca juga.
“Bukan urusan loe!”jawab Alin singkat, kemudian melanjutkan bacanya.

Ketiga, aku ingin bilang pada Aldi, tolong jaga Alin baik-baik, ya! Jangan perlakukan dia seperti musuhmu. Awalnya, aku kira dia itu pacarmu. Tapi, waktu lihat kalian bertengkar di sekolah waktu itu, aku cukup lega karena dia bukan siapa-siapa kamu. Tapi, mengapa aku merasa diri kalian itu adalah dua orang yang sudah berteman lam sekali. Apa mungkin itu hanya pikiranku saja, ya? Sudahlah, tak usah dipikirkan. Setidaknya, aku senang karena bisa menyampaikan semua isi hatiku padamu.
Oke, cukup sampai disini dulu surat terakhir dariku. Semoga kalian semua bisa merelakan kepergianku ini. Selamat tinggal semua! Selamat tinggal, Alin!

Sahabat yang mencintaimu


Muhammad Fakhri

            Alin meletakkan kembali surat dan fotonya kedalam kotak. Aldi memandang Alin bingung. Bahkan, ia sama sekali tidak marah karena Aldi telah membohonginya.
“Mungkin dia punya alasan tersendiri untuk merahasiakannya dariku”kata Alin seperti bisa membaca pikiran Aldi.

~~~~~~~~
Devi berjalan menghampiri Reza yang sedang duduk di kursi taman yang berada tidak jauh dari pasar malam dan memberikannya sebotol minuman.
“Nih, loe pasti capek”kata Devi.
Reza menerima minuman itu dengan ragu. Tidak biasanya Devi sedikitpun bersikap baik padanya. Ia menatap curiga Devi.
“Loe kasih apa minuman gue? Jangan-jangan loe kasih racun, ya?” tuding Reza.
Devi menatap sebal Reza,”Nih anak gak tau terimakasih, ya! Syukur-syukur gue udah mau kasih loe minum. Ya udah, kalau loe gak mau, gue buang aja”Devi menarik lagi minuman dari tangan Reza. Namun, Reza lebih cepat dari Devi.
“Ya, jangan dong! Gue haus nih!”kata Reza akhirnya.
Devi geleng-geleng. Mereka berdua duduk berjauhan di bangku itu. Sambil minum, Devi melirik Reza diam-diam sambil menunggu reaksi Reza selanjutnya.
“Terus, mana uangnya? Gue kan udah ngelakuin apa yang loe minta”
Devi hampir tersedak mendengarnya. Kata-kata itulah yang dinantikan Devi.
“Umm… gini, Za! Sebenarnya, dompet gue… umm… ketinggalan”ucap Devi.
“Serius, DEV?”tanya Reza tak percaya. “Loe bercanda, kan? Dev… Loe kenapa gak bilang dari awal sih kalo loe itu gak bawa uang. Kan gue gak perlu capek-capek nurutin kemauan gila loe tadi”omel Reza.
“Sorry, gue kira tadi dompet gue ketinggalan di motor. Tapi, pas periksa gak ada. Ya, gue gak tau bakal jadi kayak gini”kata Devi dengan nada bersalah.
“Rese’ loe!”seru Reza sebal sambil berangkat dari bangkunya.
“Huh… orang tadi udah minta maaf. Tapi, ngeliat loe kayak gitu, rasa bersalah gue jadi hilang”gumam Devi. Tapi, masih bisa di dengar Reza.
“Oh ya! Loe kan emang manusia gak punya hati. Sesuai dengan nama loe, devil”balas Reza sengit.
“Berisik loe tulang! Harusnya loe itu intropeksi diri. Badan loe aja udah kayak tiang, kenapa mesti ngurusin hati orang, sih!”balas Devi tidak mau kalah.
“Ya udah deh! Males banget gue ngeladeni cewek kayak loe. Sebagai ganti rugi, gue pinjam hp loe. Loe bawa hp, kan?”kata Reza akhirnya.
“Bawa sih… tapi…..”
“Kenapa lagi? Jangan bilang loe gak punya pulsa?”tebak Reza.
Devi mengangguk pasrah. Reza mengacak rambutnya frustasi.
“Kalo seharian ama loe terus, gue bisa gila tau gak. Mending kita kerumah Dessy sekarang minta bantuan”usul Reza.
“Tadi udah. Tapi, Dessy gak ada dirumah. Dia nginap kerumah temannya. Orangtuanya juga lagi ke luar kota”kata Devi putus asa. Memikirkan kunci motornya sudah cukup stress, ditambah lagi di temani cowok rese.
“Gak ada cara lain. Kita terpaksa mencari Alin dan Aldi sampai ketemu. Gue gak mau jalan kaki kerumah. Bisa patah nih kaki”usul Reza dan Devi mengangguk setuju.

~~~~~~~~
Vivi menghempaskan tubuhnya ketempat tidurnya yang empuk. Hari ini dia sangat lelah. Bukan hanya lelah lahir, tapi lelah batin juga. Sudah acara kencannya rusak, dibatalkan lagi. Ingin rasanya ia bercerita pada yang Alin, tapi Alin sedang pergi. Dwi, dia juga sedang kencan dengan pacarnya. Temannya yang lain juga. Dirumahnya hanya ada ayahnya yang sedang asyik nongkrong di depan televisi dan ayuknya yang sedang tidur nyenyak dikamarnya sendiri. Ibunya sedang mengurus pasien-pasiennya yang sedang melakukan persalinan. Ibunya seorang dokter bidan dan memiliki tempat persalinan sendiri yang berada tepat di samping rumahnya. Jadi, wajar saja jika hampir setiap hari ia mendengar suara tangis bayi.
‘Oeeekkk… oeekk’suara bayi terdengar membuatnya semakin bete.
“Oh MY GOD, bisakah hariku berjalan dengan tenang?”teriak Vivi sebal sambil menutup telinganya dengan bantal.

~~~~~~~~
“Za, berhenti, dong! capek nih”kata Devi sambil memijit-mijit kakinya yang pegal.
Reza memutar bola matanya malas. “Segitu doang kemapuan loe? Cemen banget! Dasar anak mami”maki Reza. Padahal, ia sendiri terlihat sangat capek.
“Terserah loe, deh! Cari aja Alin sana. Gue di sini aja dulu”Devi meneguk habis sisa minumannya tadi. “Ya, habis”gerutu Devi. “Mana lapar lagi”tambahnya.
Reza benar-benar tidak tahan lagi mendengar ocehan Devi. Ia memandang sekelilingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia menghilang dari hadapan Devi sebentar, lalu kembali dengan membawa sebuah gitar yang entah dari mana ia dapat.
“Suara loe gak jelek, kan?”tanya Reza pada Devi.
“Ya enggaklah. Suara gue bagus, kok! Memangnya kenapa?”tanya Devi.
“Ikut gue”seru Reza sambil menarik paksa Devi.
Mereka berdua berdiri di tempat yang pengunjungnya tidak terlalu ramai. Sambil mengambil kursi-yang entah darimana Reza dapat-Reza mengutak-atik gitar untuk mengaturnya.
Devi berjalan mendekati Reza dengan kesal.
“Mau loe apa, sih?”bisik Devi.
“Nyanyi. Anggap saja ini sebagai balasan karena sudah menyuruhku menjadi badut tadi”ujar Reza.
“Nyanyi?”kata Devi setengah menjerit. Ia berusaha mengatur nafasnya agar emosinya tidak meledak lagi. “Oke, loe maunya gue nyanyi apa?”tanya Devi dengan nada lebih lembut, namun ekspresi wajahnya seperti mau marah.
“Terserah loe. Tapi, jangan yang susah-suasah ya”jawab Reza.

Devi terlihat sedang berpikir. “Oke, kalau lagu ‘Could It Be’ dari Raisa?”
Reza mengangguk setuju dan mulai memetik senar-senar gitar.

~~~~~~~~
“Ya ampun, mereka so sweet banget, ya”ujar Dessy senang.
Cika dan Riri mengangguk setuju. Mereka berdua sibuk merekam dengan hp mereka masing-masing. Dari hp Dessy, terdengar suara nada dering masuk.
“Dari siapa?”tanya Cika.
Dessy melihat layar hp-nya. “Alin. Pasti dia mau titip sesuatu”
“Ya udah, angkat aja. Jangan dibiarin”kata Riri.
Dessy mengangguk dan mengangkatnya. Setelah ia selesai berbicara dan menutup teleponnya, Dessy langsung bergegas pergi.
“Mau kemana?”tanya Riri bingung.
“Mau ke tempat Alin. Katanya ada sesuatu yang harus aku ambil”ujar Dessy.
“Sendirian?”tanya Cika ragu.
Dessy terdiam. Lalu, ia mengangguk ragu.
“Serius? Kamu kelihatan ragu dan takut”kata Riri.
Dessy menganggul lagi. “Iya, sih! Tapi, kata Alin dia ada disekitar sini”
“Ya udah, hati-hati, ya”ingat Cika.
Dessy mengancungkan jempolnya. Ia berlari masuk kedalam kerumunan para pengunjung pasar malam. Cika dan Riri kembali pada kegiatan awalnya. Suara tepuk tangan penonton terdengar saat Dessy kembali dengan membawa barang yang bisa mereka tebak itu adalah punya dua orang yang mereka kenal.

~~~~~~~~
Devi dan Reza kembali duduk di kursi taman yang tadi mereka duduki sambil meneguk sebotol minuman yang tadi mereka beli. Uang yang mereka dapatkan lumayan banyak. Reza tampak sibuk menghitung uang itu, kemudian membaginya menjadi dua. Satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Devi.
“Lumayan deh untuk ongkos pulang”seru Devi sambil menerima uang dari Reza. Ia membuka tasnya dan meletakkannya. Sesaat, ia terpaku menatap isi tasnya. Kemudian, ia mengeluarkan uang beserta dompet dari dalam tasnya.
“Kok dompet gue ada disini?”kata Devi bingung. “Dan, dompet siapa ini?”
Reza menatap dompet yang di pegang Devi.
“Loh, itukan punya gue. Loe yang ngambil, ya?”
Devi menggeleng cepat. “Yee… mana gue tahu dompet loe ada disini. Gue juga baru lihat kali. Lagipula, males banget gue ngambil dompet loe”
“Bilang aja loe yang ngambil. Dasar pencuri!”ejek Reza.
Devi berangkat dari tempat duduknya dan ia lempar dompet Reza ke mukanya. Hp Reza  pun ia lempar pada Reza. Untung saja Reza bisa menangkapnya. Mereka berdua tidak tahu kalau Ririlah yang tadi menaruhnya kedalam tas Devi secara diam-diam saat mereka membeli minuman.
“Ambil aja semua barang milik loe. Gue gak butuh”bentak Devi. Ia membalikkan badannya membelakangi Reza. “Andai saja aku bersama Bagas, bukan Reza”pintanya dengan nada berharap sambil menutup kedua matanya.
Devi membuka matanya perlahan berharap ia bisa melihat Bagas di depannya. Tapi, ia ragu. Tidak mungkin Bagas bisa muncul begitu saja di depannya. Tapi, dugaanya salah. Bagas ada di depannya. Lebih tepat di depan matanya, walaupun jarak mereka jauh. Dan lebih mengagetkan lagi, ia melihat Bagas berjalan ke arahnya. Sesaat Devi terpaku di tempat. Namun, semenit kemudian Devi seperti cacing kepanasan. Ia terlihat panik. Reza yang melihatnya menjadi bingung dengan sikap Devi. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung bersembunyi di belakang kursi yang di duduki Reza.
“Loe kenapa, Dev?”tanya Reza melihat sikap Devi yang aneh.
“Udah, deh! Loe jangan berisik. Lihat ke depan aja dan anggap saja gue gak ada dan tidak melakukan apa-apa. Oke!”sahut Devi hampir berbisik.
Reza menuruti kata-kata Devi. Bukan karena ia kasihan atau apa, tapi sebenarnya ia sangat penasaran. Melihat kedepan mencoba mencari sesuatu. Pandangannya tertuju pada seseorang yang sepertinya pernah ia lihat.
“Sepertinya gue kenal orang itu”kata Reza sambil melirik ke arah Devi, melihat perubahannya. Namun, Devi bergeming. “Kalau tidak salah, di sekolah” tambah Reza. “Oh ya, bukankah dia pemain basket di sekolah kita, ya?”
Devi memandang Reza gemas. “Mau apalagi nih anak”
“Hei, Gas”panggil Reza. Ia bisa melihat kalau Devi sangat salting.
Orang yang dipanggil Reza itu menghampirinya.
“Kakak manggil aku, ya?”tanya cowok itu .
Reza mengangguk. “Gini BAGAS…”Reza sengaja menekankan kata Bagas supaya Devi tambah salting. “Tolongin gue angkatin nih kursi. Kayaknya ada sesuatu deh dibawah”
Devi benar-benar gemas. Ingin rasanya ia keluar dari situ dan menendang Reza sekuat mungkin. Tapi, tidak bia ia lakukan.
“Baiklah, kak”kata Bagas.
Mereka berdua mulai mengangkat kursi itu. Devi yang ada di belakangnya terlihat panik.
“Bagaimana ini?”tanyanya pada dirinya sendiri.
Mereka berdua mengangkat kursi itu dan meindahkannya. Reza terlihat senang sekali, tapi kesenangannya menjadi melihat karena ia melihat sesuatu yang tidak ia harapkan.

~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar