Jumat, 31 Agustus 2012

GUARDIAN ANGEL (21)

̷̬̩̃̊. Thinking passes of the day ̷̬̩̃̊
Sebelum Reza dan Bagas mengangkat kursi itu, dengan cepat Devi pindah ke pohon yang paling dekat dengannya.
“Tidak ada apa-apa, kak”kata Bagas membuat Devi lega untuk saat ini.
“Yaaa…”kata Reza dengan nada kecewa. “Padahal gue tadi lihat CICAK sedang merayap di pohon itu”
Tidak lama dari itu, terdengar suara teriakan dari balik pohon. Reza berusaha menahan tawanya mendengar teriakan itu.
“Siapa disana?”tanya Bagas. Teriakan dari balik pohon langsung berhenti. Bagas menatap pohon itu curiga. Ia berjalan mendekati pohon itu dan… ia tidak melihat siapapun. “Tidak ada siapa-siapa”
“Sudahlah, gue rasa itu penguntit. Lebih baik, kita pergi dari sini”kata Reza.
Bagas mengangguk setuju. Padahal, ia yakin disana tadi ada orang. Dari suara teriakan tadi pun rasanya tidak asing baginya.
“Kenapa loe ngelamun?”tanya Reza dengan penuh selidik.
Bagas menggeleng cepat dan segera pergi dari tempat itu.

~~~~~~~~
Alin berjalan dengan santai menuju kelas. Walaupun setelah ini ia harus menghadapi masalah, setidaknya sebagian beban yang menumpuk dipundaknya terangkat. Setidaknya, itulah yang ia pikirkan sebelum ada panggilan maut untuknya.
“Alin”panggil Devi saat Alin baru saja menginjak kelasnya.
Alin menoleh takut kearah Devi. “Eh, Devi. Tumben datangnya pagi”kata Alin sambil tersenyum. “Sebelumnya, Alin ke toilet dulu, ya! Gak tahan nih…”
“Alin, mau kemana?”tanya Devi sebelum Alin sempat melarikan diri. Ia menarik baju belakan Alin dengan kuat. “Kemarin, kenapa langsung main kabur aja?”
“Iya deh, sorry sorry. Tapi, ia ngajak Alin kaburkan Aldi. Lagipula, semalam Alin sama Aldi udah nyariin kalian berdua. Tapi, gak ketemu. Ya udah, kita pulang aja”jelas Alin panjang lebar. Tapi, sepertinya Devi tidak menerima semua penjelasan Alin.
“Udah deh, Lin! Jangan bohong! Kamu pasti udah ngerencanain ini semua. Ya, kan? Ya kan?”desak Devi.
Alin menggeleng cepat. Ia bukan pembohong yang baik. Makanya, Devi sendiri bisa tahu kalau Alinlah dalang dari semua ini.
“Rahma”panggil Alin mengalihkan topik.
Rahma hanya tersenyum pada Alin dan langsung masuk kedalam kelas tanpa menoleh sedikitpun kearah Devi.
“Rahma”panggil Devi sambil berjalan menghampiri Rahma. Alin ia bebaskan secara terpaksa.
Rahma hanya menoleh sebentar kearah Devi, kemudian pergi menjauh dari Devi. Devi menatap heran Rahma.
“Rahma, kamu kenapa? Kok malah jauhin aku, sih?”tanya Devi. Ia tidak terima diperlakukan seperti itu.
Rahma hanya melirik malas kearah Devi, lalu keluar kelas tanpa menoleh kearah Devi lagi. Devi mengejarnya keluar kelas.
“Rahma, tunggu”Devi berusah menahan tangan Rahma.
“Lepasin”bentak Rahma.
Devi menggeleng,”Gak bakal dilepas sebelum kamu jelasin ke aku kenapa kamu bersikap seperti ini sama aku”kata Devi bersikeras.
Rahma mengambil hp-nya dan menunjukkan sesuatu pada Devi.
“Bisa jelaskan ini?”tanya Rahma.
Devi terbelalak melihatnya. “Bagaimana bisa… darimana kamu… Rahma, aku bener-bener gak mengerti”ujar Devi bingung.
“Devi, harusnya kamu itu udah tau kalau selama ini aku itu suka sama Re…za”
Devi bengong. Ia benar-benar tidak tahu kalau selama ini Rahma suka dengan Reza, parasit yang harus dibasmi. Ditambah lagi, Rahma salah sangka dengan melihat video saat ia menyanyi bersama Reza malam itu.
“Rahma, tunggu dulu. Aku benar-benar tidak mengerti. Kamu-suka-sama-Reza. Serius? Aku benar-benar tidak tahu akan hal itu, Rahma! Aku…”
“Udah, deh!”potong Rahma cepat. “Gak usah banyak diplomasi. Males banget dengerinnya. Yang penting, mulai sekarang kamu jangan dekat-dekat sama aku lagi, deh! Aku tuh gak butuh teman yang suka nusuk dari belakang. Teman makan teman kamu! Bilangnya benci sama Reza. Eh, gak taunya berduaan sama dia! Menjijikkan”
Devi tak bisa berkata apa-apa lagi. Perkataan Rahma benar-benar menusuk hatinya hingga kedalam. Ia benar-benar tidak menyukai Reza. Itu kenyataan. Kenapa Rahma tidak mau mendengarkannya. Masalah malam itu, itu hanya sebuah kebetulan. Lalu, siapa yang mengirim video sesat itu pada Rahma?
“Aaaaaarrrrrrrrrggggggggggghhhhhhhhhh”Devi berteriak frustasi. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang menatapnya aneh, termasuk Vina dkk. Devi berlari kesuatu tempat dimana bisa membuatnya tenang. Apalagi kalau bukan lapangan basket indoor.

~~~~~~~~
Rahma duduk termenung di taman yang berada tepat di samping kelasnya. Ia memikirkan kata-kata yang ia ucapkan pada Devi.
“Apa aku terlalu kasar sama Devi, ya? Kenapa aku tidak mau mendengarkan omongan dia, ya? Aku tahu Devi itu sama sekali tidak suka sama Reza. Tapi… Aduuuhh, aku benar-benar bingung”kata Rahma sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Egois, tidak mau mendengarkan penjelasan orang lain, tidak percaya sama teman sendiri, hanya percaya pada satu pihak, dan bingung pada perasaan sendiri. Itulah Rahma yang sekarang. Kamu benar-benar berubah”ucap seseorang mengagetkan Rahma. Ia pikir, tak ada seorang pun disana selain dirinya.
“Heri, sejak kapan kamu ada disitu?”tanya Rahma.
“Sejak denger ada suara cewek yang ngomong sendiri disini”jawabnya.
Rahma menatap Heri bingung. bingung mau ngapain di depannya.
“Ngapain kamu menatapku seperti itu? Awas, nanti naksir loh”kata Heri.
Gubraak. Cowok satu ini ternyata over pede juga.
“Yeee… siapa lagi yang mau naksir sama cowok kayak kamu”balas Rahma. Ia memegangi pipinya yang terasa panas.
“Wajahmu merah, ya?”tanya Heri dengan nada menggoda.
Rahma menggeleng cepat. Tapi, ia merasakan jantung berdetak tak beraturan.
“Oke, balik kepermasalahanmu… Kenapa kamu tadi bentak-bentak Devi di depan kelas. Kasihan Devi, tahu! Kamu itu egois banget! Sampai bilang gak boleh dekat-dekat dengan kamu lagi. Emangnya apa sih yang bikin masalah ini menjadi sulit, sampai kamu gak mau temenan lagi sama dia?”tanya Heri bingung.
Rahma terdiam mencoba untuk mencerna kata-kata Heri satu per satu.
“Orang ini terlalu ikut campur urusan orang lain”batin Rahma sebal. “Tapi, ada benarnya juga”.
Rahma bangkit dari tempat duduknya dan langsung menghampiri Heri.
“Hei, lain kali jangan ikut campur urusan orang lain. Kamu itu tidak tahu apa masalah yang sedang aku hadapi. Tapi, terimakasih, ya!”ucap Rahma tulus. Ia menyalami Heri sebentar kemudian berlari kembali ke kelas.
Heri menatap Rahma aneh”Dasar orang aneh”

~~~~~~~~
Suasana di lapangan basket indoor sepi. Tak ada seorangpun yang latihan hari ini. Padahal, biasanya ada banyak anak kelas 10 yang latihan untuk menghadapi lomba O2SN yang di adakan hari ini.
“Oh iya”Devi menepuk dahinya pelan. “Lombanya kan hari ini. Kok bisa lupa, sih!”kata Devi.
Ia terduduk lemas di tengah-tengah lapangan basket. Sebenarnya, tujuannya kesini adalah melihat Bagas. Tapi… Devi benar-benar bingung. Ia bangkit dan mengambil bola basket, kemudian ia mainkan.
‘Duk…duk..duk’ Devi terus memantulkan bola itu dan melemparnya kedalam ring. Tapi, sayangnya tidak masuk. Berkali-kali ia coba, tapi tetap saja tidak masuk.
“Aaaaaarrghhhh”teriak Devi frustasi. Ia melempar bola basket itu sembarang dan… masuk. Ia menatap bola itu tidak percaya.
“Aneh, kenapa bisa masuk?”tanyanya dalam hati. Devi melihat bola basket yang masuk dengan bola yang barusan ia mainkan. Sama sekali beda. Devi menoleh kebelakang dan terkejut melihat siapa orang yang barusan memasukkan bola itu.

~~~~~~~~
Vivi menatap kelasnya bingung. Pagi-pagi begini kelasnya sudah heboh.
“Ada apa, sih? Kok heboh banget?”tanya Vivi pada Alin yang sedang sibuk menulis sesuatu di mejanya.
Alin mendongak,”Oh, itu lagi heboh lihat video Devi sama Reza. Katanya, di youtube banyak yang suka”kata Alin asal. Tapi, ada benarnya sedikit.
Vivi mengangguk dan langsung duduk di bangkunya dengan bersikap cuek. Tapi, ia juga penasaran dengan video itu.
“Video apaan, sih?”tanyanya bingung.
Ia melihat sekelilingnya dan mendapati Alin masih asyik menulis. Kalau Alin bersikap santai begitu, pasti ia sudah tahu tentang video itu.
“Lin, lihat videonya, dong!”pinta Vivi.
Alin mengambil hp-nya dan mencari sesuatu disana. Setelah selesai, ia memberikannya pada Vivi. Vivi melihat video yang dimaksudkan Alin.
“Wow, keren banget! So sweet deh mereka berdua”komentar Vivi.
Alin hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia tetap konsentrasi pada kertas yang ia tulis. Diam-diam Vivi mengintip tulisan Alin yang ditulis dengan huruf kecil-kecil. Siapapun yang melihatnya pasti tidak tahu karena tulisan Alin bisa bikin sakit mata.
“Lagi nulis apa, Lin? Serius amat dari tadi”tanya Vivi penasaran.
Alin segera tersadar kalau ada Vivi di dekatnya dari tadi. Ia langsung berhenti menulis dan menyembunyikan kertas itu.
“Enggak… gak penting juga, kok”kata Alin.
“Gak penting? Tapi kok serius amat?”tanya Vivi penuh selidik. Ia mencoba mengambil kertas Alin secara diam-diam. Tapi, Alin sepertinya mengetahui niat Vivi.
“Vivi, kecoa”seru Alin.
Spontan Vivi berteriak kaget. Ia sangat takut dengan kecoa dan Alin mengetahui itu. Tapi, dari situ Alin mencari alasan untuk kabur dari Vivi.
“Alin, tunggu”teriak Vivi. Namun, Alin tidak menghiraukannya. Vivi terus mengejar Alin yang berlari keluar kelas. “Alin”panggil Vivi saat Alin sudah berlari jauh entah kemana. Vivi berhenti sebentar di depan kelas yang ia tahu itu kelas 12 untuk mengatur nafasnya.
“Hebat loe! Gak nyampe 1 minggu aja loe udah bisa nyelesaiin tantangan dari kita. Iya gak bro”suara cowok itu membuat Vivi tertarik. Ia tidak lagi mengejar Alin dan lebih memilih menguping pembicaraan kakak kelasnya. Entah mengapa, hati nuraninya menyruh dia harus melakukan itu.
“Hahaha… iya, dong! siapa dulu, Randi. Kalo urusan seperti itu sih, gampang! Lagipula, gue juga udah tau kalo Vivi itu suka sama gue”kata Randi.
Vivi terpaku. Apa kaitannya dia suka sama Randi dengan masalah mereka? Vivi mengintip sedikit kedalam kelas. Ada kumpulan para cowok-cowok yang ia ketahui itu adalah kumpulan Randi. Ia melihat salah satu teman Randi memberinya sebuah amplop tebal yang mungkin bisa di tebak itu isinya uang.
“Nih, uangnya udah dikumpulin. Loe menang taruhan ini”kata cowok itu.
“APA???”teriak Vivi tak percaya. Semua orang yang ada didalam kelas, termasuk Randi, menoleh kearahnya. Vivi berlari mejauh dari kelas itu. Ia tidk mau berlama-lama berada dikelas orang busuk itu.
“Vivi”panggil Randi. Ternyata ia mengejar Vivi.
Vivi terus berlari tak tahu tujuan. Bel telah berbunyi. Namun, tidak ia pedulikan. Ia benar-benar tidak tahu kalau orang tak tahu diri itu berniat untuk mengejarnya.
“Vivi”suara itu semakin dekat dengannya.
“Ternyata, larinya cepat juga”batin Vivi.
“Vi, tunggu”Randi menahan tangan Vivi. Vivi berusaha untuk memberontak. Namun, tak ada gunanya. Tenaga Randi jauh lebih besar dibanding dirinya.
‘Plaaakkk’tamparan bebas dari Vivi meluncur begitu saja. Randi mengusap pipinya yang ditampar. Merasa kurang puas, Vivi menendang kaki kiri dan kanan Randi kuat-kuat hingga Randi jatuh berlutut didepannya.
“Vi, aku mohon berhenti”kata Randi dengan nada memohon. Ia tampak merintih kesakitan. Ingin rasanya Vivi menolongnya. Tapi, untuk orang brengsek seperti dirinya, maaf pun tak akan ia beri.
“Kenapa loe masih disini! Pergi sana”bentak Vivi kuat. Semua orang sudah masuk ke kelas. Jadi, tak ada yang melihat adegan ini. Kalau ada yang lihat pun tak jadi masalah buat Vivi.
“Aku pengen minta maaf soal tadi”
“Oh! Terus?”kata Vivi malas. “Cepetan, udah masuk nih!”
“Soal tadi, aku terpaksa melakukannya. Aku sudah lama ingin mengatakannya padamu. Tapi…”
“Buruan… to the point aja”potong Vivi cepat.
“Adikku masuk rumah sakit. Dia sakit parah. Ayah dan ibuku tidak sanggup membayar biaya rumah sakit yang sangat besar. Makanya, aku ikut taruha itu untuk mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit adikku”jelas Randi.
Vivi memutar bola matanya malas. “Alasan yang bagus. Tapi, gak ngaruh buat gue. Udah, ya! Gue balik dulu”kata Vivi. Ia membalikkan badannya dan berjalan menuju kelas. Tapi, Randi kembali menahan tangannya.
“Aku serius! Kalau kamu tidak percaya, pulang sekolah ini kamu ikut aku kerumah sakit tempat adikku dirawat sekarang”kata Randi sungguh-sungguh.
Vivi menatap Randi dalam. Sepertinya apa yang dikatakan Randi benar.
“Kalau begitu, sms pulang sekolah ini sms aku. Awas kalau kakak bohong, aku gak bakal segan-segan menghabisi kakak”kata Vivi dengan nada bercanda. Itu tandanya, Vivi masih memberikannya kesempatan kedua.
“Tentu”jawab Randi sambil tersenyum.

~~~~~~~~
Kelas XI A tampak sepi. Padahal, tak ada guru yang mengajar. Devi baru saja masuk ke dalam kelas. Ia mengambil tas dibangkunya dan memindahkan tas Aldi kebangkunya. Untuk saat ini, ia tidak mau berurusan dengan bocah tengik itu.
“Devi duduk sini, ya, Lin! Ada urusan yang belum kita selesaikan dari tadi”seru Devi dengan senyum devilnya.
Alin mendongakkan kepalanya sambil membalas senyuman Devi. Ia tampak bingung. Menerima berarti ia dalam masalah. Menolak, apalagi. Cika dan Dessy yang duduk dibelakang Alin dan Devi saling bersenggolan seperti memberi tanda. Sepertinya mereka tahu masalah apa yang permasalahkan. Sedangkan, Rahma menatap Devi dengan penuh rasa bersalah. Ia memikirkan bagaimana caranya ia minta maaf dengan Devi. Ia tahu, sikapnya pada Devi tadi sangat kasar.
“Ngapain kamu lihatin Devi terus? Naksir, ya?”goda Bintang.
Rahma langsung meneloyor kepala Bintang tanpa berkata apapun.

~~~~~~~~
Tak ada siapapun di ruang indoor ini selain Devi. Ia hanya terdiam memandangi bola basket yang jatuh kedalam ring. Ia yakin itu bukan bola darinya. Jika bukan bolanya, berarti ada orang lain selain dirinya disini. Devi membalikkan badannya dan terkejut melihat siapa orang yang kini berdiri di depannya. BAGAS. Ia tidak percaya dan menganggap dirinya berhalusinasi. Ia mengucek kedua matanya berulang kali dan Bagas masih ada di depannya dengan menggunakan seragam basket.
“Bagas”seru Devi tak percaya. Ia hampir saja berteriak senang andai saja tak ada seorangpun di sana.
“Maaf, kak, sudah mengagetkan kakak”kata Bagas malu-malu.
Devi menggeleng cepat,”Enggak, kok!”
Untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Tak ada lagi berbicara sampai Devi memberanikan diri untuk berbicara.
“Ngapain kamu disini?”
“Mmm… rencananya, aku mau latihan sebentar sebelum lomba”serunya sambil mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Devi mengangguk. “Kakak sendiri?”
Devi terdiam. Ia tidak mungkin bilang kalau dia kesini sebenarnya untuk melihat Bagas sedang berlatih basket. Cukup lama Devi terdiam untuk mencari alasan yang tepat buat Bagas. Bisa gawat kalau ia berkata jujur.
“Kak”panggil Bagas membuat Devi tersadar dari lamunannya.
“Oh, ini… umm… Cuma… Cuma mau main aja. Soalnya bosan dikelas terus”
Bagas mengangguk mengerti.

Alin hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya seperti boneka mendengar cerita Devi yang terlihat kegirangan. Saking girangnya, Alin pun habis ia pukul-pukul.
“Devi, stop! Kamu sudah membuat rambutku berantakan dan badanku sakit-sakit”kata Alin sambil memberesi buku-bukunya yang ada diatas meja. Devi pun berhenti, tapi senyumnya belum berhenti. “Terus? Cuma segitu doang?”tanya Alin.
Devi mengangguk lemah. “Iya… habis itu, dia pergi ke tempat perlombaan. Oya, dia menyuruhku datang untuk melihatnya bertanding, loh!”tambahnya.
“Hah!!! Serius!!!”teriak Alin tak percaya.
Devi mengangguk senang. Ia melirik jam tangannya sebentar, kemudian menarik Alin keluar kelas.
“Kita ke tempat Bagas lomba, yuk! Semoga masih sempat”kata Devi sebelum Alin sempat bertanya.
Alin tampak pasrah di tarik paksa Devi.
Rahma memandangi kepergian mereka berdua. Tadi, ia berniat untuk bilang minta maaf pada Devi. Tapi, sepertinya waktunya belum tepat.
“Woy, ngelamun aja dari tadi”suara itu mengagetkan Rahma. Tapi, tanpa menoleh pun ia tahu siapa orang itu.
“Heri… Heri… Kamu lagi, kamu lagi. Bisa gak sih gak ngagetin orang”kata Rahma sebal.
“Sorry… btw, kamu belum pulang? Orang-orang udah pada pulang nih dari tadi”ujar Heri.
Rahma mendelik sebal. “Kamu sendiri?”tanya Rahma balik.
“Nungguin kamu”jawab Heri jujur. Muka Rahma berubah menjadi merah. “Maksudnya nungguin kamu minta maaf sama Devi”tambahnya.
Rahma merengut. Ternyata, orang itu hanya ingin mempermainkannya saja.
“Udah ah! Aku mau pulang”Rahma langsung pergi begitu saja tanpa mempedulikan Heri.

~~~~~~~~
Panas matahari yang tadi menyengat kulit mulai tak terasa karena hari mulai menjelang sore. Namun, keringat yang ada di dahi Vivi dan Randi masih bercucuran. Sesekali angin sepoi-sepoi yang melewati mereka menyapu sedikit demi sedikit keringat mereka. Randi berhenti sebentar di persimpangan koridor rumah sakit. Ia berbelok ke kiri dan masuk ke salah satu ruangan.
“Kakak”panggil anak laki-laki kecil yang terbaring lemas di ranjangnya.
Vivi menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Randi berkata jujur. Jadi, apa yang harus ia lakukan selanjutnya?
“Aku tidak bohong, kan?”kata Randi pada Vivi saat mereka berada di luar ruangan. Adiknya tampak lelah, jadi di biarkan istrahat terlebih dahulu.
“Iya”Vivi mengangguk.
“Kamu tidak marah lagi kan sam aku?”tanya Randi.
Vivi kembali mengangguk.
“Jadi, gimana hubungan kita? Masih mau dilanjutkan?”tanya Randi lagi.
Vivi tampak sedang berpikir. Ia mengangkat bahunya.
“Ya udah, kalau gak mau juga gak pa-pa. aku tahu kalau aku sudah kelewatan”
“Aku pikir…”Vivi terdiam sebentar. Randi tampak tak sabar menunggu jawaban Vivi. “Aku pikir kita cukup berteman saja. Aku tidak mau menambah daftar orang yang aku benci di riwayat hidupku. Gimana, kak?”
Randi mengangguk setuju. Setidaknya, Vivi sudah mau memaafkannya.
“Jadi, kita temanan, kan?”tanya Vivi.
Randi mengangguk sambil tersenyum senang.

~~~~~~~~
Seperti biasa, Dream High Caffe selalu banyak dikunjungi pengunjung. Namun, selalu ada tempat untuk teman-teman Dessy jika mereka berkunjung kesini. Sudah lama Rahma tidak mengunjungi tempat ini. Kira-kira sudah 2 atau 3 bulan yang lalu.
“Mau pesan apa, dik?”tanya pelayan perempuan mengagetkan Rahma.
Cepat-cepat Rahma mengambil buku menu dan melihatnya. Rahma melihat menu itu satu per satu. Baginya, semua makanan itu kelihatannya enak-enak. Sampai-sampai ia bingung mau memesan apa.
“Dessynya ada, mbak?”tanya Rahma. Bukannya memesan, ia malah bertanya tentang Dessy.
“Ada. Temannya Dessy, ya?”
Rahma mengangguk.
“Kalau begitu, saya panggil Dessynya dulu, ya”pelayan wanita itu pergi.
Tak beberapa lama, Dessy datang sambil berlari senang kearahnya.
“Rahma… kamu disini. Datang sama siapa? Sendiri, ya?”cerocos Dessy.
Rahma hanya menggelengkan kepalanya mendengar Dessy. Sudah lama rasanya ia tidak mendengar ocehan teman-temannya.
“Iya.. sendiri”jawab Rahma.
“Yaa… gak seru! Kalau gitu, aku ajak Alin dan yang lainnya, ya”usul Dessy.
Rahma tampak ragu. Ia ingin mencegah Dessy. Tapi, apa boleh buat. Ia sudah menelepon Alin untuk mengajaknya kesini. Sebenarnya, ia bukan tidak ingin bertemu Alin. Tapi, ia malu bertemu Devi.
“Woy, ngelamun aja! Mikirin apa, sih?”tanya Dessy penasaran.
 “Umm… siapa aja yang kesini?”tanya Rahma mengalihkan pembicaraan.
“Ooo… katanya Alin dan Riri mau kesini. Devi gak bisa datang. Katanya mau nganterin mamanya kerumah sepupu. Cika, jelas gak bisa. Dia lagi latihan buat lomba cerdas-cermat. Vivi… di telepon berapa kali pun gak diangkat-angkat. Btw, kamu pesen apa, tadi? Nanti aku ambil”
“Umm… belum pesen apa-apa, sih! Aku bingung. Tapi, aku mau makan pempek lenggang. Ada, gak?”tanya Rahma polos.
“Oh, gak ada, sih! Tapi, aku suruh mereka buat deh 4. Sekalian untuk Alin dan Riri. Aku kebelakang dulu, ya”Dessy berlari ke belakang.
Sepi. Ditempat seramai ini pun Rahma masih merasa sepi. Sambil menunggu Dessy, Alin dan Riri datang, ia mengambil pisau dan tissu, lalu memainkannya.
“Rahma… ngapain ngelamun? Perasaan kamu ngelamun terus dari tadi”ujar Alin. Ia baru saja datang bersama Riri.
“Siapa ngelamun? Aku cuma nyari kerjaan buat nunggu kalian” ujar Rahma.
Alin mengangguk. Ia dan Riri langsung duduk di meja Rahma. Tak lama, Dessy pun datang bersama dengan pelayan-pelayan yang membawakan mereka makanan dan minuman.
“Taadaaa… nih, buat kita. Selamat menikmati”seru Dessy. Ia juga ikut gabung dengan Rahma dan yang lainnya.
“Kita? Dessy ikutan juga?”tanya Riri.
“Iya, dong! Masa’ kagak, sih”kata Dessy sambil cemberut.
“Udah… makan aja ribut. Btw, gratis, kan? Kita gak bawa uang, nih”seru Alin.
“Iya… muka GRATISAN”kata Dessy. Semuanya pun mulai menikmati makanan yang telah di siapkan Dessy dengan lahap.

~~~~~~~~
Sekolah sudah sepi. Tentu saja, karena hari sudah gelap. Ia tadi terlalu asyik internetan di ruang multimedia sehingga ia lupa waktu. Bahkan, ada orang menelepon pun ia tidak tahu. Cika memeriksa daftar panggilan di hp-nya. Ada 7 panggilan tak terjawab. Sekali dari Dessy, sekali dari Robby dan 5 kali dari Reihan.
“Reihan? Ngapain dia nelpon?”tanya Cika dalam hati.
Cika sibuk memencet tombol di hp, lalu memencet tombol call di hp.
“Hallo…” terdengar suara dari seberang telepon.
“Uhm… Reihan, kenapa telepon?”tanya Cika.
“Oh, nggak… Cuma mau pinjam buku catatan biologi untuk persiapan ulangan besok. Malam ini bisa?”tanya Reihan.
Cika tampak berpikir. Ia ragu untuk menjawab.
“Bisa gak?”Reihan mengulang.
“Bisa”kata Cika cepat. “Jam 7an aja, ya?”
“Oke”balas Reihan. “Sampai bertemu nanti malam, sayang”
Reihan memutuskan teleponnya. Sesaat, Cika terpaku ditempat. Kata terakhir Reihan membuatnya teringat saat Reihan menembaknya setelah hari ulang tahun Alin saat pulang sekolah.

~~~~~~~~
Teriknya panas matahari serasa membakar kulit Cika. Buku-buku yang ia bawa membuat bahu dan anggota tubuhnya yang lain pegal. Ia berhenti sejenak di bawah pohon untuk beristirahat sejenak. Angin sepoi-sepoi mulai menari-nari mengelilinya. Saking terbawa suasana, ia pun tertidur.
Cika terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya sedang berbaring diruang UKS. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tak ada siapa-siapa, kecuali Reihan yang sedang tertidur di sofa.
“REIHAN?”teriak Cika yang baru tersadar ada orang lain selain dirinya disini.
Mendengar teriakan Cika, Reihan terbangun dari tidurnya.
“Cika, udah bangun?”tanya Reihan.
Cika menutup mulutnya sambil mengangguk, sadar ia telah membangunkan Reihan. Namun, ia menatap curiga Reihan.
“Kok aku bisa ada disini. Seingatku, aku tadi di…”Cika tampak berpikir,”…di bawah pohon. Kamu yang bawa aku kesini”tebak Cika.
Reihan mengangguk malu. “Sorry, aku kira terjadi sesuatu padamu. Ternyata, kamu ketiduran”ucap Reihan malu-malu.
“Kok kamu masih disini? Mana yang lain?”Cika turun dari ranjangnya, dan melongokkan kepalanya kepalanya keluar jendela UKS.
“Udah pulang”jawab Reihan singkat.
“Hah, udah!”Cika melihat jam tangannya dan jam dinding di UKS. Keduanya sama-sama menunjukkan pukul 4 sore. “Kenapa kamu gak bangunin aku dari tadi? Aduh, aku telat untuk latihan cerdas-cermat, nih!”kata Cika panik.
“Sorry… aku sudah membangunkanmu dari tadi. Tapi, kamu gak bangun-bangun juga”Reihan tampak merasa bersalah.
Cika menghela nafas. “Ya sudah, aku pulang dulu, ya”
Cika mengambil tasnya di meja dan beranjak keluar. Sebelum ia sempat menginjakkan kakinya keluar, Reihan menahan tangannya.
“Cika… ada yang ingin kukatakan padamu”kata Reihan tiba-tiba. Cika terlihat gugup. “Mungkin, waktunya tidak tepat. Tapi, aku tidak bisa menyimpannya lebih lama lagi…”. Reihan mengambil nafas panjang, kemudian mengeluarkannya. Cika tampak tak sabar menunggu. “Sebenarnya…. Aku suka padamu”
Cika diam membisu. Ia tidak yakin dengan apa yang didengarnya.
“Aku suka padamu”ulang Reihan. “Maukah kamu menerimaku?”
Cika tetap diam. Ia tampak serius berpikir.
“Sebenarnya…. Aku juga…. Suka padamu”
  
~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar