Jumat, 07 Maret 2014

GUARDIAN ANGEL (33)

PERTEMUAN KEMBALI (33)


8 tahun kemudian...

Devi berjalan menelusuri ubin-ubin di rumah sakit. Tenggorokannya masih terasa sakit. Namun, saat melihat dokter THT yang memeriksanya, rasa sakit itu mulai berkurang.
“Devi!” panggil seseorang. Suara itu terdengar tidak asing lagi di telinganya.
“Oh, Vivi! Kamu sedang bertugas, ya?” tanya Devi.
Vivi mengangguk singkat. Ia menatap Devi sengit. “Sedang apa disini?”
“Oh... Aku sedang berobat. Tenggorokanku sakit sejak kemarin, bahkan sempat hilang. Uhukk... uhuk...”
“Umm? Benarkah? Bukannya sedang menengok sang kekasih?” tanya Vivi penuh selidik.
“Ya... enggaklh... Umm... mungkin, iya juga...” ujarnya malu-malu.
“Cieee..” seru Vivi. Ia melirik jam tangannya, seraya berkata, “Eh, aku duluan, ya! Aku agak sibuk.”
“Baiklah...” balas Devi. “Oya, kamu gak ikutan reuni hari ini?” tanyanya.
Vivi melirik jam tangannya lagi. “Mungkin. Kalau sempat. Tapi, aku bakal usahain. Aku duluan, ya! Salam aja untuk yang lain,” seru Vivi sambil berlalu.
Devi mengangguk. Ia meraba saku bajunya dan mengambil ponselnya.
“Oh, benarkah? Yes...” serunya sambil berlari meninggalkan rumah sakit.

~~~~~~~~

Suasana di kafe “KITA” Nampak ramai. Banyak sekali orang-orang datang berbondong-bondong mengunjungi kade tersebut. Dari luar, kafe ini terlihat sederhana dan minimalis. Namun, ada banyak tanaman yang menghiasi kafe ini. Perpaduan antara dinding cat abu-abu dengan tanaman hijau dihiasi beraneka warna bunga-bunga membuat kafe ini terlihat begitu menarik dan menyejukkan. Didalamnya juga dihiasi banyak tanaman. Kafe ini terbagi dua, satu didalam ruangan dan satunya lagi berada diluar. Untuk yang diluar, kafe ini didesain seolah-olah kita berada di alam terbuka. Dengan banyak pepohonan dan kolam ikan, kafe ini menjadi tempat yang cocok bagi kita untuk menenangkan pikiran kita.
“Cukup bagus,” komentar Robby saat ia pertama kali menapaki kakinya dikafe ini.
“Tentu saja,” jawab Alin bangga. “Aku hanya ingin membuat kafeku ini berbeda dengan kafe-kafe lain.”
“Ya, kamu benar,” seru Reihan.
Ya, kafe KITA ini milik Alin. Ia sudah lama ingin membuat sebuah kafe. Sebenarnya, ini semua berawal dari Riri ia kelihatannya cukup berbakat dalam hal memasak. Kemudian, ini juga berawal dari kesukaannya pada tanaman. Apalagi, semakin hari tanaman di Jakarta terlihat berkurang.
“Oya, ada lagi yang ingin kutunjukkan pada kalian.”
Alin memandu teman-temannya berjalan ke arah kanan melewati kolam ikan. Mereka terus berjalan hingga kepojok halaman. Disana, ada bangunan kecil sederhana berwarna biru. Ada banyak orang disana, terutama anak-anak.
“Itu apa?” tanya Putra penasaran.
“Perpustakaan kecil. Ini juga kubuat karena hobiku yang suka membaca dan menulis,” jelas Alin senang.
“Ah… aku sudah lapar. Kenapa loe gak ajak kita ke tempat makan saja?” seru Beni.
Alin hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Beni. Akhirnya, ia mengajak teman-temannya ke sebuah ruangan yang terletak diluar. Disana terdapat 10 meja dengan tiap-tiap meja berisi 4 sampai 5 kursi sehingga mereka bisa bebas memilih tempat duduk yang mereka sukai.
“Riri dan kak Ferdi akan mengantarkan makanannya sebentar lagi. Tapi, kita masih harus menunggu teman-teman kita yang belum datang. Jadi kalian harus bersabar dulu, ya…” ujar Alin.
Semua orang langsung ribut. Ada yang meng-iyakan perkataan Alin. Namun, ada juga yang menggerutu malas karena sudah merasa kelaparan.
Riri dan Ferdi sama-sama bekerja disini. Tapi, untuk beberapa bulan kedepan mereka mengambil cuti karena akan menikah. Dan semua orang terlihat senang karena akhirnya Ferdi dan Riri bisa bersatu setelah beberapa tahun lamanya Ferdi menunggu demi Riri.
“Maaf, aku telat,” kata Devi dengan napas senin-kamis. Ia langsung ikut bergabung dengan Dessy, Cika, dan Rahma.
“Kupikir kamu tidak datang kesini,” seru Alin setengah merajuk.
“Sorry…” balas Devi sambil cengengesan. “Aku tadi masih ada urusan. Maafkan aku…”
Alin hanya tersenyum melihat sikap temannya yang satu ini.
“Vivi mana? Kok belum datang?” tanya Cika.
“Oh, tadi dia bilang masih ada pasien yang harus dia urus. Katanya, dia pasti datang. Tapi, agak telat,” jawab Devi setelah napasnya mulai normal kembali.
“Oh… Kalau begitu, aku kedalam dulu, ya. Masih ada yang harus kuurus,” kata Alin sambil melangkah masuk kedalam.
Sepeninggal Alin, suasana tba-tiba berubah hening. Devi tampak heran. Ia memandangi satu per satu temannya bertanya-tanya mengapa mereka tiba-tiba berubah hening.
“Kalian kenapa?” tanya Devi yang tak mampu lagi menahan rasa penasarannya.
“Kamu gak lihat wajah Alin tadi? Dia kelihatan begitu sedih,” jawab Dessy.
Wajah Devi langsung berubah bingung. “Loh, bukannya dari tadi dia senyum mulu?”
“Ya. Tapi, matanya gak bisa nyembunyiin perasaannya yang sebenarnya. Kamu tau kenapa?” tanya Rahma.
Devi menggeleng, sama sekali tidak mengerti maksud teman-temannya itu.
“Itu karena seseorang yang dia harapkan tidak ada disini,” jawab Cika.
Rahma dan Dessy mengangguk setuju.
“Seseorang?? Maksud kalian…” Devi sepertinya baru menyadari maksud dari perkataan teman-temannya. “Jangan bilang kalau orang itu…”
Tanpa menunggu Devi menyelesaikan kata-katanya, mereka bertiga langsung mengangguk.

~~~~~~~~
Vivi tampak serius mengemudi mobilnya sambil sesekali melirik jam tangannya. Dengan harap-harap cemas, ia berharap semoga ia tidak menjad lebih lambat lagi menghadiri acara launching kafe Alin. Begitu melihat tempat tujuan sudah dekat, ia mmpercepat laju mobilnya, kemudian berjalan turun memasuki kafe.
“Apakah aku telat?” tanya Vivi pada Devi dan teman-teman lainnya.
“O, tentu saja tidak. Loe malah datang terlalu cepat,” sindir Beni.
Vivi mengerti maksud Beni ialah ia datang begitu telat. Tentu saja. Menjadi seorang dokter memang cukup menyita waktu. Ia harus lebih dulu menyelamati nyawa orang lain dari kepentingan pribadi. Walau cukup melelahkan, tapi inilah impiannya sejak dulu. Menjadi seorang dokter. Dan mimpi itu sekarang sudah berubah menjadi kenyataan, walau terkadang merasa seperti mimpi karena ia sama sekali tidak menyangka bisa menjadi sekarang.
“Ben, kita tau kalo loe itu udah kelaparan. Tapi, loe juga gak boleh ngomong gitu. Ini semua bukan salah Vivi juga, kok!” bela Avril.
Beni memutar bola matanya malas. “Gue emang laper. Tapi, maksud gue bukan kayak gitu. Udah tau telat, masih aja nanya.”
Dibilang seperti itu, Vivi langsung merengut. Tapi, ia berusaha untuk mengabaikan masalah kecil itu. Matanya langsung beralih kearah Devi.
“Dev, aku punya sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu.”
Devi menatap Vivi dengan tatapan bertanya. “Apa?”
“Seorang dokter,” seru Vivi sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Devi membuat wajah Devi berubah menjadi merah padam.
“Siapa?” tanya Cika, Rahma, dan Dessy hampir bersamaan.
Sebelum Vivi sempat menjawab, seseorang muncul keruangan itu membuat mata mereka semuanya membulat.
“REZA???” teriak mereka bersamaan.
“Jadi, kamu… sama Reza…”
“Bukan… Bukan…” potong Devi membuat mereka bertiga terdiam. Reza yang saat itu baru datang juga langsung terkejut mendengar teriakan Devi.
“Loe kenapa teriak-teriak gitu, Dev? Sakau?”
Devi terlalu malas untuk membalas kata-kata Reza. Jadi, ia lebih memilih mengabaikannya.
“Bukan, kok! Bukan Reza. Reza kan bukan dokter,” jelas Vivi.
“Jadi siapa?” tanya Rahma penasaran.
Laki-laki yang sedari tadi berdiri dibelakang Vivi kini menampaki dirinya didepan Devi dan teman-temannya yang lain.
“Perkenalkan, nama saya Alexandrio Vanderwick,” serunya. Nama orang itu benar-benar bule, tapi mukanya itu ASIA BANGET. Kulit putih, mata agak sipit, hidung mancung… Pokoknya, ganteng banget, deh!
“Ehem, sejak kapan loe ngegaet cowok kayak gitu? Kok tampangnya bertolak belakang sama loe?” desis Reza tajam.
Devi kini tak bisa tinggal diam lagi. Emosinya benar-benar memuncak.
“Rus, plis, deh! Jangan cari masalah ama gue. Gue tau loe cemburu dan sirik sama gue, tapi jangan terlalu ditunjukkin, deh! Sadar nggak, sih! Badan loe dari dulu sampai sekarang masih sama kayak dulu. KAYAK LIDI. Jadi, mending loe diam aja, gak usah cari rebut ama gue. Gue udah capek dan bosan debat ama loe…” sembur Devi.
Reza mendengus,”Oke, gue setuju. Gue juga udah males debat ama loe. Yah… setidaknya, loe udah ada kemajuannya,” balas Reza.
Dessy, Cika, Rahma, dan Vivi hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah mereka. Si Alex sendiri cuma diam tak mau ikut campur dalam masalah tersebut.
Beni yang ternyata melihat kejadian tadi langsung berdiri dan berseru.“Oke, untuk merayakan perdamaian antara Devi dan Reza,” ia sama sekli tak menghiraukan tatapan menusuk dari Devi. “Mari kita mulai dengan membaca doa,” lanjutnya. “Doa selesai. Dan kepada para hadirin yang telah datang diacara hari ini, silahkan nikmati hidangan yang telah disediakan.”
Walau ia menyuruh orang untuk menikmati, tetapi ia sudah lebih dulu menyantap makanan yang tersedia. Perdebatan antara Devi dan Reza penyelamat baginya karena akhirnya ia bisa menyuruh semua temannya untuk makan.
“Jadi, bagaimana dengan Bagas?” bisik Dessy pelan.
Devi hanya mengangkat bahunya. Bagas adalah orang yang ia sukai waktu SMA. Itu sudah terjadi lama sekali. Jadi, ia tidak boleh mengingatnya terus. Sekarang, ia sudah punya Alex. Dan biarkan Bagas menjadi bagian dari masa lalunya.

~~~~~~~~
Suasana diatas cukup menenangkan hati. Sedari tadi, Alin merasa dadanya terasa sesak saat melihat satu per satu tamu yang datang dan berharap diantara mereka ada orang yang ia harapkan. Namun, orang itu belum muncul juga sampai sekarang.
Dasar pembohong, batinnya kesal.
Ia benar-benar kesal. Untungnya, suasana heboh yang ada dibawah sana kembali membuatnya tenang. Setidaknya, teman-temannya menikmati pesta mereka walau ia tidak ada disana. Ia terlalu berminat melayani mereka semua.
‘Kriieeekk’ pintu balkon terbuka. Dengan sekejap Alin memutar badannya dan melihat Bintang berdiri sambil tersenyum.
“Maaf, karena aku bukan Aldi,” kata Bintang seolah-olah mengerti kekecewaan yang ada dimata Alin.
“Aku tahu,”sungutnya, lalu kembali memutar badannya. Bintang berjalan menghampirinya, dan berdiri tepat disamping kanannya.
“Aku datang kesini bermaksud ingin menghiburmu. Mengapa kamu sama sekali tidak menghargai sikap baikku ini?” tanya Bintang.
“Hufftt… Daripada menemaniku, mending kamu menemani mereka yang ada dibawah sana. Atau… Kau bisa menemani Dessy yang masih sendiri itu,” ujar Alin.
Bintang memutar kedua bola matanya malas. “Dessy sudah ada yang punya.”
“Mengapa kalian putus?” tanya Alin. Ia mengabaikan kata-kata Bintang yang tadi.
“Alasannya singkat. Kami tidak cocok dan… Putus,” jawab Bintang.
“Itu saja?” tanya Alin. Ia ingin jawaban yang lebih lagi.
“Iya,” jawab Bintang berusaha meyakinkan.
Sebenarnya, ia tidak sepenuhnya bohong. Tapi, alasannya yang sebenarnya, karena ia sibuk mengurusi Alin. Semenjak Aldi pergi ke London, Alin benar-benar merasa kesepian. Jadi, ia harus terus menemani Alin. Dan, karena terlalu sibuk mengurusi Alin, ia jadi tidak punya waktu untuk Dessy dan mereka akhirnya putus. Tapi, semenjak itu ia sadar kalau ternyata ia tidak benar-benar menyukai Dessy.
Bintang melirik jam tangannya sekilas, kemudian berseru,”Sudahlah, aku sudah bosan menemanimu terus.”
Mendengar hal itu, Alin merasa tidak enak dan mengira ia telah mengabaikan Bintang selama ini.
“Bintang, tunggu…”
Pintu sempat tertutup karena kerpergian Bintang. Namun, pintu itu terbuka lagi dan Alin benar-benar shock melihat orang yang muncul di balik pintu itu.
“Aldi…” suara Alin nyaris tidak terdengar karena terlalu shock. Ia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Ia berlari kearah Aldi dan langsung memeluknya.
Long time no see,” bisik Aldi. Ia membalas pelukan Alin.
“Jahat!!! Kenapa baru datang sekarang? Padahal aku sudah menunggumu dari tadi. Tapi, mengapa baru datang sekarang? Aku sampai lelah menunggu…” kata Alin tanpa menarik napas.
“Maaf. Aku janji tidak akan meninggalkanmu lagi. Mulai sekarang, hari ini, detik ini, aku akan selalu berada disampingmu. Menjagamu…” janjinya.
Alin mengangguk sambil menangis sesenggukan. Dan mereka pun kembali berpelukan.
Didepan pintu, Bintang berdiri sambil tersenyum senang melihat adegan tersebut.
“Semoga kalian bahagia selamanya,” katanya tulus sambil berlalu meninggalkan tempat itu.
Langit terlihat cerah. Senyum matahari pun terlihat bahagia, sama seperti orang-orang yang ada di kafe tersebut. Dan mereka semua tersenyum dan tertawa bahagia karena mereka sudah menemukan kebahagian mereka dan orang yang akan menjaga mereka selamanya.



~THE END~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar