EPILOG
“Ini,
tolong bawa dia ke mobil gue. Gue masih mau ke dalam. Masih ada urusan yang
belum aku selesaikan,” ujar Aldi cepat sambil memberikan Alin pada Bintang.
Bintang
mengangguk tanda mengerti. Ia segera melakukan apa yang diperintah Aldi. Aldi
segera berlari menuju rumah sakit. Namun, baru beberapa meter ia berlari, ia
berbalik.
“Gue
gak lama. Cuma 5 menit aja. Tolong jaga dia baik-baik, ya!” teriak Aldi.
Bintang
kembali mengangguk. Aldi meneruskan langkahnya masuk kerumah sakit. Ada sesuatu
yang harus ia bicarakan dengan Fakhri.
‘Tok…tok..’
“Masuk,”
perintah Fakhri dari dalam ruangannya.
Perlahan ia melihat bayangan hitam masuk kedalam ruangannya sampai orang itu
menghidupkan lampu dan Fakhri bisa melihat jelas kedatangan Aldi.
“Loe?
Kenapa kesini? Umm… baiklah, akan aku jelaskan semuanya,” cerocos Fakhri
sebelum Aldi sempat berbicara.
“Kenapa
loe ngelakuin itu pada Alin? Bukankah kamu sangat menyukainya?” tanyanya
garang. Entah mengapa emosinya langsung naik ke ubun-ubun saat melihat Fakhri.
Apalagi, saat melihat keadaan Alin yang mengenaskan tadi.
“Gue
udah tau loe pasti mau nanyain itu. Itu karena, gue gak tega melihat dia
menderita. Gue lebih gak tega lagi melihat dia menangisi kepergian gue nanti,” jelas
Fakhri.
“Jadi,
loe tega ngeliat dia menangis seharian diluar sendirian sampai kedinginan. Loe
tega, hah?” nada suaranya meninggi.
“Itu
juga yang gue sesalin,” Fakhri tertunduk lesu. Ia tidak berani mengangkat
kepalanya mendengar kata-kata Aldi tadi. “Lalu, apa yang harus gue lakukan
untuk menebus semua kesalahan gue?” tanya Fakhri.
“Terserah,
loe! Loe bisakan buat dia bahagia walau hanya sebentar aja? Ini juga demi
kebaikan loe. Jangan sampai loe pergi dengan meninggalkan penyesalan.”
“Baiklah,”
kata Fakhri akhirnya. “Tapi, mengapa loe mau melakukan ini semua?”
Aldi
menyerngit,”Maksudnya?”
“Kenapa
loe melakukan ini semua demi Alin? Padahal, aku dengar dari Alin kamu itu
sering gangguin dia, jahatin dia. Tapi, dibelakangnya, kamu begitu baik dan
selalu melindunginya. Mengapa?”
Aldi
menghela napasnya kuat-kuat. Seharusnya ini adalah sesuatu yang mudah. Tapi,
entah mengapa, ini menjadi hal yang paling sulit untuk dikatakan.
“Itu…
itu karena, dia mirip dengan seseorang yang pernah aku sayangi, yang pernah
menjadi bagian dalam hidupku. Dia mirip dengan adik angkatku,” jelas Aldi.
“Benarkah?”
Fakhri mengangguk-angguk mengerti. Dia diam beberapa saat. “Tapi, mengapa kamu
menganggap dia itu adik angkatmu? Mungkin saja kamu salah orang, kan?” tanya
Fakhri, membuat Aldi ragu.
“Itu
juga yang aku pikirkan kemarin kemarin. Tapi, saat pertama kali aku melihatnya,
suaranya, cara ia memperkenalkan diri, sikapnya, dan matanya, begitu mirip
dengan adik angkatku.”
“Tapi,
bukankah dia sudah meninggal?” tiba-tiba wajah Aldi berubah. “Maaf, aku tidak
sengaja. Aku tahu ini dari papamu. Tapi, aku tidak bisa menahan rasa ingin tahuku.”
Aldi
kembali menghela napas.
“Aku
sering mengingat hal itu pada diriku. Tapi, entah mengapa, sebagian dari diriku
menolak kenyataan itu.”
Fakhri
turun dari ranjangnya. Ia menepuk bahu Aldi pelan, seakan-akan dengan begitu
beban yang ada dipundaknya berkurang.
“Gue
harap loe benar. Hanya itukah alasanmu?”
“Tidak,”
Aldi menggeleng. “Semenjak dia pergi dari rumahku, didalam hatiku, aku berjanji
akan menjadi malaikat pelindungnya. Yah, aku akan menjadi malaikat pelindungnya
walau nyawa sekalipun taruhannya. Karena, aku ingin dia tahu betapa aku sangat
mencintainya.”
~~~~~~~~
~SELESAI~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar