BAGIAN YANG HILANG.
Seorang anak perempuan sedang
berdiri mematung di tengah jalan saat mobil kijang hitam sedang melaju dengan
cepat. Ia memejamkan matanya saat ia tahu mobil itu sudah berada di dekatnya.
“Iin… AWAS!!!” teriak anak cowok
yang berdiri di pinggir jalan bersama seorang ibu. Tetapi…
“Buuukk”
“TIIDAAAAAAAAKKK” teriak Alin yang langsung terbangun dari mimpinya.
“Alin, ada apa?” tanya Aldi khawatir. Alin menoleh ke arahnya.
“Sedang apa kamu disini?” tanya Alin sinis. Aldi menyerngit bingung.
“Loe harusnya berterima kasih sama gue karena gue udah bawain loe
kesini” ujar Aldi. Alin memalingkan mukanya.
“Huh, bukannya kamu yang sengaja ngelempar aku ke jalan supaya aku bisa
di tabrak, terus mati. Iya, kan!” sindir Alin. Aldi mendesah pelan.
“Oke, soal itu gue minta maaf. Beneran, gue gak tau kalau loe terlempar
sampai kejalan. Lagipula, loe kan bisa lari begitu lihat ada mobil”
Alin terdiam sebentar, “Masalahnya kaki gue gak bisa diajak kompromi”.
Alin meraba kepalanya yang diperban. “Kepala gue kenapa?”
“Kepala loe cuma terbentur trotoar. Untung ada yang nyelamatin loe.
Kalau tidak, luka loe lebih parah lagi dari itu” jelas Aldi.
“Siapa? Dimana dia sekarang?”
“Gue gak kenal. Dia dirawat di kamar sebelah”. Alin langsung turun dari
ranjangnya dan langsung berlari ke kamar sebelah.
“Ceklekk” Alin membuka pintu itu perlahan dan berjalan menghampirinya.
Saat ia sudah mulai dekat, matanya membulat melihat penolongnya.
“Fakhri” pekiknya. Ia langsung memeluk Fakhri yang kini terbaring lemah
diranjangnya dan menangis di pelukannya. Aldi yang melihatnya dari luar ruangan
yang terdiam. Kemudian, ia pergi entah kemana.
~~~~~~~~
Rahma sedang asyik melukis di taman yang berada tak jauh dari kafe Dessy
sambil sesekali melirik beberapa pasangan yang melewatinya.
“Drrttt…drrrttttt” hp Rahma bergetar tanda sms masuk. Ia segera
mengambil hp-nya yang berada di sebelah kanannya dan membaca pesannya.
“Hah? Alin kecelakaan?” kata Rahma terkejut. Cepat-cepat ia meringkas
peralatan lukisnya dan langsung berlari keluar taman. Karena buru-buru, ia
tidak melihat jalan dan menabrak seorang cowok.
“Buuk” mereka berdua terjatuh. Begitu juga dengan peralatan lukis Rahma.
“Maaf, tapi aku buru-buru” ucap Rahma cepat sambil mengambil peralatan
lukisnya yang jatuh berserakan. Kemudian, ia langsung berlari meninggalkan
cowok itu. Cowok tadi memandang Rahma dengan bingung. Ia mengambil sebuah
lukisan bunga yang jatuh. Di sudut kanan bawah, ada tulisan nama Rahma. Cowok
itu kembali memandang Rahma yang kini sudah menghilang entah kemana.
~~~~~~~~
Alin sedang berbaring santai saat Devi, Vivi dan Riri datang
menjenguknya. Papa dan mamanya sedang keluar mengurus administrasinya.
Sedangkan, Aldi sedang pergi keluar untuk makan malam.
“Astaghfirullah, Lin! Kenapa datang-datang ketemu dalam situasi seperti
ini” ujar Devi. Alin hanya tertawa pelan.
“Devita, aku tidak apa-apa, kok! Cuma benturan dikit sama trotoar” jelas
Alin.
Vivi meraba dahi Alin, “Seberapa kuat kamu terbentur, Lin? Tumben kamu
panggil Devi dengan sebutan DEVITA”. Alin kembali tertawa.
“Sudah, jangan interogasi Alin. Kasihan dia! Nih, buah untukmu” kata
Riri.
“Thank’s” ucap Alin.
“Ceklekk” Cika dan Rahma masuk dengan nafas tersengal-sengal.
“Kalian berdua kenapa? Habis di kejar setan, ya?” tanya Vivi bingung.
“Hosh..hosh… bukan”. Rahma mengatur nafasnya sebentar. “Kita cuma capek
keliling rumah sakit nyariin kamar tempat Alin dirawat”
“Iya! Sampai-sampai, kami tadi masuk ke kamar mayat. Iihh!!! Nggak mau
lagi, deh” kata Cika sambil merinding. yang lain tertawa.
“Haha… Kok, bisa?” tanya Alin.
“Tau nih, Rahma” Cika menunjuk Rahma dengan sebal.
“Iya, iya! Aku minta maaf” ucap Rahma sebal.
“Assalamu’alaikum” ucap Dessy saat ia masuk ke kamar tempat Alin
dirawat.
“Wa’alaikumsalam” balas mereka berenam kompak.
“Bener ini kamar Alin dirawat?” tanya Dessy ragu. Yang lain mengangguk.
“Syukurlah” Dessy menghela napas lega.
“Memangnya kenapa?” tanya Vivi bingung.
“Nggak apa-apa. Eh, masuk, yuk!” ajak Dessy pada seseorang. Saat cowok
itu melangkah masuk, matanya terbelalak melihat Alin. Begitu juga dengan Alin.
“Dinda? Jadi, kamu yang kecelakaan?” tanya Bintang khawatir.
“Dedek, sedang apa kamu disini?” tanya Alin.
“Cuma liburan, bodoh! Emangnya gak boleh?” Bintang memukul kepala Alin.
“Aww… sakit tahu! Kepalaku lagi sakit. Jangan dipukul-pukul!” bentak
Alin.
“Hehe… Maaf” ucap Bintang sambil mengelus kepala Alin pelan. Dessy
memandang mereka dengan pandanga tidak suka.
“Aku kenapa? Apakah aku cemburu? Hah? Gak … gak mungkin” kata Dessy
dalam hati sambil menggeleng kepalanya kuat-kuat.
“Des, kamu kenapa?” bisik Cika. Dessy kembali menggeleng.
“A, aku keluar dulu, ya!” bisiknya dan langsung keluar ruangan.
“Eheem… asyik sendiri! Teman yang lain di cuekin” kata Devi.
“Iya! Kenalin dong ke kita” tambah Rahma.
“Pacar kamu, ya, Lin?” tanya Vivi.
~~~~~~~~
Aldi berjalan dari kantin rumah sakit menuju ke kamar Alin. Sebelum ia
sampai ke kamar Alin, ia melihat Dessy keluar dari kamar tempat Alin dirawat
sambil menangis. Aldi segera mengikuti Dessy pergi secara diam-diam.
“Des, kamu kenapa?” tanya Aldi saat mereka beradaa di taman rumah sakit.
Dessy yang baru sadar kalau Aldi dari tadi mengikutinya terkejut dan
cepat-cepat menghapus air matanya. Ia menggeleng kepalanya pelan tanpa berbalik
menghadap Aldi. Aldi melangkah menghampiri Dessy. Lalu menepuk bahunya pelan.
“Tidak apa-apa. Aku akan menemanimu disini” hibur Aldi. Dessy berbalik
memeluk Aldi, kemudian menangis dipelukannya.
~~~~~~~~
“Mmm… sepertinya aku melupakan sesuatu” kata Bintang tiba-tiba saat
semua teman-teman Alin sudah pulang.
Alin menyerngit bingung. “Apa?”
Bintang terlihat berpikir sejenak. Lalu, ia menepuk dahinya pelan.
“Astaghfirullah, aku lupa kalau aku kesini bersama Dessy”.
“Dessy? Oh ya, kemana dia sekarang? Cepat cari dia!” perintah Alin.
“Dia udah pulang. Emangnya kenapa?” ucap Aldi datar. Alin meliriknya
sinis.
“Masih disini?” tanyanya tidak suka. Aldi hanya mendengus.
“TERPAKSA! Ortu loe lagi ada urusan. So, gue disuruh jagain loe”. Alin
mendengus sebal. Bisa-bisanya ortunya menyuruh Aldi menjaganya.
“Bintang, mama-papa udah tau belum kamu kesini?”. Bintang menggeleng.
“Pantas” tambah Alin lagi.
“Bintang, mending kamu pulang. Udah malam, nih” saran Aldi. Bintang
memandang Alin sebentar. Ia tidak tega meninggalkan Alin. Begitu juga Alin.
Tapi, Alin tidak mau kalau keluarga Bintang khawatir padanya.
“Pulanglah” kata Alin akhirnya. “Tapi, besok kamu balik lagi, ya!”
lanjut Alin. Bintang mengangguk pelan. Ia segera mendekatkan kepalanya pada
Alin.
“Benar tidak apa-apa?” bisik Bintang. Ia terlihat agak khawatir.
“Yeah, ada orang selain dia yang lebih rela jagain aku. Tidak apa-apa”
bisik Alin pelan. Aldi memandang mereka dengan penuh tanda tanya.
“Apa sih yang mereka bicarakan?” tanya Aldi dalam hati.
“Cepat sembuh ya, sis” serunya.
Lalu pergi keluar kamar.
Di dalam kamar, kini tinggal mereka berdua. Aldi berdiri kaku. Sedangkan,
Alin terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri. Entah mengapa, mimpinya yang
tadi kini kembali menggerayangi pikirannya. Mimpi seorang anak perempuan yang
tertabrak mobil terus berputar-putar dikepalanya seperti kaset rusak. Alin
memegang kepalanya, kemudian menjabak rambuknya sambil berteriak frustasi.
“Alin, ada apa?” tanya Aldi panik melihat keadaan Alin. Alin terus
berteriak histeris sampai-sampai Aldi harus menutup telinganya.
“Alin, tenang! Kamu tiduran aja dulu, ya!” perintah Aldi sambil perlahan
membaringkan Alin. Alin mulai mereda. Ia kemudian berbaring di ranjangnya.
“Tidur yang tenang! Jangan pikir yang macam-macam!” seru Aldi.
~~~~~~~~
Rahma duduk dipinggiran tempat tidurnya sambil melihat-lihat hasil
lukisannya hari ini. Satu per satu ia menatap lukisannya dengan bangga. Lukisannya
cukup bagus. Kebanyakan lukisannya bertema pemandangan. Rahma berhenti pada
lukisan terkhirnya. Ia terlihat baru teringat sesuatu.
“Lukisan itu? Lukisan itu dimana?” tanya Rahma panik. Ia kembali
membongkar lukisannya yang ia pegang. Tidak ada. Ia kemudian mengobrak-abrik
lukisannya yang terdahulu. Tapi, tetap saja tidak ada.
“Lukisan itu dimana?” tanya Rahma putus asa. Ia kembali teringat
sesuatu. Tadi sore, sebelum ia ke rumah sakit untuk menjenguk Alin, ia
terburu-buru dan menabrak seseorang. “Apakah lukisan itu jatuh? Kalau benar,
besok aku harus pergi mencarinya” kata Rahma semangat.
~~~~~~~~
Dessy duduk termenung di beranda kamarnya. Ia melihat bintang yang
sedikit demi sedikit menghilang di telan langit hitam. Air matanya mengalir
membasahi pipinya. Entah mengapa, ia merasa ada bagian yang hilang di dalam
hatinya.
“Aku kenapa? Ada apa denganku?” tanyanya dalam hati. Ia teringat
kenangan saat dirinya bersama Bintang. Kenangan saat ia bertemu Bintang untuk
pertama kalinya, kenangan saat ia bersama Bintang di taman dan di bukit. Setiap
ia mengingat semua itu, ia terus menitikkan air matanya. Kemudian menghapusnya.
“Dessy, belum tidur, ya?” tanya mamanya dari luar.
Cepat-cepat ia menghapus ai matanya, “Iya, ma! Bentar lagi Dessy tidur”
jawabnya. Suaranya terdengar agak parau.
“Des, kenapa suaramu parau? Kamu habis nangis, ya?” tanya mamanya lagi.
“Ehem… gak, kok! Suara Dessy memang agak parau. Mungkin, kelamaan di
luar. Udah, Dessy baik-baik aja, kok” ujar Dessy. Terdengar langkah kaki
menjauhi kamarnya. Itu berarti mamanya sudah pergi. Dessy menghembuskan napas
lega.
~~~~~~~~
Alin sedang tidur di dekat
ranjang Fakhri saat ia merasakan kehangatan sinar matahari pagi yang menerobos
masuk melalui jendela. Suster yang membuka jendela kamar Fakhri hanya tersenyum
melihat tingkah Alin yang tampak malas untuk bangun. Alin menarik selimut
Fakhri, lalu menutupi kepalanya dengan selimut itu. Alin merasakan selimut itu
ditarik kembali. Namun, Alin tidak mempedulikannya dan menarik selimut itu
kembali.
“Hey, bangun! Udah siang, muka bantal!” bisik seorang cowok ke telinga
Alin. Alin tidak mempedulikannya dan kembali menarik selimut itu.
“Woy… BANGUN…” teriaknya ke telinga Alin. Alin bangkit dari tidurnya
sambil menutup kedua telinganya.
“Sstt… jangan berisik! Kalau Fakhri bangun gimana?” katanya pelan sambil
memandang Aldi dengan kesal. Aldi mendengus.
“Salah sendiri! Dari tadi dibangunin gak bangun-bangun. Btw, sejak kapan
loe tidur disini?” tanya Aldi datar, namun volume suaranya agak pelan.
“Gak penting! Yang terpenting sekarang adalah sarapan. Mana sarapan buat
gue?” tanya Alin cepat. Aldi menunjuk ke kamar sebelah. Tanpa basa-basi, Alin
segera pergi ke kamarnya.
“Harini loe gak sekolah?” tanya Alin tepat di tengah pintu.
“Sekolah. Bentar lagi mau pergi. Loe mau sekolah juga?” ujar Aldi. Alin
menggeleng cepat dan langsung pergi ke kamarnya.
~~~~~~~~
Aldi duduk termenung di bangkunya sendiri. Mukanya tampak suntuk. Semua
ocehan yang dilontarkan Miss Erma sama sekali tak ada yang masuk ke otaknya.
Kepalanya terasa berat, seperti ada sesuatu yang menimpa kepalanya.
“Aldi, are you fine?” tanya Miss Erma datar. Aldi menggeleng.
“Umm, Miss… aldi seems sick. Should I take
him to UKS” seru Dessy. Miss
Erma mengangguk. Kemudian Dessy membawa Aldi ke UKS.
“Aku baik-baik saja” seru Aldi saat mereka tiba di UKS.
Dessy menggeleng. “No! kamu terlihat sangat tidak baik. Do you having
problems?”. Aldi menggeleng pelan. “Come on, tell me your problem” bujuk Dessy.
Aldi menghela napas pelan. “Entah mengapa, mimpi tentang masa lalu itu
mulai bangkit kembali” ucap Aldi yang sama sekali tidak dimengerti Dessy.
“Maksudnya?” tanya Dessy bingung.
“Sejak kecelakaan Alin, aku terus bermimpi tentang anak perempuan yang
tertabrak mobil. Arrghh….” Aldi memegangi kepalanya yang sakit.
“Kamu mengenal anak itu?” tanya Dessy penasaran.
Aldi mengangguk pelan.
“Siapa?” tanya Dessy lagi.
“Dia… dia…”
“Ceklek…” sebelum sempat Aldi menyelesaikan kata-katanya, pintu UKS
dibuka oleh bu Dini, penjaga UKS.
“Kamu sakit apa, Aldi?” tanya bu Dini pada Aldi.
“Sepertinya dia kurang istirahat, bu” ucap Dessy cepat sebelum Aldi membuka
mulutnya. Bu Dini mengangguk.
“Lebih baik kamu istirahat dirumah, Aldi. Apakah kamu bisa mengantar dia
pulang, Des?” tanya bu Dini. Dessy mengangguk senang. Itu berarti ia bisa punya
alasan untuk tidak masuk pelajaran fisika, pelajaran yang paling ditakuti
orang-orang. Ditambah lagi guru yang mengajarnya killer banget.
“Kalau begitu, saya izin pulang ya, bu” pamit Dessy. Bu Dini mengangguk.
“Kamu senang, kan?” tanya Aldi saat mereka berada di dalam mobil Dessy.
Dessy mengangguk cepat. “Tentu saja! Setidaknya, hari ini aku bebas dari
pelajaran fisika”. Aldi hanya menggelengkan kepala mendengarnya.
“Bisa tolong antar aku kerumah sakit? Aku masih ada urusan disana” ujar
Aldi.
“Mengapa?” tanya Dessy bingung.
“Aku hanya merasakan sesuatu pada Alin. Entah itu yang baik ataupun yang
buruk” jelas Aldi. Dessy mengangguk cepat.
“Pak, tolong antar kerumah sakit yang kemarin, ya” serunya dari
belakang.
“Baik, non!” balas Pak Udin, supir Dessy.
~~~~~~~~
“Memangnya salah, ya!” kata
Fakhri sambil mendelik kesal saat Alin menanyai alasan mengapa Fakhri sangat menyukai
bunga mawar putih. “Lagipula, bunga itu bagus, kan? Sedangkan putih itu
melambangkan kesucian” tambahnya lagi.
“Alin… Alin…” suara itu membuyarkan lamunan Alin. Cepat-cepat Alin
meletakkan vas bunga itu ketempat semula, kemudian berlari menghampiri Fakhri.
“Fakhri” desis Alin pelan. Ia tidak percaya kalau Fakhri tadi memanggil
namanya. Jari-jari Fakhri perlahan mulai bergerak. Kemudian mata Fakhri
perlahan bergerak, dan kemudian…
“Alin…” panggilnya pelan.
Alin hanya diam membeku didekatnya. Ia tak percaya dengan
penglihatannya.
“Fakhri…” panggil Alin. Air matanya perlahan mengalir membasahi pipnya.
“Dokter… dokter…” panggil Alin dengan semangat. Dokter dan suster pun masuk
kedalam dan mulai memeriksa keadaan Fakhri.
“Mbak, bisa anda keluar sebentar?” kata suster itu. Alin segera keluar
dan duduk di ruang tunggu sambil menghapus air matanya yang terus mengalir.
“Alin, kamu kenapa?” tanya Dessy yang baru saja tiba. Alin segera
mendongakkan kepalanya dan memeluk Dessy pelan.
“Fakhri…” bisiknya pelan. Dessy menyerngit bingung. sedangkan, Aldi
menatap Alin tak percaya.
“Fakhri kenapa, Lin? Dia… baik-baik aja, kan?” tanya Aldi cepat.
“Fakhri? Maksud kamu Muhammad Fakhri, teman smp kita, ya?” tanya Dessy.
Alin mengangguk, “Iya, Des! Dia…”
~~~~~~~~