Minggu pagi Alin sudah bersenandung
ria. Ia berjalan menuruni tangga menuju ruang keluarga yang berada dilantai bawah
sambil membawa sebuah kertas karton yang sudah digambar dan segelas air putih,
lalu meletakkanya diatas meja.
“Telepon dulu Dessy, ah” ia kembali
menuju kamarnya untuk menelepon.
Seekor kucing yang sedang asyik main disitu tiba-tiba tanpa sengaja
menumpahkan minuman dan mengenai kertas karton Alin.
“Kyaaaaa” teriak Alin yang terkejut melihat kertas kartonnya yang sudah
ia gambar basah karena tumpahan air karena kucingnya. Padahal, ia pergi
kekamarnya sebentar untuk mengambil Hp-nya.
“Ada apa, non?” tanya seorang
pembantu yang khawatir mendengar teriakan Ali.
“USIR KUCING INI PERGI! LIHAT, GARA-GARA KUCING ITU TUGASKU JADI
BERANTAKAN. PADAHAL, BESOK SUDAH HARUS DIKUMPUL!!!” teriak Alin dengan penuh
emosi. Kucing itu tampak merasa bersalah dan tanpa sadar ia menghilang entah
kemana.
Alin tampak sibuk menggambar ulang
tabel periodik unsur kimia. Sedangkan pembantunya sibuk mencari Dolta, kucing
Persia berwarna putih yang sudah merusak tugas Alin.
“Kenapa dari tadi mondar-mandir sih, bik? Pusing tau gak liatinnya”.
Pembantu itu berhenti mondar-mandir.
Ia tampak ragu, “Umm.. bibi pergi kepasar dulu, non. Bahan makanannya
udah pada abis”.
Alin hanya mengangguk dan kembali menggambar tabel periodik
unsurnya.
“Yak, bentar lagi selesai”. Tak lama, Alin pun berhenti. Ia menggerakkan
seluruh badannya yang pegal. Lalu, meneguk habis jus jeruknya.
“Waktunya jalan-jalan dengan Dolta” katanya senang dan segera meringkas
semua peralatan kedalam kamar, lalu mencari-cari Dolta.
“Dolta, kamu dimana? Jalan-jalan, yuk!”. Alin mencari Dolta ke seluruh
pelosok rumahnya. Namun, tetap tidak ketemu.
Alin menepuk dahinya, “Astaga, aku lupa. Tadi aku habis memarahinya
gara-gara dia sudah merusak tugasku. Aduh, giaman nih? Pasti dia merasa
bersalah sehingga kabur dari rumah”.
Alin terlihat panik. Ia tidak mau kehilangan kucingnya lagi. Dulu, Dolta
juga pernah kabur dari rumah gara-gara Alin memarahinya gara-gara kucing itu
merusak gaun putih kesayangannya. Tapi, akhirnya kucing itu ketemu di bawah
pohon. Dan sekarang, ia tidak mau kehilangan kucing itu untuk kedua kalinya.
“Miaaww…” kucing itu berjalan menyebrangi jalan menuju rumah yang berada
tepat didepan rumahnya. Alin terdiam. Lalu langsung berlari menuju rumah yang
berada di depan rumahnya.
Alin hanya berdiri diam mematung didepan pintu rumah orang itu. Ia
terlihat ragu untuk mengetuk pintu rumah itu.
“Tok..tok…tok”. Tak ada jawaban.
“Tok..tok..”. Tetap tak ada jawaban.
“Toktoktoktoktoktok….”ia terus mengetuk pintu itu sampai seorang cowok
akhirnya membuka pintu itu. Alin tampak tekejut melihat cowok yang keluar tu ternyata
Aldi, teman sebangkunya yang resek itu.
“HEI, LOE TAU GAK INI APA? INI RUMAH MASIH PUNYA PENGHUNINYA TAU, GAK!!!
BERISIK TAU!!! BLAAMMM” ia menutup pintu itu dengan keras tepat didepan wajah
Alin.
Wajah Alin berubah merah. Tapi, ia kembali mengetok pintu itu sampai
cowok itu kembali membuka pintu untuk kedua kalinya.
“Loe… Hei, kayaknya kita pernah
ketemu. Dimana, ya?” ia memperhatikan Alin dari ujung kaki sampai keujung
rambut. Alin hanya bisa tercengang mendengarnya.
“Bukannya kita satu kelas. Malahan satu bangku” katanya dalam hati.
Baru saja Alin ingin berbicara, tapi Andi sudah mendahuluinya.
“Oh, ya, loe kan yang waktu itu nabrak gue sampai kue ultah buat adik
gue hancur berantakan. Dan loe gak mau tanggung jawab, kan?”.
Alin hanya terdiam. Mencoba untuk mengingat-ingat kejadian itu.
Alin baru saja tiba dari Bandara
Soekarno-Hatta, lalu turun dari pesawat. Celana jeans, baju sweater, dan
kacamata hitam yang ia kenakan membuat sepupunya yang berada tak jauh darinya
sama sekali tidak mengenalinya. Ia hanya bisa tersenyum dan langsung
menghampirinya. “Dedek” panggilnya dari kejauhan. Namun, tanpa sengaja ia
menabrak seorang laki-laki yang kira-kira seumuran dirinya sambil membawa kue
ulang tahun.”Oppss… Sorry. I didn’t mean”. Kue ulang tahun yang dibawa
laki-laki itu tampak hancur berantakan di lantai.“What?Loe harus ganti rugi,
dong!”katanya penuh emosi. “How much money should I change?” sambil mengambil
beberapa lembar uang ratusan ribu yang ada di dompetnya dan memberikannya pada
cowok itu. “Gue gak butuh uang ini. Loe pikir segampang itu, hah! Pokoknya loe
harus ikut gue sekarang” katanya sambil menarik Alin secara paksa. “Lepaskan!!!
Sakit tau” ia mencoba untuk melepaskan diri dari cengkraman tangan cowok itu.
Tapi ia terlalu kuat untuk dilawan. Lalu ia menginjak kaki cowok itu
keras-keras sampai-sampai cowok itu merintih kesakitan dan langsung kabur.
“Aww…Liat aja loe,nanti” Ia masih sempat mendengar teriakan cowok itu. Tapi ia
tak peduli dan tetap pergi meninggalkannya.
“Astaga”gumam Alin sambil menepuk dahinya. Kini ia benar-benar merasa
malu menampakkan mukanya dihadapan cowok itu.
“Pantesan aja dia cuek sama aku” katanya dalam hati.
“Gue bener, kan?”tanyanya dengan nada
meyakinkan.
“Dan sekarang, loe datang kerumah gue bawa masalah apalagi, hah?”tanyanya
lagi dengan nada mengejek sambil melipat tangannya.
Alin mencoba menarik napasnya perlahan dan menghembuskannya pelan.
”Oke, soal dibandara aku minta maaf. ‘Bener-bener minta maaf’. Tapi, aku
kesini cuma ingin mencari kucingku yang nyasar kesini. Sumpah, deh, aku gak mau
lagi cari masalah sama kamu” kata Alin dengan nada memohon.
Ekspresi wajah Aldi menunjukkan kalau ia masih tidak percaya.
“Ni anak harus diomongin kayak gimana lagi, ya? Aduh, sumpah deh, aku gak
betah lama-lama disini”katanya dalam hati.
Sepertinya, Aldi bisa membaca pikirannya. Ia pun mulai angkat bicara.
”Baiklah, yang pertama, loe gak usah sok deh pake aku-kamu. Pake loe-gue
aja. Yang kedua, loe tetep harus ganti
rugi tentang masalah kita dibandara. Dan… tunggu bentar” ia masuk kedalam
rumahnya. Tak lama ia kembali sambil membawa seekor kucing.
“Nih, kucing loe! Jangan bawa dia
kesini lagi. Soalnya, pembantu gue alergi sama bulu kucing” lalu ia memberikan kucing itu pada Alin.
“Thank you” katanya senang dan mulai beranjak pergi.
Namun, baru saja ia balik badan, Aldi
kembali melanjutkan pidatonya yang membuat langkahnya terehenti.
“..dan sebagai ganti ruginya, loe mesti temenin gue jalan-jalan malam
ini. Nanti malam gue jemput. See you tonight. Blaammm” ia kembali membanting
pintu itu dengan keras.
Alin kembali mematung didepan rumah itu. Kali ini, Alin tidak tau apa
yang harus ia lakukan.
~~~~~~~~
“Hufftt… ternyata dia serius” katanya sedih.
Mau tidak mau, ia keluar dari kamarnya dan segera membuka pintu depan.
Saat ia membuka pintu, matanya terpana melihat cowok yang ada didepannya. Ia
memakai baju kemeja kotak-kotak warna merah hitam yang tidak ia kancing
sehingga baju kaos warna hitam yang ada didalamnya terlihat dengan setelan
celana jeans.
“Gila, loe mau kemana pakai baju begituan?” tanya Alin yang masih shock
melihat penampilan Aldi.
Aldi terlihat tidak peduli dan langsung melempar sebuah kantong pada
Alin. Alin menangkapnya dengan gelagapan dan langsung melihat isinya. Alin
tampak terpana melihat baju gaun berlengan panjang warna biru dengan motif
butterfly dan sepatu high heels warna
hitam yang ada dalam kantong itu.
“Jangan bilang loe suruh gue pakai…” Aldi hanya mengangkat bahunya.
“Baiklah” Alin masuk kedalam rumahnya dengan lemas. Ia tahu apa yang
harus ia lakukan. Tak lama, ia kembali lagi dengan pakaian yang dibawa Aldi
tadi. Seketika Aldi tampak terpana dengan penampilan Alin sampai-sampai Alin
harus menginjak kaki Aldi karena ia paling tidak tahan dilihatin seperti itu.
“Oke, kita pergi sekarang” ajak Alin dan berjalan mendahului Aldi.
~~~~~~~~
Selama didalam mobil, mereka tidak berbicara sepatah kata pun sampai
mereka tiba disebuah kafe yang tidak asing lagi buat Alin.
“Turun!” satu kata keluar dari
mulut Aldi telah membuatnya tersadar dari lamunannya. Mereka pun turun dari
mobil.
Alin kembali mematung didepan
kafe itu.
“Loe kenapa? Kenapa loe dari tadi
bengong?” tanya Aldi bingung.
Alin hanya menggeleng. Matanya mulai memanas dan badannya gemetaran.
Tanpa sadar, Aldi menggenggam tangan Alin.
”Don’t make face like that”bisiknya ke telinga Alin.
Alin tersenyum mendengarnya. “Aku suka kutipan itu. Kamu penggemar
Detective Conan juga, ya?” tanya Alin sambil tersenyum.
“Loe emang aneh, deh. Tadi sedih, sekarang senyum”.
Alin hanya semakin senyam-senyum nggak jelas dan langsung melangkah
masuk. “Masuk, yuk! Dingin tau di luar terus”.
Aldi hanya geleng-geleng dan ikut masuk kedalamnya. Suasana didalam
tampak ramai-ramai. Aldi menghampiri Alin yang sedari tadi sudah menunggunya
didalam dan langsung menyeret menghampiri cewek yang berulang tahun.
“Happy birthday, ya. Ini kado untukmu” Aldi memberi cewek itu kado. Lalu
segera memperkenalkan Alin. Baru saja ia ingin memperkenalkan Alin pada
temannya itu, ternyata Alin sudah menghilang.
“Arrghh… tuh anak kemana, sih?” lalu ia langsung keliling kafe mencari
Alin.
~~~~~~~~
Alin berjalan menyusuri trotoar dengan
lesu tanpa menggunakan alas kaki. High
heelsnya ia jinjing di tangan kirinya. Sedangkan tas tangannya ia pegang di
tangan kanan. Ia berjalan tanpa tujuan. Terus berjalan sampai ia melihat ada
seorang anak lelaki jalanan datang menghampirinya.
“Kak, minta duit, mbak. Saya lapar, belum makan dari kemarin”.
“Adik lapar, ya? Kebetulan kakak juga lapar. Kita makan sama-sama, yuk
diwarung nasi goreng ada disana” kata Alin sambil menunjuk ke arah warung nasi
yang ada diseberang jalan. Anak itu mengangguk senang dan mengikuti Alin ke
warung nasi goreng.
~~~~~~~~
“Cewek itu sembunyi dimana, sih? Apa
benar dia disini. Tapi, lama amat dia didalam” tanya Aldi dalam hati.
Aldi sekarang berdiri didepan toilet cewek. Banyak orang yang
melihatnya. Ada yang cari perhatian, ada yang menatapnya dengan tatapan aneh,
ada juga yang bergidik ngeri melihatnya. Tapi, Aldi terlihat tak peduli
bagaimana orang-orang itu memandangnya. Ia terus menunggu sampai kafe itu sepi.
“Sedang apa loe disini?”tanya cewek yang berulang tahun itu.
“Umm… lagi nungguin seseorang. Kayaknya dia tadi nyasar” jawab Aldi.
“Kenapa gak di telpon aja?”usul cewek itu.
“Nah, itu dia. Gue lupa minta no. hp dia. Lagian tuh anak kemana sih?”
kata Aldi dalam hati. Tapi, Aldi tidak mau mengatakannya.
Cewek itu tampak menunggu jawaban
dari Aldi. Tapi, seseorang menghampirinya dan mengajaknya pulang. Aldi hanya
tersenyum dan tetap menunggu Alin, berharap ia akan datang.
~~~~~~~~
“Astaga, sudah jam 11 lewat.
Kira-kira dia masih nungguin aku gak, ya?”gumam Alin sambil terus berlari
kearah kafe.
Ia tampak khawatir. Namun, ia berhenti sebentar.
“Kira-kira jalannya kemana, ya? Aduh aku benar-benar lupa” kata Alin lalu
kembali berlari tak tentu arah.
Ia terus berlari dan akhirnya sampai juga di kafe itu. Alin berhenti
sebentar di depan kafe untuk mengatur nafasnya. Lalu langsung masuk kedalam
kafe mencari Aldi.
“Hufft...Kafe sudah sepi. Dia pasti sudah pulang”ujarnya kecewa.
Akhirnya ia keluar kafe dan
terduduk lemas didepan kafe. “Terus, aku pulang pakai apa?”tanyanya.
“Dasar, gak tanggung jawab. Udah jauh-jauh ngajak aku kesini, eh
pulangnya sendiri-sendiri. Dasar cowok GAK PUNYA PERASAAN”teriaknya keras.
Tanpa terasa air matanya mengalir deras dipipinya. Ia pun akhirnya menangis
sambil memeluk lututnya.
“Siapa yang salah? Siapa yang GAK PUNYA HATI? Gue ini orangnya
bertanggung jawab, tau”tiba-tiba terdengar suara dari belakang punggungnya.
Alin bisa merasakan tangan Aldi menyentuh bahunya hangat.
“Sudahlah, jangan menangis lagi. Gue
gak akan ninggalin loe sendirian disini” ia memakaikan jaket pada Alin dan
memberinya sapu tangan.
Alin bangkit sambil menghapus air
matanya. Lalu menatap tajam kearah Aldi dan memukul bahunya.
“Loe kemana aja, sih! Gue nyariin loe tau. Gue pikir loe udah pulang.
Gue pikir loe tega ninggalin gue disini sendiri. Gue pikir…” ia berhenti
memukul bahu Aldi dan kini ia menangis di bahu Aldi.
Aldi ingin menghiburnya, tapi tangannya berhenti saat ia ingin mengelus
punggung Alin. Ia menurunkan tangannya dan membiarkan Alin menangis dibahunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar