Sabtu, 17 Maret 2012

GUARDIAN ANGEL ( 8)


PANGERAN KUDA PUTIH  



“Krieekk…” pintu dapur sekolah terbuka. Seorang cewek melangkah masuk sambil menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal.
“ARRGGHHHHHHH!!!!” teriak cewek itu kesal.
“Alinda?” kata Riri terkejut. Alin pun menoleh ke sumber suara.
“Riri? Ngapain kamu disini?” tanya Alin panik. Ia tak tahu kalau ada orang lain di dapur.
“Cuma numpang masak. Btw, kenapa hari ini kamu tidak masuk?” tanya Riri khawatir. Alin menggelengkan kepalanya.
“Bolos, ya?” kata Ferdi sinis.
“Siapa kamu? Sejak kapan kamu disini?” tanya Alin terkejut. Dia sama sekali tidak menyadari kehadiran Ferdi.
“Oh, dia Ferdi. Murid baru yang nyasar gak tau jalan pulang… Aww, sakit” rintih Riri sambil mengelus-elus kepalanya yang sakit.
Alin melirik jam tangannya. Matanya membulat,”Gawat, aku harus balik. Bye” ucap Alin datar sambil berlalu pergi.
“Eh, Lin, tung…” baru saja Riri mau bicara, tetapi Alin sudah keburu pergi.

~~~~~~~~
Alin baru saja tiba di kafe saat ada banyak pelayan ada di dapur mengintip ke dalam ruang kafe. Alin tampak penasaran dan ikut melihatnya. Namun, terlalu sulit karena banyak pelayan yang berdesakan untuk melihatnya.
“Apa yang terjadi?” tanya Alin pada salah satu pelayan kafe.
“Dia… dia ada disini..” kata mereka histeris.
“Dia? Siapa dia?” tanya Alin bingung.
“Astaga, kau tidak tahu siapa dia. Dia, Pangeran kuda putih” pelayan itu mencoba menjelaskannya pada Alin. Namun, Alin tetap tidak mengerti.
“Ah, wajar saja dia tidak tahu. Dia kan baru disini. Jadi, mana mungkin dia tahu” kata pelayan yang satu lagi dengan sinis. Alin tidak mempedulikannya dan langsung mengganti bajunya. Ia keluar dengan penampilan seperti tadi pagi, rambut di kepang 2 dan kacamata. Kemudian, ia kembali bekerja.
“Hei, tolong bawakan piring kotor ini ke dapur” perintah pelayan yang sinis tadi pada Alin. Alin segera menghampirinya yang berada di meja nomor 3 dan langsung membawa piring-piring kotor itu ke dapur.
“Hei, kenapa baru datang sekarang? Kemari-kemarin kamu kemana saja?Oh, ya, mana cewek itu yang selalu jadi bayanganmu?” goda pelayan-pelayan itu pada si pangeran kuda putih. Alin masih tampak penasaran. Ia berusaha melirik si pangeran itu, tapi pelayan itu menghalanginya. Alin berusaha untuk tidak peduli, lalu berjalan ke dapur. Ia kembali lagi ke dalam untuk mengambil piring kotor lagi. Bisa ia lihat meja yang tadinya ramai dikerubuti para pelayan, kini berubah menjadi sepi.
“Kemana orang itu?” tanya Alin dalam hati. Matanya melihat ke sekeliling kafe.
“Buukk… Prangg” Alin menabrak seseorang. Tubuhnya oleng, sehingga piring yang ia bawa pecah. Tapi, seseorang menahan tubuhnya, sehingga ia tidak terjatuh.
“Maaf, aku tidak sengaja” kata orang itu dengan rasa bersalah. Namun, yang ada dipikiran Alin adalah piring pecah yang kini berserakan di lantai.
“Astaghfirullah… Ba… bagaimana ini?” Alin tampak panik. Ia berusaha mengumpulkan pecahan-pecahan piring.
“Biar aku bantu” tawarnya sambil ikut mengumpulkan pecahan-pecahan piring yang berserakan. Alin baru menyadari kehadirannya. Ia menatap orang itu dan piring pecah secara bergantian. Wajah orang itu tidak terlihat karena terhalang oleh topi.
“Siapa laki-laki ini?” tanya Alin dalam hati. Deg! Tiba-tiba, jantungnya berdetak lebih cepat. Alin berusaha mengatur denyut jantungnya.
“Ada apa ini? Kenapa jantungku berdetak seperti ini?” tanya Alin dalam hati. Ia masih teru berusah menenangkan jantungnya. Tanpa sengaja, pecahan piring itu melukai jari telunjuk kanan Alin.
“Aww..’” rintihnya sambil mengibas-ngibas jarinya yang sakit.
“Jarimu berdarah, ya?” tanya cowok itu khawatir. Tanpa basa-basi, ia langsung mengambil jari Alin dan menghisap darah yang keluar. Alin terkejut. Ntah mengapa ia merasa senang dan bahagia. Cowok itu mengeluarkan plester bergambar bintang dan langsung memasangnya di jari Alin. Alin tertunduk malu.
“Yak! Sudah selesai” kata-katanya membuyarkan lamunan Alin. Alin segera mendongakkan kepalanya dan terkejut melihat wajah cowok itu.
“Ka… kamu…”

~~~~~~~~
Devi sedang asyik mengambil gambar-gambar orang yang ikut ekskul basket. Sesekali ia mengambil gambar cowok yang memakai baju bernomor punggung 5 secara diam-diam. Ia tampak senang saat ia dapat mengambil gambarnya.
“Sampai kapan kamu terus mengambil gambarnya diam-diam seperti ini?” tanya Rahma. Devi terlihat tak peduli dan terus mengambil gambarnya.
“Trrrttt…Trrrttt…” hp Devi bergetar. Devi meletakkan kameranya di dalam tas kamera, lalu mengambil hp-nya dan segera mengangkatnya.
“Halo…” katanya senang. Namun ia terdiam sebentar sambil melihat layar hp-nya. Lalu ia kembali mengangkatnya dengan malas.
“Apa?” tanyanya galak. Rahma menatap Devi bingung.
Tolong aku. Perutku… sakit.Aww..”terdengar rintihan suara cowok dari ujung telepon
“Kenapa tidak minta tolong sama yang lain aja?” bentak Devi kesal.
“…..”
“Ya udah. Aku kesana sekarang. Klik” Devi segera berangkat dari situ dan bergegas mengambil motornya.
“Mau kemana?” tanya Rahma.
“Maaf, Rahma. Aku ada urusan mendadak” Devi buru-buru menghidupkan motornya.
“Nggak apa-apa. Ya udah, hati-hati, ya” kata Rahma sambil melambaikan tangannya pada Devi. Devi melambaikan tangannya sambil tersenyum pada Rahma.

~~~~~~~~
“Ka… kamu… “ kata Alin terkejut. Tapi ia menutup mulutnya dan segera berdiri meminta maaf.
“Maafkan saya, tuan. Lain kali saya akan lebih hati-hati” Alin menunduk hormat, kemudian berjalan pergi meninggalkan cowok itu sambil menahan air matanya yang berusaha menerobos keluar.
“Dinda, kamu kenapa?” tanya salah manager kafe. Alin menggeleng pelan.
“Kamu sakit, ya?” manager itu memgang dahi Alin. Alin kembali menggeleng.
“Aku… Aku tidak apa-apa”. Alin mengahpus air matanya yang mulai menetes sambil melirik ke arah dimana ia bertemu cowok itu tadi. Tak ada siapapun disana.
“Maaf, pecahan-pecahan piring ini mau diletakkan dimana?” tanya cowok yang sepertinya Alin kenal. Alin berbalik dan terkejut melihat cowok itu.
“Nih orang rajin amat sampai-sampai pecahan piring yang tadi tidak sengaja ia pecahkan mau diantar sampai sini” batin Alin. Rasa sedihnya tiba-tiba menghilang.
Manager kafe itu menatap Alin dengan dengan penuh selidik. “Kamu memecahkan piring-piring ini?”. Ting tong! Gawat seribu gawat untuk Alin.
“Mmm… bukan. Tadi saya yang menabraknya sehingga piringnya pecah” jelas cowok itu berusaha menyelamatkan Alin.
“Baiklah! Kalau begitu, biar saya yang buang. Alin, kamu layani dia” kata manager kafe sambil mengambil kumpulan pecahan piring yang di bawa cowok itu.
“Ada pesan apa, tuan?” tanya Alin saat manager kafe itu sudah pergi.
“Saya mau anda ikut dengan saya jalan-jalan” cowok itu menarik tangan Alin.
Alin segera menarik tangannya kembali. “Tapi, saya sedang bekerja”
“Bukannya dia menyuruhmu melayaniku?”. Kata-katanya itu membuat Alin kalah telak. Saat cowok itu mengajaknya keluar, bisa Alin lihat kalau banyak pelayan-pelayan kafe yang memandangnya iri.
“Hei, kenapa Si Pangeran Kuda Putih itu pergi dengan pelayan jelek itu?” bisik salah satu pelayan yang ada di dekat pintu masuk. Alin pura-pura tidak mendengarnya dan langsung berjalan keluar bersama cowok itu.
Alin terdiam saat berada di dalam mobil cowok itu. Cowok itu melirik Alin sebentar, lalu mengulurkan tangan kanannya. Tangan kirinya memegang stir mobil.
“Muhammad Fakhri”. Kata-kata cowok itu membuyarkan lamunannya.
“Al.. eh, maksudku Dinda Fakhria” jawab Alin asal sambil membalas uluran tangannya. “Jadi, dia belum mengenaliku? Baguslah kalau begitu” kata Alin dalam hati. Alin segera melepaskan tangannya dan kembali menghadap jendela.
“Kamu sekolah dimana?” tanya Fakhri.
“Di SMA Garuda Internasional. Kenapa nanyain sekolahku?” kata Alin berusaha santai. Ia bingung mengapa Fakhri menanyakan sekolahnya.
“Tidak apa-apa. Nah, sekarang kita sudah sampai” Fakhri segera turun dari mobil dan segera berlari membuka pintu untuk Alin. Alin pun turun dan melihat sekelilingnya. Mereka sekarang berada di pantai yang dulu sering didatanginya bersama Fakhri, Lidya dan Deka.
“Ini…” Alin segera mengehntikan kata-katanya. Ia segera melirik kearah Fakhri yang sekarang memandangnya dengan penuh tanda tanya.
“Kamu tau tempat ini?”. Alin menggeleng.
“Maksudku tempat ini sangat indah” elak Alin. Fakhri tersenyum senang.
“Kalau begitu, kita main yuk!” ajak Fakhri sambil berlari ke arah pantai. Alin mengikutinya dari belakang.
“Fakhri” panggil Alin sambil menyipratkan air pantai pada Fakhri.
“Aww.. Hei.. Awas kau” kata Fakhri sambil berlari mengejar Alin. Fakhri menyipratkan air pada Alin. Begitu juga sebaliknya. Mereka terus bermain air sampai hari mulai berubah menjadi gelap.

~~~~~~~~
“Sampai kapan kau terus menemaniku disini?”tanya Riri dengan ketus.
“Kau sendiri? Mau berapa lama lagi kau mengurung diri di dapur yang pengap ini?” tanya Ferdi balik. Riri menghela nafas pelan.
“Ferdi, aku disini karena aku punya urusan. Kalau kamu disini hanya menemaniku, lebih baik kau pulang saja. Lagipula, kamu belum makan dari tadi, kan?” jelas Riri. Ferdi terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Oke. Aku disini juga punya urusan tersendiri. Lagipula, kamu juga belum makan, kan?” kata Ferdi mengulang pertanyaan Riri tadi. Riri mendesah pelan.
“Ya sudah. Terserah kamu saja” ucap Riri cepat. Ia mengambil kue bolu lapis yang ada di dalam oven dan memotongnya. Ia letakkan di piring kecil, lalu ia berikan kue itu pada Ferdi.
“Nih, untukmu. Sebagai ucapan terima kasih karena sudah membantuku memasak” ucap Riri lagi. Ferdi menerimanya dengan senang, kemudian melahap habis kue itu. Riri ikut memakan kue yang sudah ia potong khusus untuknya.
“Kalau begitu, terima kasih, ya! Lain kali aku akan mengajarimu memasak makanan yang lain” ucap Ferdi sambil berjalan meninggalkan Riri. Riri tersenyum pahit. Entah kenapa, saat Ferdi pergi meninggalkan dapur, ruangan itu menjadi terasa sangat sepi.
“Krieekk…” bunyi pintu dapur terbuka. Ternyata Ferdi kembali lagi ke dapur.
“A, ada apa? Kenapa kau kembali kesini?” tanya Riri gugup.
“Ah, aku pikir tidak baik meninggalkan seorang perempuan sendiri disini saat hari sudah gelap. Terlalu bahaya untukmu” jelas Ferdi sambil tersenyum.
“Hah?” Riri sedikit terkejut namun ia segera mengendalikan diri. “Kalau begitu, bisakah kau membantuku membereskan ini semua supaya kita bisa cepat pulang”
Tanpa basa-basi, Ferdi segera membantu Riri membereskan semuanya.

~~~~~~~~


Dessy duduk di kursi taman itu dengan gelisah. Ia melirik jam tangannya. Pukul 7.30 malam, tapi Bintang belum juga datang.
“Ah, aku lupa tanya jam berapa ketemuannya” kata Dessy dalam hati. Ia merasa bulu kuduknya berdiri. Ada seseorang yang berjalan mendekatinya dari belakang. Ia berusaha mengatur nafasnya, melepaskan sandal yang ia pakai secara perlahan. Saat ia merasakan jarak antara dia dan orang yang ada di belakangnya sudah dekat, ia segera berdiri dan memukulnya secara membabi buta.
“Rasakan in!” kata Dessy sambil terus memukuli orang itu.
“Aww… aww… hentikan! Ini aku, Bintang!” ucapnya cepat. Dessy berhenti memukulinya dan benar, ia memukuli Bintang yang sekarang meringis kesakitan.
“Maaf! Aku kirain orang jahat tadi” kata Dessy merasa bersalah.
“Ah, tidak apa-apa! Maaf sudah mengagetkanmu. Aku juga minta maaf sudah membuatmu menunggu lama” ucap Bintang merasa bersalah. “Dan sebagai gantinya, maukah kau ikut denganku ke suatu tempat?” tawarnya. Tanpa pikir panjang Dessy mengangguk.

~~~~~~~~
Alin menggosok-gosok tangannya yang dingin saat mereka sudah berada di dalam mobil. Bajunya basah semua. Penampilannya pun berantakan.
“Kamu kedinginan?” tanya Fakhri. Alin mengangguk. Bibirnya membiru.
“Kamu sih mainnya kelamaan. Lihat, kamu jadi seperti ini. Bagaimana kalau nanti kamu masuk angin?” cerocos Fakhri. Ia segera menepikan mobilnya.
“Pakailah ini” Fakhri segera memakaikan jaket pada Alin. Lalu ia menggosok-gosok kedua telapak tangan Alin. Wajah Alin tiba-ba memanas.
“Sudah merasa hangat?” tanya Fakhri. Alin mengangguk. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Lebih baik ia diam dan menikmati waktu bersama Fakhri.
“Kacamatamu, apa tidak mengganggu?”. Alin menggeleng.
“Sebaiknya dibuka saja” tangan Fakhri memegang gagang kacamata. Alin segera menahan tangan Fakhri.
“Ja, jangan! Kalau dibuka, itu lebih menggangguku” cegah Alin. Ia baru tersadar kalau wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Fakhri.
“Ah, baiklah kalau begitu” kata Fakhri. Ia kembali melajukan mobilnya.

~~~~~~~~
“WAAWW! INI MENAKJUBKAN” teriak Dessy dari atas bukit. Bintang hanya tersenyum melihat tingkah Dessy.
“Kau ini sangat lucu” kata Bintang sambil mencubit kedua pipi Dessy dengan gemas. Dessy meringis kesakitan.
“Aww, sakit tau. Nih, rasakan” balas Dessy sambil mencubit pipi Bintang. Bintang kembali mencubit pipi Dessy. Mereka sekarang main cubit-cubitan.
Tiba-tiba seseorang datang dan mengejutkan Dessy dan Bintang.
“Kalian, apa yang kalian lakukan disini?” tanya cowok itu.
Bintang dan Dessy menoleh serempak ke arah sumber suara.
“Kamu?” cowok itu menunjuk Dessy tidak percaya.
“Kamu?” Dessy membeo perkataan Cowok itu. Ia juga menunjuk cowok itu tidak percaya.

~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar