“Kamu?” cowok itu menunjuk Dessy tidak percaya.
“Kamu?” Dessy membeo perkataan cowok itu sambil menunjuk cowok itu.
“Dessy, lama kita tidak bertemu, ya” katanya senang sambil berjalan menghampiri
dessy sambil mengulurkan tangannya.
“Ya, Fakhri! Ternyata kau masih ingat aku” sambil membalas uluran
tanganya.
“Eh, dia siapa?” tanya Bintang penasaran. Fakhri menyerngit bingung.
“Oh, namaku Muhammad Fakhri. Kamu, pacarnya Dessy, ya?” tebak Fakhri.
“Bu, bukan! Dia temanku. Btw, sedang apa kamu disini?” tanya Dessy
mengalihkan topik. Fakhri menggeleng.
“Ah, nothing! Cuma kebetulan lewat. Kalau begitu, aku pergi dulu, ya”
Fakhri berbalik untuk menuruni bukit. Tapi, ia merasakan sesuatu mendarat di
kepalanya.
“Pakai tuh jaket biar gak kedinginan. Kelihatannya semua bajumu basah
semua” kata Bintang yang melemparkan jaketnya pada Fakhri.
“Thank’s, bro” ucap Fakhri sambil tersenyum.
“Yang tadi itu mantanmu, ya?” tanya Bintang datar. Kini ia duduk sambil
bersandar di bawah pohon yang paling dekat dengannya. Dessy menoleh ke arahnya sebentar,
lalu ikut bersandar di bawah pohon yang sama dengan Bintang.
“Bukan! Dia itu teman smp-ku. Dulu, dia paling dengan Alinda. Tapi,
ntahlah kalau sekarang. Kudengar, Alin pindah sekolah karena ada masalah
dengannya” jelas Dessy. Bintang meliriknya sebentar, lalu menghadap langit.
“Oh! Sepertinya hari ini dia lagi senang. Lihatlah, langit pun ikut
berbahagia” ujar Bintang. Kini ia tersenyum memandang langit.
“Dia siapa? Dia yang kamu bilang di taman, ya?” tebak Dessy. Bintang
mengangguk.
“Kamu sangat suka Bintang?” tanya Dessy lagi. Bintang mengangguk lagi.
“Kau tahu mengapa namaku Bintang?”. Dessy mengangguk. “Itu karena ayah
dan ibuku sangat suka bintang. Dan sepertinya, aku menuruni minat mereka.
Mereka menamaiku Bintang supaya setiap mereka melihat langit, mereka bisa
melihatku, walaupun langit itu tak ada bintang. Jadi, jika kita merindukan
seseorang, kita tinggal melihat bintang. Kalau bintang itu tak ada, kita
tinggal memejamkan mata kita dan membayangkan orang yang kita rindukan” jelas
Bintang.
“Buuk…” Dessy tertidur di bahu Bintang. Bintang hanya memandanginya
sebentar sambil mengelus-elus rambut Dessy pelan. Lalu kembali memandang
bintang yang kini menyinari mereka.
~~~~~~~~
Devi menghempaskan kamera dan tasnya ke tempat tidur dengan kesal. Lalu
turun ke dapur untuk mengambil minuman. Mama Devi yang melihat tingkahnya
seperti itu hanya geleng-geleng kepala.
“Devi, kalau minum jangan berdiri!” ingat mamanya. Devi yang tadi minum
sambil berdiri di depan kulkas langsung berjalan menuju kursi yang paling dekat
dengannya. Ia meneguk habis minumannya. Lalu mengambil lagi minuman, dan
kembali meneguknya sampai habis.
“Devi, minumnya pelan-pelan. Jangan kayak orang kesurupan! Lain kali,
baca doa dulu” ingat mamanya lagi. Devi meletakkan minumannya di meja makan. Ia
pergi kekamarnya sebentar untuk mengambil handuk, lalu kembali lagi kebawah
untuk pergi mandi. Baru 3 menit ia di kamar mandi, Kak Kila, kakak perempuan
Devi datang sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi.
“Dev, buruan! Kakak juga mau mandi, nih! Lama amat” kata Kak Kila dengan
kesal.
“Lama, Kak! Perasaan Devi baru 3 menit masuk” balas Devi tak mau kalah.
“Apa? 3 menit?” sindir kakaknya.
“Sudahlah, Devi! Cobalah kamu sekali-sekali mengalah sama kakakmu” bela
mamanya. Tak lama, Devi keluar dari kamar mandi.
“Apa, ma? Sekali-sekali? Devi tuh udah keseringan ngalah, ma, sama Kak
Kila. Seharusnya, Kak Kila tuh yang ngalah sekali-sekali sama Devi” protes
Devi.
“ Sudahlah” kata mamanya. Kak Kila pun segera berjalan masuk ke kamar
mandi.
“Sebentar?” sindir Kak Kila sangat pelan. Tapi, tidak cukup pelan untuk
Devi.
“Kenapa, kak? Kakak nggak senang sama Devi?” bentaknya dengan garang.
“Devi, kamu apa-apaan, sih! Kak Kila diam gitu kamu bentak-bentak” kata
mamanya. Devi tidak mempedulikannya dan langsung masuk kekamarnya.
“Mama selalu begitu! Dimata mama, Devilah yang salah dan Kak Kila yang
benar” kata devi sebelum ia masuk ke kamarnya dan membanting pintu kamarnya
dengan keras.
“Astaghfirullah” ucap mamanya pelan sambil mengelus-elus dadanya.
“Sudahlah, ma! Gak usah dengerin omongan Devi. Mungkin, dia lagi kesal” hibur
Kak Kila.
“Huh, dasar munafik!” sindir Devi saat ia mendengar omongan Kak Kila
yang ada di bawah. Baginya, terlalu kuat Kak Kila berbicara sehingga ia yang
berada di dalam kamar pun bisa mendengarnya. Ia menghempaskan dirinya di atas
tempat tidur. Lalu mengambil hp-nya. Ada 2 pesan. Ia membukanya satu persatu.
Lalu meletakkannya kembali di atas meja, lalu pergi tidur.
~~~~~~~~
Bintang mencubit pipi Dessy pelan. Tak ada reaksi dari Dessy yang tertidur di bahunya.
Lalu, Bintang mencubit hidung Dessy kuat dan…
“Plak!” Dessy terbangun dari tidurnya.
“Aww… sakit” rintih Bintang sambil memegangi pipinya yang tidak sengaja
di tampar Dessy.
“Hah? Maaf, aku tidak sengaja” kata Devi merasa bersalah. Ia meniup pipi
Bintang yang memerah.
“Masih sakit?” tanya Dessy sambil membelai pipi Bintang pelan. Bintang
menggeleng. Ia mengalihkan pandangannya kearah jam tangannya.
“Mmm… ng… kita pulang, yuk! Udah jam 11” kata Bintang canggung.
“Apa? Jam 11? Buruan pulang, yuk! Kalau kelamaan aku bisa dimarahin”
kata Dessy panik. Ia melirik jam tangannya.
“Tapi, jam ku menunjukkan angka 9, ya” kata Dessy heran. Ia melirik
Bintang yang kini sudah tertawa melihatnya.
“Hei, kamu bohongin aku, ya?”
“Hahaha… maaf, Des! Aku lupa kalau jamku mati..haha..”.
“Bintang! Awas ya, kau!” Dessy memukul bahu Bintang dengan kuat.
“Haha… udah, dong! Bahuku bisa patah gara-gara kamu pukul terus”. Dessy
berhenti memukulinya. Dessy mengembungkan pipinya sambil melipat tangannya.
“Kalau kamu tertawa terus, aku bakalan loncat, nih!” ancam Dessy.
Bintang berhenti tertawa. Eh, lebih tepatnya menahan tawanya karena senyumnya
masih belum hilang.
“Oke, oke. Kita pulang sekarang, yuk!” ajak Bintang. Dessy pun
mengangguk.
~~~~~~~~
Alin duduk santai di beranda kamar Lidya sambil memandang bintang.
“Lidya, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan” kata Alin.
“Apa?”
“Jawab jujur, ya! Di sekolah, Fakhri nanyain sesuatu nggak ke kamu
tentang aku?” tanya Alin serius. Lidya mengangguk.
“Baiklah, untukmu aku kasih tahu. Fakhri bilang kemarin malam ia
melihatmu datang ke kafeku. Memangnya kenapa?” tanya Lidya bingung. Alin hanya menggeleng
sambil tersenyum misterius.
~~~~~~~~
Rahma melirik ke bangku kosong yang ada di sebelah kanan dan kiri Devi secara
bergantian. Sedangkan, Cika dan Dessy melirik Riri yang duduk di depan bangku
Devi. Devi sendiri menatap bingung 3 orang itu.
“Apa yang kalian lihat?” tanya Devi. Cika dan Dessy hanya menggeleng
sambil berpura-pura menulis. Lalu, Devi menatap Rahma dengan rasa ingin tahu.
“Tidak, aku hanya bingung mengapa 2 orang itu tidak masuk sekolah
beberapa hari ini” jawab Rahma.
“Kalau yang gak masuk Reza, itu kabar baik untukku. Kalau yang gak masuk
Alin, aku jadi khawatir. Jangan-jangan dia ada apa-apanya” ujar Devi.
“Tenang aja! Dia tidak apa-apa” balas Aldi datar, lalu berjalan keluar
kelas.
“Cik, Riri kenapa, tuh? Tumben dia senyum, biasanya dia pasang wajah
tanpa ekspresi” kata Sasha yang duduk di sebelah Cika. Cika mengangkat bahunya.
“Dia udah dari kemarin-kemarin kayak gitu. Gak tau kenapa” jawab Dessy.
Devi dan Rahma yang mendengarnya jadi tertarik. Mereka segera duduk mendekati
Cika dan Dessy.
“Nah, itu dia yang aku bingung. Apa dia habis kesambet hantu, ya?” kata
Sasha asal.
“Hush, jangan asal ngomong, ya! Gitu-gitu dia teman kita juga” balas
Rahma.
“Nah, lain lagi dengan Vivi yang akhir-akhir ini sering menyendiri” kata
Devi.
“Iya! Semenjak Alin tidak masuk sekolah, teman-teman kita banyak yang
aneh, termasuk Dessy juga” kata Riri tiba-tiba. Ntah sejak kapan ia sudah ada
di situ.
“Me?” Dessy menunjuk dirinya sendiri. Yang lain mengangguk.
“Emangnya apa yang aneh dariku?” tanya Dessy bingung.
“Ntahlah, tapi kami merasa hidup akhir-akhir ini menjadi lebih berwarna
dari hari-hari sebelumnya” jawab Rahma. Dessy terkekeh pelan.
“Mungkin hanya perasaan kalian saja” balas Dessy sambil tersenyum.
~~~~~~~~
Siang hari di kafe, Alin kembali melihat Fakhri datang mengunjungi kafe.
Semenjak hari pertama ia bekerja di kafe, Fakhri jadi sering datang. Dan
membuat Alin senang adalah setiap kali Fakhri datang, dialah yang di suruh
melayani Fakhri. Fakhri sudah siap di bangku nomor 3, menunggu kedatangan Alin
yang membawa pesanannya, yang tanpa di pesan pun Alin sudah tahu karena Fakhri
selalu memesan makanan itu. Alin pun datang membawa pesanan.
“Ini tuan pesanan anda” Alin meletakkan pesanan Fakhri diatas meja dan
mulai beranjak pergi.
“Mmm… Din, bisa temani aku makan?”. Dia terlihat berpikir.
“Maaf! Tapi saya sedang bekerja, tuan” katanya dengan perasaan bersalah
karena tidak bisa menemaninya. Wajah Fakhri merengut.
“Iya, iya! Aku tahu” Alin segera duduk tepat di depan Fakhri. Fakhri
memberikan es krim rasa choco vanilla.
“Mau ini?” tawar Fakhri. Alin mengangguk senang dan langsung melahap es
krim itu. Fakhri tertawa kecil melihat tingkah Alin yang ke kanak-kanakan itu.
“Mau, tuan?” tawar Alin pada Fakhri dengan mulut belepotan es krim. Fakhri
menggeleng. Ia segera mengambil tisu dan membersihkan es krim yang ada di
sekitar bibirnya. Alin terdiam membeku saat Fakhri menyentuh wajahnya pelan.
“Yak, selesai” kata Fakhri yang membuyarkan lamunan Alin.
“Te… terima kasih, tuan” ucapnya terbata. Fakhri menyerngit bingung.
“Hei, ini sudah kesekian kalinya aku bilang padamu. Jangan panggil aku
tuan! Cukup Fakhri saja” omelnya. Alin mengangguk kecil.
“Iya, iya! Aku tahu” jawab Alin yang kesekian kalinya. Fakhri mencubit
pipi Alin gemas. Alin pun terpekik.
“Sakit, tau! Udah, ah! Jangan ganggu orang yang lagi makan” protesnya.
~~~~~~~~
Devi melirik Reza yang baru datang dengan tatapan tidak senang.
“Masih hidup loe?” sindir Devi saat Reza baru saja duduk di bangkunya.
Reza meliriknya sebentar, lalu ia membanting tasnya di atas meja.
“Penting? Emangnya loe kira gue mati?” ucap Reza cepat.
“Gue harap sih gitu. Jadi, gak ada lagi SETAN-SETAN yang bergentayangan
di sekitar gue” sindir Devi lagi sambil menekankan kata ‘SETAN-SETAN’ pada
Reza.
“I DON’T CARE” bisiknya ke telinga Devi, kemudian beranjak pergi dari
kelas.
~~~~~~~~
Alin berjalan menyusuri koridor sekolah yang sepi. Sebentar lagi bel
pulang berbunyi. Ia harus segera bersembunyi ke salah satu ruangan supaya tak
ada yang bisa melihatnya datang ke sekolah. Cara Alin masuk ke sekolah ialah
dengan cara memanjat pagar sekolah secara diam-diam.
“Teett…teettt…teetttt” bel pulang berbunyi. Alin melihat sudah banyak
orang-orang yang keluar kelas. Ia segera memakai topi dan kacamatanya, lalu
masuk ke ruang musik secara diam-diam. Setelah agak sepi, barulah ia keluar.
Tujuan Alin datang ke sekolah adalah… Ntahlah! Alin sendiri tak tahu. Ia hanya
ingin jalan-jalan.
“Alin” panggil seseorang yang berdiri tak jauh dari Alin. Tanpa menoleh
pun Alin tahu itu siapa. Yang ia lakukan adalah berlari menjauh.
“Alin tunggu!” panggil orang itu. Alin tetap tidak mempedulikannya dan
terus berlari keluar sekolah. Namun, kaki Alin tak kuat lagi untuk berlari, Ia
berhenti di depan gerbang sekolah. Lalu, kemabali berlari. Namun, orang itu
sudah terlebih dulu menangkap Alin.
“Aldi, lepaskan aku” Alin memberontak.
“Alin, dengerin dulu! Gue mau ngomong sama loe. Loe harus pulang
kerumah. Kasihan orangtua loe yang khawatir dengan keadaan loe” jelas Aldi
cepat.
Alin menggeleng, “Aku nggak mau pulang! Aku nggak mau balik lagi kerumah
itu”. Untung saja jalan di situ selalu sepi setiap murid-murid pulang sekolah.
Jadi, tidak banyak yang melihat pertengkaran Alin dan Aldi. Aldi mencengkram
kerah Alin dengan garang.
“Hei, loe pikir dengan melarikan diri bisa menyelesaikan masalah, hah!!!
Tau nggak, gara-gara loe nyokap dan bokap loe sakit. Dan gara-gara loe, Deka
udah 2 kali hampir bunuh diri. Loe itu egois, gak pernah mikirin orang lain.
Yang loe pikirkan hanyalah diri loe sendiri. Sudahlah, terserah loe aja!! Gue
udah muak sama tingkah loe”. Aldi melepaskan cengkramannya dan mendorong Alin
dengan kasar. Mata Alin sudah banjir air mata saat Aldi bilang mama-papanya
sakit. Dan yang membuatnya paling sedih saat Aldi menyebut tentang Deka, teman
smp-nya dulu. Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Bunuh diri? 2 kali? Benarkah itu, batinnya. Ia segera berlari mengejar Aldi.
“Aldi, tunggu! Apa maksud loe tadi? Benarkah Deka mencoba bunuh diri?”
tanya Alin tidak percaya. Tapi, Aldi tidak menghiraukannya.
“Aldi, please! Tolong loe jelasin ke gue!” Alin menahan tangan Aldi
kuat.
“Buat apa? Lagian gak penting juga, kan?” katanya sinis lalu mengibas
tangannya dengan kuat. Saking kuatnya, Alin sampai terlempar ke jalan.
Sebuah mobil melaju dengan cepat berjalan mendekati Alin. Alin yang
melihatnya tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kakinya membeku saat jarak antara
mobil dan dirinya tinggal beberapa meter. Ia terlihat pasrah. Ia memejamkan
kedua matanya. Ntah mengapa, yang ada dipikirannya adalah seorang anak
perempuan yang berdiri di tengah jalan. Keadaannya sama dengan Alin. Ia hanya
bisa berdiri diam mematung di tengah jalan.
“Awasss” teriak seorang cowok. Kemudian…
“Buuukk” semuanya pun menghitam.
~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar