Sabtu, 17 Maret 2012

GUARDIAN ANGEL (6)

MALAM YANG PANJANG -___-“


“Hup” dengan cepat orang itu menangkap Alin sebelum Alin jatuh ke tanah. Perlahan Alin membuka matanya. Topi yang orang itu kenakan membuat Alin susah mengenalinya, ditambah lagi suasana yang gelap dan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Cowok itu melepas topinya, membuat Alin terkejut melihatnya.
“Kamu…” Alin menutup mulutnya. Ia tak percaya melihat cowok di depannya.
“Alin…” sepertinya cowok itu sama kagetnya dengan Alin.
“Reza, apa yang kamu lakukan disini?” tanya Alin pada teman sekelasnya itu.
“Kamu sendiri?” tanyanya balik. Alin hanya memutar bola matanya malas.
“Lepaskan aku!” Alin mencoba berdiri, lalu berjalan meninggalkan Reza.
“Yang benar saja. Kamu mau keliling kota dengan penampilan seperti itu” teriak Reza dari belakang. Ia berlari menyusul Alin. Alin berhenti sejenak.
“Ikut aku” katanya sambil menarik Alin ke dalam mobilnya yang berada tak jauh dari mereka berdiri. Mereka pun masuk kedalam mobil dan segera meluncur pergi dari situ.
“Kita mau kemana?” tanya Alin ketus. ia memandangi jendela sampingnya.
“Santai aja, Lin. Gue bukan orang jahat, kok” kata Reza dengan santai.
“Kalau gitu, loe hanya perlu antar gue ke kafe ‘Green Love’. Gue mau ketemu seseorang disana” kata Alin yang masih cuek dengan Reza.
“Tapi…” Reza terlihat ragu.
“Gak usah tapi-tapian. Kalau mau, ayo! Kalau enggak, turunin gue disini. Gue bisa minta bantu sama orang lain” ketusnya. Reza hanya diam menuruti perintahnya.

~~~~~~~~
Dessy berjalan keluar kafe dengan sebal sambil membawa sebuah kardus.
“Arrghh… selalu begitu. Egois, gak pernah mau mengalah. Apa sih hebatnya?” omel Dessy. Ia terus berjalan menulusuri zebra cross yang ada di depannya tanpa menoleh kiri-kanan terlebih dahulu. Tanpa ia sadari, sebuah mobil yang melaju cepat sudah ada di dekatnya.
“Awas…” teriak seseorang lalu menarik tubuh Dessy ke tepi jalan. Kardus yang ia bawa entah terlempar kemana.
“Ckiitt…” bunyi rem mendecit. Pemilik mobil itu menghentikan mobilnya.
“Hei, lain kali kalo nyebrang pakai mata, ya! Jangan main nyelonong aja” omel pemilik mobil itu, lalu segera memacu mobilnya kembali.
“Anda tidak apa-apa, nona?” tanya cowok yang telah menyelamatkan nyawa Dessy. Dessy perlahan membuka matanya dan terpana melihat cowok yang ada di depannya. Cute banget, batinnya. Cowok itu tampak tersipu malu.
“Umm… maaf, nona. Jangan memandangi saya seperti itu”. Dessy langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain sambil membersihkan bajunya kotor.
“Eh, maaf. Yah, saya tidak apa-apa” tanyanya. Ah, formal sekali, batin Dessy.
“Bintang Legiansyah” kata cowok itu tiba-tiba sambil mengulurkan tangannya.
“Eh… Mmm… Dessy Maria Septa” kata Dessy malu-malu sambil membalas uluran tangannya. Dessy tampak senang saat ia membalas uluran tangannya.
“Kamu orang sini?” tanya Bintang sambil tersenyum membuat Dessy yang melihatnya gemas pengen mencubit pipinya.
“Iya” Dessy berusaha mengatur denyut jantungnya. “Kenapa aku deg-degan?” tanya Dessy dalam hati.
“Kalau begitu, bisa temaniku jalan-jalan? Aku ingin tahu daerah sini” ajaknya.
Dessy terdiam. Sepertinya ia memikirkan sesuatu.
“Sorry, ya. Aku gak bis...”
“Gak apa-apa” kata Bintang sedikit kecewa. Lalu, berjalan pergi.
“Eh, tunggu!” panggil Dessy. Bintang segera menghentikan langkahnya.
“Aku belum selesai ngomong. Maksudku, ‘Aku gak bisa nolak’, tau” kata Dessy usil, lalu berjalan menyusul Bintang, kemudian pergi jalan-jalan berdua.

~~~~~~~~
Reza menghentikannya tepat di depan kafe ‘Green Love’. Alin segera turun dari mobil dan berjalan memasuki kafe. Tapi, Reza menahan tangannga.
“Bersihkan dulu pakaianmu dan pakai ini” Reza membersihkan tubuh Alin yang terkena telur dan memakaikan jaket pada Alin.
“Terima kasih” ucap Alin. Reza tersenyum memandanginya.
“Maaf, karena aku menyusahkanmu. Aku juga ingin minta maaf karena tadi udah marah-marahin kamu” tambah Alin.
“Santai aja, Lin. Loe kan temen sekelas gue. Gue gak mungkin ngebiarin temen cewek gue berkeliaran malam-malam. Digangguin lagi” ujar Reza.
“Ya udah, gue masuk dulu, ya.. Oh ya, 1 lagi. Aku mohon padamu jangan ceritakan masalah ini sama teman-teman, termasuk teman 7 AppLe. Juga, tolong bilang sama Aldi, jangan ceritakan masalah malam ini pada siapapun”
“Kenapa?” tanya Reza bingung.
“Mungkin untuk beberapa hari aku tidak akan masuk sekolah” ujarnya.
”Memangnya ada masalah apa?” tanya Reza lagi. Alin memelototinya.
“Oke, aku tidak akan tanya apapun lagi. Aku akan melaksanakan semua yang anda perintahkan, tuan putri. Selamat malam” kata Reza sambil berlalu pergi.
Alin berbalik memandangi kafe itu. Terakhir ia kesini bersama Aldi. ia menghembuskan nafasnya, lalu berjalan memasuki kafe. Ia melihat sekeliling kafe. Sepi. Alin melirik jam tangannya. Hari menunjukkan pukul 21.00 WIB, tapi kafe ini sudah sepi. Biasanya kafe ini tutup pukul 22.00 WIB.
“Kenapa bengong? Duduk aja dulu” kata seseorang yang ada di belakangnya.
Alin berbalik, “Hah, Lidya, gue kangen loe” Alin berlari memeluk lidya. Lidya segera menahannya.
“Stop, disitu! Bau tau. Loe belum mandi berapa hari?” ujar Lidya sambil menutup hidungnya. Alin berubah cemberut. Lidya tertawa melihatnya.
“Bercanda, kok! Gue juga kangen loe” kata Lidya sambil memeluk erat Alin.
“Loe kemana aja, sih? Kok tiba-tiba hilang. Sekarang, tiba-tiba muncul. Loe sekarang tinggal dimana? Sekolah dimana? Banyak gak teman loe disana? Gue kesepian tau semenjak loe hilang. Loe tau gak, Fakhri nanyain loe terus. Sepertinya dia juga merasa kehilangan loe” cerocos Lidya. Ekspresi wajah Alin berubah sedih.
“Maaf, ya, Lidya. Aku telah membuat kalian khawatir. Satu hal lagi, gue mohon loe jangan kasih tau soal ini pada Fakhri” kata Alin.
“Kenapa? Padahal, Fakhri loh yang paling sewot soal loe” ujar Lidya.
“Pokoknya gak boleh. Mmm.. gue gak mau buat dia khawatir tentang gue. Plisss” mohonnya. Lidya pun mengangguk.
“Thank you, my bestie” kata Alin sambil memeluk Lidya kembali.
“Udah, deh. Ngomong-ngomong, kenapa penampilan loe ancur begini?” tanya Lidya. Ia melihat penampila Alin yang amburadul dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.
Alin memandangnya dengan cemberut,”Aku dibilangin orang gila sama anak kecil. Padahal gue cantik gini” kata Alin dengan manja.
Lidya tertawa mendengarnya. “Huahaha… wajar aja loe dibilangin orang gila. Pasti loe ngomel-ngomel sendiri di jalan. Apalagi penampilan loe aneh begini..haha”.
“Bagus!!! Ketawa aja terus sampai loe puas” kata Alin dengan sebal.
“Udah, gak usah ngambek. Mending kita pulang kerumah gue, mandi, ganti baju, terus tidur. Jangan lupa loe ceritain semuanya ke gue, oke” cerocos Lidya. Alin mengangkat jempolnya tanda setuju.

~~~~~~~~
Aldi menatap buku diary Alin yang ia temukan di bawah meja belajar Alin saat ia hendak menyusul Alin ke kamarnya untuk berbicara. Ia penasaran dengan isi yang di dalam diary itu. Berkali-kali ia berniat untuk membuka diary itu. Tetapi, ia takut membayangkan bagaimana ekspresi wajah Alin saat ia tahu buku diarynya dibuka orang lain. Mungkin, kalau ia menjadi Alin, ia akan memarahi orang itu, memberinya pelajaran, dan sebagainya asal orang itu berjanji tidak akan melakukannya lagi.
“Tapi, dia kan tidak tahu” kata hati nuraninya. Ia mengangguk, lalu berniat membuka diary itu.
“Tapi, yang diatas kan tahu” kata hati nuraninya yang lain. Aldi mengurungkan niatnya. Ia jadi bingung sendiri.
“Kalau hanya melihat isinya tidak apa-apa, kan. Lagian, gue gak bakal ngasih tau orang lain, kok” putusnya. Kemudian dia membuka halaman demi halaman isi diary itu. Hanya puisi, batinnya. Kemudian ia sampai ke halaman terakhir yang ditulis Alin. Sepertinya masih baru. Judulnya ‘Malam Yang Panjang’. Ia mulai membacanya.

“Malam Yang Panjang”

Memandang langit yang begitu kelam
Tanpa cahaya, sunyi ku rasa
Setiap malam aku memandangnya
Tak pernah letih, ku terus memandangnya

Mengapa ini terjadi padaku
Hampa terasa diriku tanpamu
Tahukan engkau aku disini
Terus menunggumu, sepi sendiri

Dinginnya malam menusukku dari belakang
Menghembus jantungku, perihku rasa
Kini mengalir bersama air mata rindu
Yang bercucuran melawan hembusan angin

Dapatkah kau merasakannya?
Kesunyian bergetar untukmu
Dapatkah kau temaniku?
Walau hanya lewat mimpi

“Malam ini memang malam yang panjang buat kita. Gue harap loe bisa jalanin hari loe yang sepi itu” kata Aldi pada diary Alin. Aldi menutup buku diary Alin dan meletakkannya di atas meja belajarnya yang berada di samping tempat tidurnya. Kemudian ia mematikan lampu kamarnya dan pergi tidur.

~~~~~~~~
Dessy sekarang sedang berbaring di ranjangnya. Kadang ia membolak-balikkan badannya ke kiri, kanan, tengkurap, dan telentang. ia senyum-senyum sendiri mengingat kejadian tadi saat ia jalan-jalan bersama Bintang.
Dessy dan Bintang sedang berjalan-jalan mengelilingi taman yang berada tak jauh dari kafe. Mereka berjalan menuju kursi yang ada di taman itu.
“Kau haus?” tanya Bintang pada Dessy. Dessy mengangguk.
“Kalau begitu aku pergi sebentar untuk membeli minuman” katanya lalu pergi meninggalkan Dessy. Tak lama, ia kembali dengan membawa 2 kaleng minuman.
“Ini untukmu” ia memberikan sekaleng minuman dan langsung duduk di samping Dessy. Dessy segera membukanya dan meneguk isinya.
“Malam ini sangat sepi, bukan?” tanyanya tiba-tiba. Dessy menatap Bintang bingung. Ia melihat Bintang sedang menatap langit dengan ekspresi wajah sedih.
“Maksudmu apa?” Dessy benar-benar tidak mengerti maksud perkataan Bintang. Bintang hanya memandangnya sebentar, lalu kembali menatap langit. Dessy pun ikut memandang langit yang tak bersinar itu.
“Yah, sepertinya kau benar. Malam ini memang sangat sepi” ujar Dessy. Sepertinya ia mulai mengerti maksud perkataan Bintang.
“Sepertinya aku bisa melihatnya menangis kesepian disana. Kasihan dia, harus mengalaminya sendiri” gumam Bintang. Dessy kembali menatapnya bingung.
“Kamu lagi ngomongin siapa, sih?” tanya Dessy penasaran.
“Seseorang… mungkin, kau mengenalnya” pandangan tak lepas dari langit.
“Seseorang? Siapa dia?” Dessy semakin penasaran. Bintang mengalihkan pandangannya dari langit ke arah Dessy sambil tersenyum.
“Jangan terlalu di pikirkan. Suatu saat nanti, kau akan mengetahuinya” ucapnya misterius. Dessy mengangguk, walaupun ia masih penasaran.
“Kamu tinggal dimana?” tanya Dessy mengalihkan topik.
“Di hotel dekat sini” jawabnya singkat.
“Hotel? Gak punya rumah, ya?”. Bintang tertawa mendengarnya. Lesung pipi yang muncul di pipinya membuatnya tampak semakin manis membuat Dessy benar-benar ingin mencubitnya.
“Aku kesini hanya pergi liburan, sekaligus mengunjungi seseorang” jelas Bintang. Dessy hanya ber-“O”. Ia tampak sedikit kecewa.
“Pacarmu?” tanya Dessy lagi.
 “Sudah kubilang, kau pasti akan mengetahuinya” kata Bintang sambil mengerlingkan matanya pada Dessy. Deg! Jantung Dessy tiba-tiba berdetak tak menentu. Pipinya memanas. Ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Umm… baiklah. Kalau begitu, sekolah dimana?” Dessy masih berusaha mengatur denyut jantungnya yang kini semakin menggebu-gebu.
“Aku sekolah di Sma Palembang kelas 11. Dari tadi kamu nanyain aku terus. Sekarang gantian, aku nanyain kamu. Pertanyaan pertama, kafe yang ada di dekat sini punya kamu, bukan?”. Dessy mengangguk. Pandangannya tetap lurus ke depan.
“Kedua, kamu sekolah dimana dan boleh tau siapa saja teman dekatmu?”

“Aku sekolah di SMA Garuda Internasional kelas 11. Teman dekatku keluarga 7 AppLe, yaitu Alinda Jovanka, Cika Jessica, Devita Ananda, Rahma Oktriyanti, Riri Alfarizy, dan Olivia Aliana. Adakah diantara mereka orang yang kamu maksud itu?”.
Bintang hanya mengangkat bahunya, lalu menatap jam tangannya.
“Ah, sepertinya sudah malam. Aku pulang dulu, ya” Bintang segera berjalan meninggalkan Dessy. Namun, baru beberapa meter ia berjalan, berbalik menghampiri Dessy.
“Ini nomor Hp-ku. Aku ingin kita bertemu lagi besok. Sampai bertemu besok malam, ya” setelah memberikan sebuah kertas yang sudah tertulis nomor hp-nya, ia segera pergi meninggalkan Dessy.

 Dessy memandangi kertas yang tertera nomor Bintang sambil tersenyum. Ia membayangkan bagaimana Bintang tersenyum padanya saat ia akan pergi. Senyum manis yang tak kan ia lupakan sampai ia terbawa ke dalam mimpi.

~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar